• November 25, 2024
Perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh sebesar 5,1 persen pada tahun 2016

Perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh sebesar 5,1 persen pada tahun 2016

JAKARTA, Indonesia – Pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Timur dan Pasifik masih stabil dan hanya sedikit melambat pada periode 2016-2018. Hal tersebut antara lain merupakan hasil perhitungan Bank Dunia yang tercantum dalam laporan bertajuk Pembangunan Ekonomi di Asia Timur dan Pasifik: Tantangan yang Muncul.

Laporan ini dipublikasikan oleh kantor pusat Bank Dunia di Washington, DC, Amerika Serikat pada 10 April 2016.

Menurut laporan tersebut, pencapaian target pertumbuhan ekonomi bergantung pada beberapa risiko yang berkembang.

“Pemerintah di kawasan diharapkan memprioritaskan kebijakan keuangan dan fiskal yang dapat mengurangi kerentanan dan memperkuat kredibilitas, serta mengintensifkan reformasi struktural,” demikian kutipan laporan tersebut.

Laju pertumbuhan di kawasan Asia Timur dan Pasifik diperkirakan akan melambat dari 6,5 persen pada tahun 2015 menjadi 6,3 persen pada tahun 2016 dan 6,2 persen pada tahun 2017-2018.

Perkiraan ini mencerminkan transisi Tiongkok menuju lintasan pertumbuhan yang lebih berkelanjutan namun lebih lambat. Pertumbuhan di Tiongkok diperkirakan sebesar 6,7 persen pada tahun 2016 dan 6,5 persen pada tahun 2017, lebih lambat dibandingkan pertumbuhan 6,9 persen pada tahun 2015.

“Negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik terus memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan dunia. Wilayah ini menyumbang hampir dua perlima pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2015, lebih dari dua kali lipat pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah berkembang lainnya,” kata Victoria Kwakwa, Wakil Presiden terpilih Bank Dunia untuk wilayah Asia Timur dan Pasifik.

Lebih lanjut, menurut Kwakwa, “kawasan ini telah terbantu oleh kebijakan makroekonomi yang bijaksana, termasuk upaya untuk meningkatkan pendapatan domestik di beberapa negara pengekspor komoditas. Namun, untuk mempertahankan pertumbuhan di tengah kondisi global yang penuh tantangan, diperlukan kemajuan reguler dalam reformasi struktural.”

Laporan Pembangunan Ekonomi Asia Timur dan Pasifik menganalisis prospek pertumbuhan di kawasan ini, di tengah keadaan yang penuh tantangan. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berpendapatan tinggi melambat dan perlambatan tersebut merata di negara-negara berkembang. Perdagangan global melemah, harga komoditas masih rendah dan pasar keuangan kurang stabil.

Kecuali Tiongkok, negara-negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik tumbuh sebesar 4,7 persen pada tahun 2015. Tingkat pertumbuhan akan sedikit meningkat menjadi 4,8 persen pada tahun 2016 dan 4,9 persen pada tahun 2017-2018, didorong oleh pertumbuhan ekonomi terpenting di Asia Tenggara.

Namun perkiraan untuk masing-masing negara berbeda-beda, tergantung pada perdagangan dan hubungan keuangan dengan negara-negara berpendapatan tinggi dan Tiongkok, serta ketergantungan mereka pada ekspor komoditas.

Di antara negara-negara besar di Asia Tenggara, prospek pertumbuhan paling kuat terdapat di Filipina dan Vietnam; kedua negara diperkirakan akan tumbuh lebih dari 6 persen pada tahun 2015. Pertumbuhan di Indonesia diperkirakan akan mencapai 5,1 persen pada tahun 2016 dan 5,3 persen pada tahun 2017, tergantung pada keberhasilan paket reformasi kebijakan dan implementasi program investasi publik yang ambisius.

Beberapa negara dengan perekonomian kecil, seperti Laos, Mongolia dan Papua Nugini, akan terus terkena dampak rendahnya harga komoditas dan melemahnya permintaan eksternal. Pertumbuhan Kamboja akan berada di bawah 7 persen pada periode 2016-18, karena melemahnya harga komoditas pertanian, pembatasan ekspor garmen, dan lemahnya pertumbuhan di sektor pariwisata.

Di negara-negara kepulauan Pasifik, pertumbuhan juga akan melambat.

“Kawasan berkembang di Asia Timur dan Pasifik menghadapi risiko yang lebih besar, termasuk pemulihan yang lebih lambat dari perkiraan di negara-negara berpendapatan tinggi dan perlambatan yang terjadi lebih awal di Tiongkok. Pada saat yang sama, banyak negara menghadapi semakin sempitnya ruang untuk mengubah kebijakan makroekonomi,” kata Sudhir Shetty, Kepala Ekonom Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik.

Pertumbuhan ekonomi global yang lebih lambat dari perkiraan akan melemahkan permintaan dan pertumbuhan di kawasan Asia Timur dan Pasifik, terutama bagi negara-negara pengekspor komoditas. Laporan Bank Dunia menyerukan pentingnya pemantauan kerentanan ekonomi, khususnya yang terkait dengan tingginya utang, deflasi harga dan melambatnya pertumbuhan di Tiongkok, serta tingginya utang sektor swasta dan rumah tangga di beberapa negara besar.

Waspadai bencana alam

Selain itu, kawasan Asia Timur dan Pasifik harus siap menghadapi bencana alam yang memberikan risiko besar bagi negara kepulauan di kawasan Pasifik.

Laporan Bank Dunia juga menekankan pentingnya kebijakan makroekonomi yang hati-hati dan reformasi struktural yang berkelanjutan. Tiongkok disarankan untuk memperkuat disiplin di sektor keuangan, seperti memberikan alokasi kredit yang lebih berdasarkan permintaan pasar; secara bertahap membuka sektor-sektor yang didominasi BUMN untuk memperkuat iklim usaha; dan melanjutkan reformasi sistem registrasi rumah tangga.

Selain itu, ia diingatkan pentingnya mengalihkan belanja pemerintah dari sektor infrastruktur ke layanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, dan juga perlindungan lingkungan hidup.

Secara umum, di kawasan Asia Timur dan Pasifik, perhatian terhadap kebijakan fiskal semakin penting untuk menghadapi kemungkinan guncangan. Hal ini akan membantu perekonomian yang didukung oleh meningkatnya pinjaman pemerintah dan swasta, atau negara-negara yang permintaan luar negerinya didorong oleh lonjakan komoditas.

Dalam jangka panjang, laporan ini mengingatkan pemerintah untuk meningkatkan transparansi dan memperkuat akuntabilitas.

Selain itu, diingatkan untuk mengurangi hambatan perdagangan regional, seperti hambatan non-tarif dan regulasi, termasuk perdagangan jasa. Laporan ini juga menyoroti revolusi digital, yang manfaatnya hanya dapat dimaksimalkan dengan menetapkan instrumen peraturan yang pro-persaingan, dan dengan membantu pekerja menyesuaikan keterampilan mereka dengan tuntutan perekonomian baru.

Pembaruan Asia Timur dan Pasifik atau Perkembangan di Asia Timur dan Pasifik adalah studi komprehensif Bank Dunia untuk kawasan ini. Laporan ini diterbitkan dua kali setahun dan tersedia secara gratis di tautan ini.

Jokowi berangkat ke Eropa untuk membuka pasar ekspor

Pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo gencar menggulirkan paket kebijakan ekonomi yang kini telah mencapai seri XI.

Paket kesebelas ini bertujuan untuk memperkuat sektor riil. Insentif ekonomi dalam paket ini antara lain kredit ekspor, percepatan waktu tunggu bongkar muat barang di pelabuhan (waktu tinggal), terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang kondusif untuk mendorong ekspor dan memperkuat daya saing.

Upaya juga dilakukan untuk memperluas pasar komoditas unggulan Indonesia. Pekan lalu, Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengunjungi Brussels, Belgia untuk mempercepat pembahasan kerja sama ekonomi komprehensif dengan Uni Eropa.

Pekan depan, Jokowi akan mengunjungi empat negara: Inggris, Belgia, Jerman, dan Belanda. Kunjungan tersebut akan berlangsung pada 18-22 April 2016.

Uni Eropa merupakan salah satu mitra dagang Indonesia. UE merupakan mitra Indonesia terbesar keempat di dunia dan dari angka perdagangan bilateral tahun 2015, angka perdagangan Indonesia-UE misalnya mencapai USD 26 miliar.

“Di bidang investasi, nilai investasi pada tahun 2015 sekitar USD 2,26 miliar yang menempatkan Uni Eropa sebagai investor terbesar ketiga di Indonesia,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi pada 11 April.

Sementara di bidang pariwisata, Retno menyebutkan terdapat hampir 1 juta wisatawan Uni Eropa yang berkunjung ke Indonesia per tahunnya. —Rappler.com

Pengeluaran Hongkong