Leg Kedua Final AFF 2016: Bermain spontan tanpa beban apa pun
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Prediksi di atas kertas tidak selalu bisa dibuktikan di lapangan. Pelatih timnas, Alfred Riedl, menilai babak penyisihan grup dan laga hidup-mati sangatlah berbeda. Baik dari segi semangat, tekanan pertandingan, hingga harapan meraih kemenangan.
Oleh karena itu, meski kalah 2-4 melawan Thailand di babak penyisihan grup, ia tetap optimis akan ada yang berbeda di Final Piala AFF 2016. Kemenangan 2-1 pada leg pertama yang digelar di Stadion Pakansari, Bogor, 14 digelar. . Desember adalah buktinya.
Tekanan pertandingan, dukungan suporter dan motivasi masing-masing pemain membuat perlawanan Indonesia jauh berbeda dibandingkan babak penyisihan grup. Sempat tertinggal 0-1, pasukan Garuda membalikkan keadaan menjadi 2-1.
Namun kemenangan tersebut harus dibayar mahal, pasalnya winger andalan Andik Vermansah harus absen karena cedera ACL pada lutut kirinya. Diakui, ketidakhadiran Andik membawa kekhawatiran tersendiri. Rupanya, setelah eks pemain Persebaya Surabaya itu diboyong keluar lapangan, serangan Indonesia menjadi berat sebelah, artinya hanya mengandalkan sisi kiri Rizky Pora.
Sementara Zulham Zamrun yang digadang-gadang menggantikan Andik di sayap kanan, tampak hanya hiasan belaka. Saling melengkapi dan tak mampu memberikan tekanan seperti yang dilakukan Andik.
Namun perubahan ini justru memberikan angin segar. Karena serangan hanya dilancarkan dari sayap kiri, Thailand lengah dan harus kebobolan dari sisi tersebut lewat tembakan jarak jauh Rizky.
Hasil leg pertama memberi pelajaran bagi Riedl. Ada beberapa opsi yang bisa diambil pelatih asal Austria itu. Masalahnya, Riedl adalah pelatih yang enggan bereksperimen. Setidaknya itu terbukti saat ia dikritik di babak penyisihan karena tetap memainkan Yanto Basna sebagai bek tengah. Faktanya, pemain Persib Bandung itu kerap melakukan blunder.
Ia tak bergeming dan menolak melakukan perubahan hingga timnas lolos ke babak semifinal. Pada laga melawan Vietnam, Riedl mau tidak mau harus mengubah komposisi dua bek tengahnya. Pasalnya Yanto dan Fachrudin terkena tumpukan kartu.
Ia pun terpaksa mengganti duo pemain bertahan dalam satu paket: permainan Manahati Lestussen dan Hansamu Yama di jantung pertahanan. Hasilnya, mereka tampil impresif. Hansamu bahkan mencetak 2 gol yang menyelamatkan Indonesia.
Riedl mulai menjadi lebih berani. Setelah Fachrudin lepas dari sanksi akumulasi kartu, Fachrudin dipasangkan dengan Hansamu. Basna disingkirkan. Manahati sedikit didesak ke depan untuk memperkuat garis jangkar yang menjadi filter terakhir sebelum serangan lawan sampai ke pertahanan Indonesia.
Pembelajaran di babak semifinal pasti membuat Riedl semakin berani. Apalagi dalam mengutak-atik komposisi tim. Riedl sebaiknya lebih mendasarkan penilaiannya pada kinerja.
Terpilihnya Zulham Zamrun misalnya. Ia tak memberikan performa gemilang. Sejak babak penyisihan, semifinal, hingga leg pertama terakhir, ia tampil kurang semangat.
Bahkan, pemain Persib Bandung itu menjadi penyebab serangan Thailand berhasil mencetak gol. Setelah gagal menguasai bola, bola diambil oleh Theraton Bunmatan. Theraton kemudian mengirimkan umpan silang yang berhasil ditepis Teerasil Dangda ke gawang.
Pertahankan kedalaman lini tengah
Peran Manahati sebagai filter terakhir membuatnya menjadi lubang di tengah. Formasi 4-1-4-1 yang menjadi 4-1-3-2 saat menyerang terlihat cukup efektif.
Meski Riedl terlihat menggunakan dua gelandang jangkar, Bayu Pradana dan Manahati, namun peran Bayu sebenarnya lebih ke depan. Sementara Manahati lebih bertahan. Bahkan, terlihat bagaimana Manahati berperan sebagai pengisi dua bek tengah, Fachrudin dan Hansamu, untuk menahan serangan lawan.
Dengan Thailand sebagai tuan rumah, Riedl tentu perlu melakukan perbaikan. Mempertahankan gaya bermain di kandang bisa menjadi bencana, seperti yang dialami Thailand. Mereka tak terlihat takut atau khawatir meski saat ini sedang tertinggal 2-1.
Bisa jadi permainan Riedl sudah terbaca. Kini saatnya Riedl mencoba mengembangkan opsi untuk menambah lebih banyak pemain di lini tengah, atau menggunakan lebih banyak pemain bertahan agar tidak terlalu banyak naik ke atas.
Bermain bertahan, risikonya memperlambat waktu kebobolan. Namun permainan normal bisa memberikan kesibukan bagi Thailand untuk menjaga lini pertahanannya, sehingga lini depannya tidak leluasa.
Meski demikian, Timnas juga harus tetap menjaga semangat unik yang dibawanya ke sini. Yakni perasaan riang dan tidak diunggulkan.
Suasana mental inilah yang menjadi modal mereka untuk bermain bebas. Berbeda dengan Thailand, Vietnam atau Myanmar yang tampil. Tekanan pertandingan juga menyebabkan Vietnam banyak melakukan pelanggaran pada leg kedua semifinal di Stadion My Dinh, Hanoi, 7 Desember lalu.
Karakter game yang dewasa membuat mereka terlalu nyaman dengan gayanya. Dan spontanitas permainan Indonesia tidak bisa kita harapkan.
Jika situasi ini terulang kembali, bukan tidak mungkin Indonesia mampu memecahkan telurnya. Menangkan Piala AFF untuk pertama kalinya dalam sejarah!—Rappler.com