Komisi Yudisial meminta MA terbuka soal promosi hakim kasus Ahok
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Komisi Yudisial menilai patut curiga semua pihak terhadap promosi tersebut karena dilakukan satu hari setelah sidang pembacaan putusan Ahok.
JAKARTA, Indonesia – Komisi Yudisial meminta Mahkamah Agung lebih transparan dalam menangani kenaikan pangkat 3 hakim kasus Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama. Pembukaan catatan hakim bisa meredam opini publik tentang transaksionalitas pasca hukuman terhadap Ahok.
“Semua orang harus curiga padanya. Sebab, diskresi ketiga hakim tersebut baru diajukan satu hari setelah putusan dibacakan, kata Juru Bicara KY Farid Wadjri saat dihubungi Rappler, Jumat, 12 Mei.
Ketiganya ternyata telah memenuhi syarat kenaikan pangkat formal yang tertuang dalam SK KMA No. 139/KMA/SK/VII/2013.
Ketua Majelis Hakim kasus Ahok, Dwiarso Budi Santiarto diangkat menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar; Hakim Anggota Jupriyadi menjadi ketua Pengadilan Negeri Bandung; sedangkan anggota Hakim Abdul Rosyad menjadi hakim tinggi Pengadilan Tinggi Palu. Keputusan ini dikeluarkan pada Rabu, 10 Mei malam, sehari setelah putusan Ahok dibacakan.
Menurut SK tersebut, untuk menjadi ketua pengadilan tinggi, Anda harus pernah menjabat sebagai Ketua Hakim Muda kelas/kelas IV/d sekurang-kurangnya sebelumnya; tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin sedang atau berat; harus lulus uji kelayakan dan kepatuhan oleh Mahkamah Agung.
Juru Bicara MA Suyadi mengatakan, ketiganya diusung melalui rapat Tim Promosi dan Mutasi (TPM) MA. “TPM dilakukan secara berkala, selalu beberapa kali dalam setahun,” ujarnya, Kamis 11 Mei.
Mutasi atau promosi hakim, lanjutnya, dilakukan untuk mengisi kekosongan di suatu tempat. Misalnya, jika seseorang pensiun atau dipindahkan ke lokasi lain, akan dipilih hakim yang memenuhi persyaratan pengadilan lain.
Staf yang dipilih juga harus memenuhi persyaratan yang berlaku, termasuk pernah bertugas di suatu lokasi minimal 3-5 tahun. Suyadi mengatakan dalam perkara ini ketiga hakim tersebut mungkin sudah memenuhi kriteria.
“Ibarat ketua pengadilan, semua orang di Jakarta ketua pengadilan dipromosikan dan dimutasi, pasti ke pengadilan tinggi. Jika Pak Dwiarso diusung menjadi ketua, dia tidak akan berada di Medan, Makassar, Denpasar. “Tidak secara langsung diperbolehkan di Pulau Jawa,” ujarnya. Promosi dari PN ke PN, lanjutnya, sangat jarang terjadi.
Penilaian Komisi Yudisial
Terkait maraknya spekulasi peradilan yang tidak adil, KY pun membeberkan pengamatannya. Selama persidangan, para komisioner hadir dan memantau di lapangan.
Majelis hakim membuka kesempatan bagi pihak manapun untuk hadir dalam persidangan, termasuk media, kata Farid. Meski polisi menutup pintu, hakim meminta pintu dibuka kembali.
Kesempatan yang sama juga diberikan kepada jaksa penuntut umum dan penasihat hukum. Termasuk ketika tim penasihat hukum menolak bukti tambahan, jaksa dan hakim menyetujuinya. Hakim juga berusaha memeriksa fakta para saksi pelapor, saksi fakta, ahli kedua belah pihak, dan terdakwa.
Namun, KY mengkritisi ketatnya pengamanan selama 22 sidang tersebut. “Harus dievaluasi karena terkesan polisi memberikan keistimewaan kepada terdakwa,” ujarnya. – Rappler.com