Dari Mak comblang hingga penggusuran
- keren989
- 0
Upaya Front Jihad Islam (FJI) menutup paksa kediaman Islam transgender Al-Fattah di Kotagede, Yogyakarta pekan lalu mengejutkan banyak pihak. Melalui media sosial, masyarakat tak menyangka pro dan kontra LGBT akan berdampak pada institusi satu-satunya di Indonesia ini.
Mereka mengidentikkan hunian Islami ini sebagai sarang orang-orang yang mengidap “gangguan identitas” dan seksual, tanpa memperdulikan aktivitas yang ada di dalamnya. Pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab, justru menuding kediaman Islam itu menjadi tempat berkembang biaknya kaum waria.
Waria adalah laki-laki yang percaya sepenuh hati bahwa dirinya adalah perempuan dengan segala ekspresi gendernya. Sejarah keberadaannya sama tuanya dengan peradaban dunia. Al-Qur’an tidak banyak menjelaskan tentang karakter mereka, kecuali menegaskan keberadaan orientasi seksual secara netral.
(BACA: Pondok Pesantren Waria Yogya ‘Ditutup’)
Menurut QS 24:31 mereka masuk dalam kategori tersebut ‘uli al-irba min al-rijali’, yaitu laki-laki yang tidak memiliki hasrat seksual terhadap perempuan. Komentator Al-Qur’an terkemuka, Jarir al-Tabari, memasukkan perempuan transgender ke dalam kategori ini. kasim, anak laki-laki kecil, orang tua dan budak. Al-Qur’an menganggap mereka “tidak berbahaya” bagi perempuan dan oleh karena itu mereka diperbolehkan melihat perempuan tanpa penutup (hijab).
Pada masa awal Islam di Madinah, saat Nabi Muhammad masih ada, dinamika kaum transgender digambarkan dengan cukup gamblang dan penuh warna. Tidak hanya terkait dengan masalah hukum Islam saja (fiqh).
Pencarian Rowson (1991) terhadap berbagai buku hadis kanonik Sunni (tiang al-sittah) ditambah koleksi Imam Malik b. Anas († 797 M), saya minta maafDan Musnad Karya Ahmad b Hanbal (w. 855 M) menghasilkan setidaknya tujuh potret berukuran besar.
Pertama, Nabi Muhammad SAW mengecam orang yang meniru ekspresi lawan jenis. Mereka disebut menghadapi jika laki-laki, dan mutarajilat untuk merujuk pada wanita yang terlihat seperti pria. Sayangnya hadis bernada seperti itu tidak menjelaskan lebih lanjut, misalnya bagaimana jika ungkapan tersebut bukan tiruan, melainkan bawaan sejak lahir.
Yusuf al Kirmani (w.1384) ketika dia menjelaskan (kuliah) Shahih-Bukhari terbagi menghadapi Setengah; bawaan (khilqy) dan pengaruh lingkungan (sepatu). Pandangan ini dianut oleh dua komentator Shahih BukhariBadruddin al-Ayni (w. 1452 M) dan Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 1449 M).
Perbedaan dari khilqytanya al-Ayni dan al-Asqalani menghadapi “palsu” berhenti berpura-pura dan kembali menjadi dirinya sendiri. Persoalan utama yang pantas dalam kategorisasi ini adalah siapa yang berhak menentukan apakah seseorang termasuk waria sejak lahir atau waria palsu?
Pandangan saya pribadi, kewenangan ini sepenuhnya milik individu yang bersangkutan, bukan publik. Kita adalah pihak utama yang paling mengetahui tentang tubuh kita dan bertanggung jawab secara sosial dan transendental terhadapnya.
Kedua, Ibnu Majah pernah menulis pengakuan Shafwan bin Umayyah yang mengatakan bahwa Nabi pernah memarahi Amr bin Murra yang datang meminta izin menggunakan rebana (mengamen) untuk bertahan hidup – daripada melakukan praktik maksiat (fakhisyah).
Nabi berargumentasi bahwa Allah telah memberikan jalan yang mubah dan lebih baik. Amr diminta untuk tidak melakukannya lagi dan bertobat. Jika tidak, nabi akan memberikan sanksi. Belum ada klarifikasi lebih lanjut apakah Amr diikutsertakan mukhannats khilqy atau sepatu, dan bagaimana nasibnya akan berlanjut. Saat dimarahi, Amr langsung pergi dan merasakan rasa malu yang tak terkatakan.
ketiga, Ibnu Majah dan Al-Tirmidzi masing-masing mempunyai hadits yang baku mengenai tuduhan palsu (qadf). Menurut keduanya, siapa pun bisa dihukum 20 cambukan jika menuduh seseorang melakukan hal tersebut menghadapi satu sisi. Kejahatan ini serupa dengan ancaman terhadap pihak-pihak yang dituduhkan kepadanya al-luthi (kaum Luth) tidak berdasar.
Keempat, Bukhari pernah berpendapat (tebakan) tentang keabsahan imam shalat. Menurutnya, seseorang diperbolehkan menjadi imam menghadapi di bawah tekanan.
kelima, Ada sebuah hadis yang dibakukan oleh Abu Hurairah yang mana beliau pernah meriwayatkan penolakan Rasulullah terhadap “usulan hukuman mati” yang diajukan oleh berbagai kalangan terhadap laki-laki karena dianggap menghadapi. Nabi berkeyakinan bahwa seseorang tidak boleh dibunuh jika dia masih shalat (Islam). Sebaliknya, nabi bertanya menghadapi Rombongan dipindahkan ke Al-Naqi’, suatu tempat yang berjarak 3-4 mil dari Madinah. Tidak dijelaskan lebih lanjut atas dasar apa pemindahan itu dilakukan.
Keenam, di dalam buku Musnad Karya Ibnu Hanbal berisi tentang kisah Ummu Salamah, istri Nabi. Ia mengaku didatangi Nabi, dimana saat itu juga ada satu orang yang hadir menghadapi, namanya Hit. Hit memberikan informasi kepada Abdallah bin Abi Umayyah agar adik Ummu Salamah tidak lupa mencari putri Ghaylan. Hit kemudian menindaklanjuti informasi tersebut dengan foto keseksian sang putri. Mendengar ucapan Hit yang “penting”, Nabi meminta Ummu Salamah untuk mengusirnya dan tidak lagi menerima kehadiran Hit.
Ketujuh, Kisah yang kurang lebih serupa juga diriwayatkan oleh Aishah sebagaimana terdokumentasi dalam Musnad Ibnu Hanbal dan Sahih Muslim. Saat itu ada seseorang menghadapi yang diketahui sering mengunjungi istri-istri Nabi. menghadapi mereka yang tidak disebutkan namanya diterima karena dianggap laki-laki yang tidak memiliki syahwat terhadap perempuan.
Satu hari, menghadapi Nabi mengusirnya dan tidak diperbolehkan lagi menjenguk karena ketahuan menggambarkan keindahan tubuh wanita. Ia dibuang ke padang pasir dan hanya diperbolehkan mengunjungi Madinah seminggu sekali untuk makan.
Dua poin terakhir yang perlu diperhatikan, penggambaran keindahan tubuh perempuan yang menjadi alasan pengusiran menghadapi Ini jelas sekali bukan dalam konteks ketertarikan seksual menghadapi itu. Namun, ini ditujukan untuk pria straight. Sudah menjadi rahasia umum jika salah satu role sering dimainkan oleh par menghadapi seperti pencari jodoh perjodohan (pencari jodoh, tadulluna ‘ala).
Berdasarkan buku Umdat Al-Qari karya Al-Ayni, Rowson (1991) menyatakan bahwa Aishah diyakini pernah menceritakan kepada Annah, seorang menghadapiyang dibantu oleh saudaranya, Abdul-Rahman.
Al-Muallab – menurut Rowson – menyatakan bahwa Nabi hanya melarang menghadapi membahas kecantikan wanita saat memasuki kamar anak perempuan. Saya kira, Nabi mengamati penggambaran keindahan yang disampaikan menghadapi ini merupakan indikasi bahwa mereka kurang tepat uli al-irbah karena mereka dianggap masih bernafsu terhadap wanita.
Warna-warni kehidupan waria pada fase awal Islam di Madinah menunjukkan fakta yang menarik; agar mereka menjadi bagian dari kehidupan masyarakat setempat. Faktanya, saya melakukannya hak istimewa untuk mendapatkan akses dan bertemu dengan istri-istri Nabi.
Sangat mungkin nabi bersikap kritis terhadap hal tersebut menghadapi – bahkan ada yang mengakibatkan mereka dipindahkan ke luar kota – untuk memastikan mereka tidak berpura-pura menjadi perempuan, apalagi memanfaatkan situasi untuk melakukan praktik yang tidak bermoral. Juga belum ada preseden hukuman yang masif dan berat dari Rasulullah terhadap kelompok ini.
Sepeninggal Nabi, tidak banyak catatan yang diperoleh mengenai hal tersebut menghadapi, hingga kekuatan Islam era Marwan terkonsolidasi enam puluh tahun kemudian. Di bawah kepemimpinan Abd al-Malik, keberadaan para menghadapi dalam bidang musik – khususnya sebagai penyanyi – cukup menonjol, di antaranya Abi ‘Abd al-Mun’im ‘Isa b. ‘Abdallah (w. 717 M), dikenal dengan nama Al-Tuways, begitu juga dengan Al-Dalal. Buku al-Aghani Karya Abu Al-Faraj Al-Isfahani (w. 967 M) memberikan segudang informasi mengenai biografi musisi-musisi ternama saat itu, termasuk keduanya.
Dalam konteks saat ini, kita ditantang untuk memformulasi ulang hubungan kita dengan kelompok ini. Tampaknya terobosan penting yang dilakukan mantan Presiden Abdurrahman “Gus Dur” Wahid ini patut dipertimbangkan.
Ia tanpa rasa malu dan ragu menghadiri pemilihan Putri Waria tahun 2006. Gus Dur sendiri mengaku bersedia menjadi penasehat Ikatan Waria Indonesia. Alasannya sederhana, dalam konstitusi transgender mempunyai hak yang sama dengan warga negara. —Rappler.com
Aan Anshori adalah seorang Nahdliyyin dan GUSDURian. Ia merupakan anggota Jaringan Anti Diskriminasi Islam Jawa Timur (JIAD) dan dapat dihubungi di Twitter @aananshori.
BACA JUGA: