• November 26, 2024
Komnas HAM meminta polisi melindungi sasaran dari penuntutan

Komnas HAM meminta polisi melindungi sasaran dari penuntutan

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Tindakan tersebut dipandang sebagai perampasan hak-hak dasar yang disengaja dan kejam

JAKARTA, Indonesia – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencermati laporan penganiayaan yang tersebar di seluruh Indonesia selama 5 bulan terakhir. Mereka menemukan adanya pelanggaran HAM dalam perburuan individu yang dilakukan oleh kelompok masyarakat lain.

Komnas HAM mengecam keras hal tersebut karena setidaknya melanggar hak kebebasan berpendapat atau hak atas keselamatan diri dan melanggar prinsip supremasi hukum, kata Ketua Komnas HAM Nur Kholis, Selasa, 6 Juni 2017. di dalam kantornya. .

Kebebasan berekspresi merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi oleh negara. Ditegaskannya kebebasan tersebut bukannya tidak terbatas, melainkan diatur dengan undang-undang dengan klausul pembatasnya ‘menghargai hak atau nama baik orang lain; melindungi keamanan nasional; atau ketertiban umum atau kesehatan atau moral.’ Indonesia sendiri juga memiliki aturan mengenai pendapat dalam KUHP dan UU ITE.

Perburuan liar dilakukan tanpa landasan hukum, bahkan berujung pada intimidasi bahkan kekerasan, yang bertentangan dengan prinsip kebebasan dan hukum di Indonesia. Tindakan tersebut dapat dilihat sebagai perampasan hak-hak dasar yang disengaja dan melanggar hukum internasional.

Selama ini ajakan berburu nampaknya lebih banyak dilakukan atas nama identitas kelompok tertentu. Komnas HAM mengimbau aparat pemerintah khususnya Polri bertindak tegas dan menegakkan hukum terhadap pelaku dengan menggunakan instrumen hukum yang ada, kata Nur.

Ia pun mengapresiasi kewaspadaan polisi dalam beberapa kasus, seperti yang melibatkan remaja berinisial PMA di Cipinang Muara, Jakarta Timur awal Juni lalu. Aparat segera menangkap dua orang yang diduga melakukan pemukulan terhadap anak berusia 15 tahun ini, dan mengevakuasi korban untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.

Juga keputusan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnvian yang mencopot Kapolda Solok, Sumbar, karena dianggap gagal menangani kasus penindakan di sana. Korbannya, seorang dokter bernama Fiera Lovita, harus meninggalkan rumahnya dan pindah ke Jakarta karena merasa tidak aman.

Pencegahan

Namun penanganan setelah sasaran didekati atau diintimidasi oleh pelaku saja tidak cukup. Polri juga bisa bertindak proaktif untuk melindungi sasaran dan korban, kata Nur.

Pemerintah juga dinilai sudah bertindak tegas untuk mencegah penuntutan berkembang pesat. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Ia meminta masyarakat melaporkan akun-akun yang menyebarkan atau menimbulkan kebencian, penghinaan, atau pencemaran nama baik.

“Di dunia maya juga tidak diperbolehkan, karena dalam UU ITE ada aturan ancaman dan intimidasi terhadap masyarakat yang ditujukan kepada individu tertentu,” ujarnya.

Pelakunya bisa dikenakan pasal 27 ayat 4 UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU ITE No. pidana penjara dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Secara terpisah, koordinator regional SAFENet Indonesia Damar Juniarto mengatakan Kementerian Komunikasi dan Informatika harus mulai memantau akun-akun yang mendorong penuntutan. “Cominfo seharusnya bisa mendeteksinya. “Kami hanya bisa (memantau) kelompok mana yang mencoba membuat kekacauan,” ujarnya.

Akun-akun ini kemudian dapat dinonaktifkan, atau pemiliknya dituntut karena pelanggaran.

Terakhir, masyarakat juga harus lebih bijak dalam menyikapi pesan-pesan yang beredar di media sosial. “Jangan main hakim sendiri jika ada dugaan penghinaan terhadap seseorang atau kelompok,” kata Nur.

Jika unggahan yang disebarkan bersifat ofensif, memfitnah, atau menyinggung individu atau kelompok tertentu, tindakan hukum dapat diambil terhadapnya. Tidak perlu dituntut atau diintimidasi untuk meminta maaf secara paksa.

SAFENet menemukan 59 kasus penganiayaan yang terjadi di seluruh nusantara selama Januari-Mei 2017. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat, terutama setelah dibukanya saluran telepon khusus untuk pelaporan.

“Yang pasti sejak dibukanya hotline tersebut, sudah lebih dari 100 email dan SMS pengaduan yang masuk, namun belum bisa dipilah,” kata Damar kepada Rappler. —Rappler.com

Data Sidney