Kesepakatan antara Polri dan AFP dalam kasus Jessica merupakan hal yang wajar
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Australia akan bersedia membantu Polri jika ada jaminan tidak ada hukuman mati dalam kasus Jessica.
JAKARTA, Indonesia – Di balik kerja sama Polri dan Kepolisian Federal Australia (AFP) mengusut kasus meninggalnya Wayan Mirna Salihin, terungkap kesepakatan. Menurut harian Australia, Sydney Pagi HeraldNegeri Kanguru meminta jaminan kepada pemerintah Indonesia agar tidak menjatuhkan hukuman mati kepada tersangka Jessica Kumala Wongso.
Kepastian ini diperlukan sebagai syarat untuk mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehakiman Australia, Michael Keenan. Jika sudah mendapat izin dari Keenan, AFP hanya bisa membantu Polri dalam mengungkap dan memberikan informasi terkait Jessica.
Kapolda Metro Jaya Tito Karnavian pekan lalu berangkat ke Negeri Kanguru untuk bertemu dan membicarakan persoalan tersebut dengan Keenan.
“Pemerintah Indonesia telah memberikan jaminan kepada pemerintah Australia bahwa hukuman mati tidak akan dijatuhkan kepada tersangka,” kata juru bicara Keenan.
Saat itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Krishna Murti tak menampik adanya perjanjian tersebut. Krishna mendapat jaminan hukuman mati yang tidak dijatuhkan dari Kejaksaan Agung.
Perlu diketahui juga bahwa hukuman mati merupakan hukuman maksimal dan hanya dijatuhkan kepada pelaku kejahatan luar biasa. “Setelah kepastian dan persetujuan diberikan, kami bekerja sama dengan AFP,” kata Krishna, Minggu, 28 Februari.
Polri membutuhkan informasi mengenai hubungan Jessica dan Mirna selama keduanya kuliah di Billy Blue College of Design di Sydney dan di Swinburne University of Technology di Melbourne. Selain itu, Polri juga ingin mengetahui interaksinya dengan orang lain.
Transaksi biasa
Lantas, apakah ini berarti pemerintah Australia ikut campur tangan dalam proses hukum kasus kematian Mirna? Pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, hal tersebut merupakan kesepakatan yang wajar dan bukan intervensi.
“Yang namanya intervensi adalah kalau Indonesia tidak melakukannya secara sukarela. Namun kenyataannya, Indonesia bersedia. Sebenarnya Indonesia punya pilihan untuk menuruti permintaan Australia atau tidak, kata Hikmahanto yang dihubungi Rappler, Senin malam.
Apa yang dilakukan Negeri Kanguru sama saja dengan ekstradisi. Bedanya, jika ekstradisi menyangkut kepulangan seseorang, sedangkan dalam hal ini akses terhadap informasi diminta.
“Sebenarnya sama saja. “Informasi itu akan saya sampaikan, tapi tersangka tidak dijatuhi hukuman mati,” kata Hikmahanto.
Ia mengatakan permintaan Australia merupakan hal yang lumrah di antara negara-negara yang menentang hukuman mati.
“Ya, Indonesia bisa menolak permintaan tersebut, tapi tidak bisa bekerja sama dengan pemerintah Australia,” kata Hikmahanto.
Sementara saat dikonfirmasi soal pernyataannya Minggu kemarin, Krisna memilih enggan berkomentar banyak.
“Bagaimana Polda bisa menjamin? Pemerintahlah yang menjamin,” katanya di Polda Metro Jaya, Senin lalu.
Permintaan Australia untuk tidak menghukum mati tersangka Jessica konsisten dengan aturan tertulis mengenai bantuan yang diberikan antar polisi dalam hal hukuman mati. Bahkan, dalam pedoman tersebut, AFP diminta berhati-hati dalam memberikan informasi, jika bukti dan informasi tersebut bisa berimplikasi pada hukuman mati.
Pedoman tersebut juga menyatakan bahwa persetujuan dari tingkat menteri diperlukan jika seorang tersangka telah ditangkap atau didakwa dengan kemungkinan hukuman mati. – dengan pelaporan oleh Santi Dewi/Rappler.com
BACA JUGA: