Apa saja syarat untuk menjadi seorang khatib?
keren989
- 0
MUI Jabar menyatakan ada 3 syarat utama: Pendalaman ilmu agama, penguasaan teknik ceramah dan keteladanan yang baik.
BANDUNG, Indonesia — Menjadi seorang ustadz atau pendakwah sebenarnya tidak mudah. Sebagai orang yang menyampaikan kebaikan dan kebenaran kepada umat, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Rafani Achyar, Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat, mengatakan, setidaknya ada 3 syarat utama yang harus dipenuhi seseorang untuk disebut ustadz atau khatib atau da’i atau khatib,
“Pertama, tafaqquh fiddin (eksplorasi ilmu agama yang memadai),” kata Rafani, Senin, 7 Agustus saat dihubungi Rappler.
Sedangkan yang kedua, lanjut Rafani, memahami ilmu komunikasi.
“Menguasai teknik ceramah, teknik berbicara. “Jadi kuasai teori komunikasi dengan baik, agar pesan yang disampaikan bisa tepat sasaran,” jelasnya.
Menurut Rafani, yang terpenting adalah khatib harus mampu memberikan keteladanan atau teladan yang baik, sesuai dengan apa yang disampaikannya.
Jadi kalau seorang pembicara saja tidak bisa memberi contoh, maka dia tidak akan menjadi teladan, kata Rafani.
“Pesan dakwah pun tidak tersampaikan, tidak efektif karena khalayak di sana tidak mau mendapatkan nasehat atau tausiah hanya secara lisan, tapi juga dalam tindakan.
MUI sebagai lembaga, lanjut Rafani, berpesan kepada para khatib atau khatib untuk selalu mengedepankan tidak apa-apa Dan Qudwah atau teladan yang patut dicontoh, seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.
Untuk memenuhi syarat tersebut, kata Rafani, para khatib harus mengikuti pelatihan yang biasa diadakan ormas Islam, seperti pelatihan dakwah dan sosialisasi dakwah yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah.
Komisi Dakwah MUI Jabar, kata Rafani, juga memiliki program pelatihan serupa yang mengajarkan pemahaman agama, teknik komunikasi, dan keteladanan.
Pelatihan seperti ini, kata Rafani, juga untuk menghindari munculnya karbitan ustadz. Menurutnya, fenomena ustadz karbitan bisa dikatakan marak belakangan ini. MUI Jabar, lanjutnya, sudah beberapa waktu memantau fenomena tersebut.
“Memang benar kelemahan kita saat ini diakui, maraknya fenomena ustadz karbitan. Ciri-ciri Ustadz Karbitan tafaqquh fiddinLemah, lalu hampir tidak ada contoh bagi masyarakat, kata Rafani.
“Akhirnya dakwahnya hanya sekedar hiburan, humor, lawakan. Lantas jika ceramah keagamaan penuh dengan candaan, apa yang akan diterima oleh penontonnya? Tidak ada.”
Selain itu, Rafani melihat banyak pendakwah yang tampil di televisi hanya mementingkan penampilan, baik itu pakaian, gaya, atau penampilan. Terkadang ia juga memperhatikan banyak ustadz di televisi yang tidak memiliki ilmu agama yang mendalam.
“Ibarat menyampaikan pesan-pesan yang hanya hasil hafalan dari mana asalnya, tanpa pemahaman yang mendalam berarti kering. tafaqquh fiddinmiliknya,” katanya.
Sebenarnya, kata Rafani, sertifikasi khatib sempat dibicarakan beberapa waktu lalu. Wacana ini muncul menanggapi fenomena karbitan ustadz. Sayangnya wacana tersebut tidak terwujud karena muncul kontroversi di masyarakat.
Padahal tujuan kami adalah mengembalikan aktivitas dakwah secara proporsional, sehingga pesan yang disampaikan para dai efektif, kata Rafani.
“Ada istilahnya dari gunung qaulan baligho, ucapnya dengan kata-kata dewasa. Ketika pesan mencapai kematangan, pesan itu kemudian meninggalkan bekas. Karena bekas luka dan dalam, hal itu akan menjadi kenyataan dalam hidupnya. Jadi inilah sasaran dakwah sebenarnya.”
Menurut Rafani, untuk menyaring ustadz karbitan seperti itu, sebaiknya masyarakat mengubah pola pikirnya dengan mendengarkan ceramah para dai yang lebih mementingkan isi dan isi daripada bumbu-bumbu berupa hiburan, lawakan, dan penampilan. —Rappler.com