• November 26, 2024

Drama penangkapan Setya Novanto berakhir dengan kegagalan

JAKARTA, Indonesia – Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangkap Setya Novanto pada Rabu malam, 15 November, gagal. Sebab, Ketua DPR yang dicari tidak ditemukan di kediamannya di Jalan Wijaya III, Kebayoran Baru nomor 19, Jakarta Selatan.

Sejumlah penyidik ​​KPK mendatangi kediaman Setya dengan membawa surat perintah penangkapan yang dikeluarkan Rabu pekan lalu. Ketua Umum Partai Golkar itu dinilai sudah keterlaluan setelah sembilan kali tak memenuhi panggilan KPK untuk mengusut kasus dugaan korupsi KTP elektronik.

Bahkan, kini ada tanda-tanda Setya ingin menghindari KPK dengan berbagai argumentasi dan alasan. Terbaru, pihak Setya meminta KPK meminta izin kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelum melakukan penyidikan. Sementara itu, Jokowi dari Manado menanggapinya dengan kalimat ambigu.

Mantan Gubernur DKI ini meminta aparat penegak hukum mengkaji undang-undang yang berlaku terkait penyidikan anggota DPR. Jika memungkinkan, KPK akan diberi lampu hijau untuk mengusut Setya.

Namun Setya menggunakan alasan lain yakni menunggu gugatannya terhadap UU KPK diselesaikan di Mahkamah Konstitusi. Sayangnya, semua argumen ini tidak lagi berhasil. Kesabaran KPK sudah habis.

“Kami sampaikan, KPK telah melakukan beberapa upaya persuasif sesuai aturan hukum yang berlaku untuk memanggil orang baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka. “Saudara SN sudah kami panggil sebanyak tiga kali sebagai saksi tersangka ASS, namun ketiganya tidak datang meski sudah diberitahu ketidakhadirannya,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Kamis dini hari. , 16 November.

Dia menjelaskan, alasan hak imunitas dan izin presiden yang digunakan Setya sudah tidak relevan lagi. Rabu lalu, lembaga antirasuah masih menunggu sikap kooperatif Setya saat surat panggilan pertama dikeluarkan setelah ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Ia kembali mangkir dan memilih membuka sidang paripurna di DPR.

Karena perlu adanya penyidikan dan faktor-faktor yang disebutkan tadi, maka KPK telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap SN dalam proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi KTP elektronik, ujarnya lagi.

Namun, saat penyidik ​​KPK tiba di rumah Setya, mereka dilarang masuk. Pengacara Setya, Fredrich Yunadi, juga terlihat mondar-mandir di dalam rumah dengan membawa berbagai dokumen. Setelah menunggu beberapa waktu, penyidik ​​KPK diperbolehkan masuk dan menjelaskan maksud kedatangannya.

Dari luar rumah, terjadi perbincangan meriah antara penyidik ​​KPK Fredrich dan keluarga Setya. Mereka mengaku belum mengetahui keberadaan Setya, meski sore harinya masih berada di gedung DPR.

Lalu di mana Setya, apakah dia melarikan diri? Febri menjelaskan, hingga saat ini pihaknya belum mencapai kesimpulan. Ia pun mengimbau Setya mau kooperatif dengan menyerahkan diri ke KPK.

“Jadi, sekali lagi kami imbau agar belum terlambat untuk menyerahkan diri kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Sikap kooperatif akan jauh lebih baik untuk menangani masalah ini atau bagi yang bersangkutan. “Jika ada keberatan yang ingin disampaikan, silakan disampaikan langsung ke tim penyidik ​​Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujarnya.

Mantan pegiat antikorupsi itu menjelaskan, upaya penangkapan Setya sesuai ketentuan KUHAP Pasal 21. Setya, kata Febri, diduga kuat melakukan tindak pidana.

Artinya, dalam proses pengurusan KTP elektronik, kami sudah memiliki bukti yang kuat. “Jadi, ketika kita naikkan status ke penyidikan, kita punya bukti awal yang cukup atau minimal dua alat bukti,” tegasnya.

Alasan Setya tak kooperatif diduga karena bisa langsung ditahan KPK. Selain itu, lembaga antirasuah itu mengaku punya banyak bukti yang menunjukkan Setya terlibat aksi korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun. Febri tak menampik kemungkinan Setya bisa ditahan.

Namun semua tergantung analisis penyidik ​​yang mempunyai batas waktu 1×24 jam untuk menentukan hak asuh, ujarnya.

Siap menerbitkan surat DPO

Karena Setya hingga saat ini belum ditemukan dan tidak ada itikad baik, Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) mengancam akan memasukkan nama Ketua Umum Partai Golkar itu ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). KPK siap bekerja sama dengan Polri untuk menerbitkan surat DPO tersebut.

“Kami masih berkoordinasi (terkait penerbitan surat DPO). Namun, saya rasa kami tidak bisa menyampaikan lebih dari apa yang saya sampaikan tadi pagi. “Karena masih perlu adanya koordinasi antar lembaga,” ujarnya.

Namun sebelum mencapai titik itu, KPK masih berharap Setya mau kooperatif dengan memenuhi panggilan lembaga antirasuah.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menilai Setya tidak mungkin bisa kabur ke luar negeri, sebab status larangan tersebut berlaku hingga April 2018. Larangan keluar negeri kini digugat Setya.

Rapat MKD segera

Sementara itu, informasi adanya upaya penangkapan Setya sempat menghebohkan berbagai pihak. Tak terkecuali rekan Setya di DPR.

Untuk itu, Majelis Kehormatan Dewan (MKD) akan menggelar rapat pimpinan dan rapat paripurna untuk menyikapi perkembangan kasus dugaan korupsi KTP Elektronik.

“Dalam konteks itu, saya kira MKD akan menyikapi perkembangan kasus SN. Besok (hari ini) kami akan mengagendakan rapat dan rapat paripurna MKD, kata Wakil Ketua MKD Syarifudin Suddin, seperti dikutip media.

Ia mengaku belum bisa menyimpulkan apakah Setya tidak aktif karena hingga saat ini belum diketahui keberadaannya. Pergantian Ketua DPR, kata Syarifudin, bergantung pada Fraksi Golkar, partai yang menaungi Setya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). – Rappler.com

slot online pragmatic