
Penyebaran hotspot terus meningkat
keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Data hotspot BNPB dan KLHK berbeda
JAKARTA, Indonesia – Memasuki musim kemarau, titik api kembali muncul di beberapa wilayah di Indonesia. Bahkan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menemukan titik api bermunculan di wilayah baru.
“Karhutla hingga saat ini hanya terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan, khususnya di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah, namun sejak tahun 2015 kebakaran hutan dan lahan juga banyak terjadi di Papua,” ungkapnya. . Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB dalam siaran persnya, Senin, 7 Agustus.
Hasil analisis penginderaan jauh LAPAN pada 1 Agustus hingga 20 Oktober 2015 menunjukkan luas lahan hutan yang terbakar di Papua mencapai 354.191 hektar. Kebakaran terbanyak terjadi di Kabupaten Merauke dan Mappi.
Tahun ini terdapat 93 titik api di Papua; 92 di antaranya berlokasi di Kabupaten Merauke dan satu lagi di Mamberamo Tengah. Pantauan satelit mengindikasikan kebakaran hutan dan lahan akan kembali terjadi di sana.
Perbedaan data
Namun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MEF) memberikan data berbeda. Satelit Terra/Aqua MODIS hanya menemukan tiga titik api di Kabupaten Merauke.
Saat ditanya perbedaan data tersebut, Kasubdit Hutan dan Lahan serta Pencegahan Kehutanan, KLHK, Sunarno mengatakan, terdapat perbedaan standar konversi antara kedua lembaga tersebut. “Hotspotnya diambil (tingkat kepercayaan) 0-100 persen, kalau kita ambil (tingkat kepercayaan) 80-100 persen,” ujarnya, Selasa, 8 Agustus 2017 di kantor KLHK.
Alhasil, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sendiri tidak memasukkan Papua sebagai titik rawan kebakaran. Perhatian lebih terus diberikan kepada Riau dan Sumatera Selatan, yang kondisinya berpotensi memburuk.
Untuk pencegahan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan patroli terpadu bekerja sama dengan BPBD serta TNI dan Polri di 3 provinsi. Terdapat 65 posko di Riau, 50 posko di Sumatera Selatan, dan 60 posko di Kalimantan Barat. Kegiatan serupa juga akan dilakukan di 8 provinsi.
Sementara daerah rawan kebakaran hutan dan lahan baru, seperti Merauke, mempunyai kendala tersendiri. “Banyaknya hutan dan lahan yang terbakar saat itu sulit dipadamkan karena berada di wilayah yang sulit dijangkau,” ujarnya.
Selain itu, sarana dan prasarana yang ada juga terbatas. Merauke, lanjut Sutopo, bahkan belum memiliki badan penanggulangan bencana daerah sendiri.
Terkait pembatasan tersebut, Sunarno mengatakan pihaknya masih menjalin kerja sama dengan pemerintah setempat untuk melakukan pencegahan. Ya, kami juga akan memperkuat kerja sama, termasuk dengan TNI-Polri, ujarnya sambil terus memikirkan solusi pencegahan.
Pembukaan lahan
Penyebab tingginya angka karhutla tahun ini diperkirakan masih sama, yaitu pembukaan lahan dengan sistem bakar. “Untuk penindakannya, kami ada mulai dari tahap administratif hingga sanksi pidana,” ujarnya.
Sedangkan untuk kasus di Papua, Sunarno masih enggan membeberkan penyebab pastinya. Kasus ini masih diselidiki pihak lembaga.
Sementara itu, BNPB menyebutkan penyebab utama karhutla di Papua adalah perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi perkebunan. “Kegiatan ini dibarengi dengan peningkatan kebakaran hutan dan lahan pada saat pembukaan lahan,” kata Sutopo.
Diakuinya, dampak kebakaran di Papua tidak separah di Sumatera dan Kalimantan yang didominasi lahan gambut. Namun keanekaragaman hayati di negeri cenderawasih patut menjadi perhatian utama.
“Hutan dan keanekaragaman hayati di Papua harus dijaga agar tidak mudah dialihfungsikan untuk penggunaan lain dan tidak dibakar,” ujarnya. Sutopo juga mengingatkan, musim kemarau masih berlangsung dan akan mencapai puncaknya pada September mendatang sehingga tentu saja meningkatkan potensi kebakaran hutan dan lahan. —Rappler.com