Pasca Bom Sarinah, Keluarkan Perppu atau Revisi UU Terorisme?
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Jika serius, peninjauan UU Terorisme bisa selesai dalam 2-3 hari
JAKARTA, Indonesia — Perppu atau revisi UU Terorisme? Pertanyaan tersebut mengemuka pasca terjadi ledakan pada 14 Januari di kawasan Sarinah, Jakarta.
Ada dorongan bagi DPR RI untuk mengesahkan UU No. 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.
Di sisi lain, DPR RI juga meminta Presiden Joko “Jokowi” Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). berkaitan dengan masalah terorisme, dengan memperhatikan revisi Undang-Undang Terorisme belum terdaftar dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). 2016.
Meski demikian, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan tidak akan menjual Perppu tersebut jika revisi UU Terorisme bisa selesai dalam waktu singkat.
“Menurut saya, Perppu tersebut tidak boleh langsung dijual untuk hal-hal yang sangat diperlukan,” kata Tjahjo kepada wartawan sebelum menghadiri rapat konsultasi antara pemerintah dan pimpinan lembaga negara untuk membahas masalah tersebut di Istana Negara. , Selasa 19 Januari.
“Karena ada sejumlah pasal kecil yang harus diubah dari revisi UU Terorisme. “Kalau mau serius, pengerjaannya 2-3 hari,” kata Tjahjo.
Salah satu poin penting dalam UU Terorisme yang akan direvisi adalah penambahan kewenangan pihak berwenang, khususnya Badan Intelijen Negara (BIN), untuk menahan dan menangkap terduga teroris sebagai upaya preventif.
Sebelumnya, Kepala BIN Sutiyoso dalam jumpa pers pekan lalu mengatakan, pihaknya sudah menginformasikan akan ada pengeboman pada 9 Januari, namun beralasan ia tak bisa bertindak karena di luar kewenangannya.
Menurut Sutiyoso, BIN hanya bisa memberikan informasi, namun tidak bisa menangkap terduga pelaku.
“Informasi terakhir akan ada penyerangan pada tanggal 9, namun tidak terjadi. “Mereka bisa mengubahnya ke tanggal 14. Ini sinyal yang bisa saya sampaikan kepada media,” kata Sutiyoso pada 15 Januari.
“Kami hanya bisa memberikan informasi,” ujarnya.
Hal itu juga dibenarkan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung hari ini. Dia mengakui Pemerintah sejak awal mengetahui akan adanya aksi terorisme yang mereka sebut dengan “konser” di Jakarta.
Namun karena masalah kewenangan atau payung hukum, tidak ada tindakan yang bisa diambil.
Beberapa saat setelah menerima informasi tersebut, Bagian Khusus 88 (Densus) 88 Mabes Polri menangkap 19 orang yang terbukti terlibat besar dalam perencanaan penyerangan.
Puncaknya terjadi saat aksi bom Sarinah terjadi. “Hal ini menunjukkan ada hal-hal yang perlu disempurnakan dan diperbaiki, terutama tindakan preventif dan kedua, tindakan terkait deradikalisasi,” kata Pramono.
Ia menambahkan, sejauh ini Polri telah menangkap 14 orang lain yang diduga terlibat jaringan teror sejak bom Sarinah.
Rapat konsultasi ini dihadiri oleh pimpinan lembaga tinggi negara seperti Ketua DPR RI Ade Komarudin, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang, Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat, Ketua DPD RI Irman Gusman, dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (SAA) Harry Azhar Aziz.
Sejumlah menteri kabinet kerja yang hadir adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan; Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani; dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.—Rappler.com
BACA JUGA: