• November 26, 2024
Tiga kota paling intoleransi di Indonesia

Tiga kota paling intoleransi di Indonesia

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Bahkan Jakarta, jantungnya Indonesia, tidak luput dari cengkeraman orang-orang fanatik

JAKARTA, Indonesia – Selain kasus korupsi, kesenjangan sosial, dan lemahnya penegakan hukum, permasalahan serius lainnya yang masih dihadapi bangsa ini adalah intoleransi.

Wajah intoleransi terlihat dari masih bertahannya kelompok-kelompok yang kerap memonopoli kebenaran, memaksakan kehendak, mendiskriminasi kelompok minoritas, bahkan mempersulit pendirian tempat ibadah.

Di Depok, misalnya, jemaah Ahmadiyah harus menyaksikan masjid mereka disegel. Sementara itu, ratusan warga Syiah di Sampang, Madura, terusir dari kampung halamannya.

Hingga kini, setelah bertahun-tahun, mereka masih bersembunyi di Sidoarjo. Rencana pemerintah daerah untuk memulangkan mereka masih sebatas rencana. Rekonsiliasi yang diusung pemerintah pusat hanyalah pesan kosong belaka.

Ketidaktegasan pemerintah dan sikap masyarakat yang masih alergi terhadap perbedaan bisa menjadi pemicu utama terjadinya intoleransi. Padahal negara ini mempunyai semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Ironisnya lagi, sikap fanatik tidak hanya tumbuh di satu daerah saja, tapi juga di daerah lain. Bahkan Jakarta, jantungnya Indonesia, tidak luput dari cengkeraman orang-orang fanatik.

Lembaga survei Populi Center pernah merilis data yang menunjukkan hal tersebut 71 persen penduduk Jakarta berpendapat bahwa intoleransi sudah merajalela di kota mereka tingkat mengkhawatirkan.

Nah, dalam rangka memperingati Hari Toleransi Internasional yang jatuh hari ini, berikut kami hadirkan tiga kota intoleran menurut Setara Institute:

bogor

Bogor pernah didaulat menjadi kota paling intoleran di Indonesia. ‘Gelar’ ini dianugerahkan pada bulan November 2015 oleh Setara Institute.

Beberapa indikasi intoleransi di kota hujan itu antara lain pelarangan ibadah di Gereja Yasmin dan pelarangan perayaan Asyuro bagi warga Syiah oleh Wali Kota Bogor.

Bahkan, Setara Institute pada awal November tahun ini juga mendeklarasikan Bogor menjadi inkubator radikalisme.

Yang lebih mengejutkan lagi, menurut Setara Institute, Sebanyak 46 persen warga Kota Bogor setuju dengan gagasan khilafah.

bekasi

Selain Bogor, kota intoleran lainnya adalah Bekasi. Setara Institute menempatkan Bekasi bersama dengan Bogor sebagai kota paling intoleransi. Tentu saja bukan tanpa alasan.

Adanya ketegangan antara masyarakat mayoritas dan minoritas di kota menjadi salah satu penyebabnya. Selain itu, penolakan pembangunan tempat ibadah juga menjadi alasan lainnya.

Misalnya saja pada 7 Maret 2016, lebih dari 1.000 orang dari berbagai organisasi Islam melakukan protes terhadap pembangunan Gereja Santa Clara di Bekasi Utara.

Masalah lainnya adalah kegagalan St. Gereja Katolik Stanislaus Kostka Kranggan, Kota Bekasi, untuk mendapatkan IMB setelah izin mendirikan bangunannya dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung.

Jakarta

Sebagai ibu kota, Jakarta dihuni oleh warga yang datang dari berbagai daerah. Hampir semua suku tinggal di kota ini. Hal ini harus menyadarkan warga Jakarta akan keberagaman. Namun survei yang dilakukan Setara Institute justru menunjukkan hal sebaliknya.

Jakarta, menurut survei yang dilakukan pada tahun 2016, masuk dalam 10 kota paling intoleransi di Indonesia. Setara Institute mencatat setidaknya ada Sebanyak 31 kasus intoleransi terjadi sepanjang tahun 2016 di Jakarta.

“Cukup mengejutkan mengingat Jakarta tidak pernah masuk dalam lima besar kota dengan tingkat intoleransi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir,” kata Bonar Tigor, wakil ketua Setara Institute.

Aksi massa pada tanggal 4 November dan 2 Desember tahun lalu yang dipimpin oleh organisasi massa Islam yang menuntut tindakan hukum terhadap gubernur nonaktif Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama mencerminkan tingginya tingkat intoleransi di ibu kota.

—Rappler.com

Singapore Prize