• November 28, 2024
Komnas HAM mengkritik penerapan Qanun Jinayat

Komnas HAM mengkritik penerapan Qanun Jinayat

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Mereka mendesak moratorium penerapan qanun

JAKARTA, Indonesia – Pencambukan terhadap dua pria homoseksual di Aceh menjadi tanda perlunya evaluasi terhadap Qanun Jinayat. Penerapan yang terjadi selama ini dinilai bertentangan dengan semangat Hak Asasi Manusia (HAM) yang dianut Indonesia.

Penegakan undang-undang ini kembali menjadi pusat perhatian ketika beberapa pria homoseksual dinyatakan bersalah karena melanggarnya melewati berdasarkan Pasal 63 ayat 1 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. “Penangkapan dan hukuman cambuk di atas bertentangan dengan pasal-pasal dalam UUD 1945, UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU Nomor 5 Tahun 1998,” kata Muhammad Nurkhoiron, Pelapor Khusus Bidang Pemenuhan Kelompok Minoritas, dalam siaran persnya. Selasa. , 23 Mei 2017.

Indonesia meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998. Kasus pidana MT dan MH melanggar hak privasi, hak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia.

Putusan pengadilan syariah ini juga bertentangan dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa negara harus mencegah perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia. Penerapan hukuman cambuk yang dilakukan di muka umum dan diiringi sorakan penonton jelas bertentangan dengan konvensi tersebut.

Berdasarkan UUD 1945, setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif. Komnas HAM menilai undang-undang ini berlaku untuk orientasi seksual atau identitas gender apa pun.

Adapun hak privasi tercantum dalam Pasal 28 huruf g UUD 1945 dan Pasal 17 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik. Diakui Nurkhoiron, hak privasi tidak bersifat mutlak, namun kasus ini berdampak pada aspek paling intim dalam kehidupan pribadi dua orang dewasa.

Oleh karena itu, hal ini dipandang sebagai intervensi yang keterlaluan dan melanggar hak privasi mereka, kata Nurkhoiron. Dapat disimpulkan bahwa hukum qanun yang berlaku tidak sesuai dengan semangat hak asasi manusia.

Berdasarkan fakta tersebut, Komnas HAM merekomendasikan agar pemerintah meninjau kembali penerapan Qanun agar sejalan dengan nilai-nilai HAM yang tercermin dalam UUD 1945. Sementara itu, Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam didesak untuk melakukan moratorium. tentang pelaksanaan undang-undang ini.

“Pemerintah Provinsi Aceh juga diminta melakukan upaya adopsi nilai-nilai HAM dalam kebijakan dan implementasinya,” kata Nurkhoiron.

Dalam pelaksanaannya, Qanun Jinayat oleh Pengadilan Syariah di Aceh memakan banyak korban. Selama tahun 2016, sekitar 180 orang dijatuhi hukuman cambuk, dengan proses peradilan yang akuntabilitasnya dipertanyakan.

Para korban ini juga tidak mendapatkan akses terhadap advokasi atau bantuan. Seringkali Wilyatul Hisbah atau polisi syariah juga memblokir akses jika korban mencari atau ditawari bantuan. —Rappler.com

situs judi bola online