• September 24, 2024
Profil 5 Tokoh Nasional yang mendapat gelar Pahlawan tahun ini

Profil 5 Tokoh Nasional yang mendapat gelar Pahlawan tahun ini

JAKARTA, Indonesia — Bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional, Presiden Joko “Jokowi” Widodo menganugerahkan gelar pahlawan kepada lima tokoh bangsa pada Selasa, 10 November.

“Saya atas nama negara mengucapkan terima kasih kepada ahli waris atas jasa dan pengorbanan Kusuma negara untuk Indonesia,” kata Jokowi saat memberikan sambutan pada Upacara Hari Pahlawan di Lapangan Tugu Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, Selasa.

Siapa mereka? Ini profilnya:

Bernard Wilhelm Lapian dari Sulawesi Utara

Bernard lahir di Kawangkoan, Minahasa, Sulawesi Utara, pada tanggal 30 Juni 1892. Ia merupakan pejuang masa penjajahan Belanda hingga pendudukan Jepang dan kemerdekaan.

Bernard memberontak melawan pemerintah Hindia Belanda dengan membentuk aliansi gerejanya sendiri yang disebut Persatuan Gereja Protestan Minahasa pada tahun 1933 untuk menghindari komunitas gereja Kristen yang dibentuk secara kolonial bernama Indische Kerk.

Ia berada di medan perang sebagai pemimpin sipil pada Peristiwa Merah Putih, 14 Februari 1946 di Manado.

Bersama Front Pemuda Nasional Indonesia (BPNI) dan Tentara Kerajaan Hindia Timur Belanda (KNIL), ia berhasil melucuti senjata pasukan Belanda dan membebaskan para petinggi KNIL yang ditangkap sebelumnya.

Pengibaran bendera Merah Putih di seluruh Sulawesi, khususnya di wilayah Minahasa dan Manado, dinilai mewarnai semangat juang mereka hingga dikenal dengan Peristiwa Merah Putih di Manado.

Ia kemudian dipercaya menjabat sebagai Gubernur Sulawesi pada tahun 1950-1951.

Mas Isman dari Jawa Timur

Pak Isman dikenal sebagai pendiri Kesatuan Organisasi Gotong Royong Multiguna (Kosgoro). Dia mendirikan organisasi mahasiswa bersenjata pada tanggal 30 Agustus 1945 berdasarkan gagasan bahwa mahasiswa harus berjuang mengangkat senjata melawan penjajah.

Pada tanggal 22 September 1945, pasukan pelajar dilantik oleh Sungkono di sekolah Darmo-49 Surabaya dan Mas Isman sebagai komandannya.

Perjuangan prajurit pelajar ini dimulai pada tanggal 9 November 1945 dengan deklarasi “Soempah Keboelatan Tekad” untuk mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara Indonesia.

Mas Isman yang lahir pada 12 Desember 1924 dan meninggal pada 12 Desember 1982 ini memiliki enam orang anak yaitu Edi Isman, Hayono Isman, Hayani Isman, Maulana Isman, Ananda Isman dan Ininda Isman.

Riwayat kiprahnya antara lain penggagas dan komandan BKR/TKR Mahasiswa Surabaya (1945-1946), penggagas dan komandan TRIP Jawa Timur (1946-1950), penggagas dan penggerak “Pertahanan Rakyat” (1946-1950), pendiri KOSGORO (1957), Delegasi Indonesia untuk PBB (1958), Kepala Perwakilan RI di Rangoon (1959-1960), Duta Besar untuk Thailand (1960-1964), Duta Besar RI untuk Mesir (1964-1968), Asisten VI Panglima TNI (1978-1982), Anggota DPR/MPR RI (1978-1982).

Komisaris Jenderal Mohammad Jasin dari Jawa Timur

Setelah Indonesia merdeka, Jasin terlibat aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Misalnya, ia ikut serta dalam proklamasi Polisi Khusus menjadi Kepolisian Republik Indonesia.

Dengan proklamasi tersebut, ia berhasil menghilangkan keterikatan Polisi Khusus terhadap Jepang dan mengubah status polisi tersebut dari polisi kolonial menjadi polisi negara yang merdeka.

sosok Jasin Juga tidak lepas dari keterkaitannya dengan Brigade Mobil (Mobbrig) yang kemudian berubah nama menjadi Brigade Mobil (Brimob). Ia juga diangkat menjadi Komandan Brimob Besar MBB Jatim serta koordinator Mobbrig di seluruh residen Jatim.

Tak hanya itu, selain turut serta di lingkungan kepolisian, Jasin diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (SAC), anggota MPRS dan MPR. Ia juga ditunjuk sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Indonesia untuk Tanzania.

I Gusti Ngurah menjadikan Agung Bali

Raja di Puri Agung Denpasar merupakan sosok yang tak henti-hentinya membela kebenaran ketika Belanda hendak membohonginya.

Catatan perjuangannya bermula dari Sri Komala, nama kapal dagang Belanda. Saat itu, 27 Mei 1904, Sri Komala jatuh ke laut sebelah timur Pantai Kerajaan Badung sehingga memicu Perang Bubutan Badung.

Pada masa perang Bubutan Badung melawan Belanda, Raja Badung berusaha semaksimal mungkin.

Hingga tanggal 20 September 1906, inilah masa paling kritis yang terjadi pada masa itu. Pasukan Belanda mulai mendekat, dan Raja I Gusti Ngurah Made Agung pun mengetahui kedatangan Belanda.

Pengikut setia raja yang berjumlah sekitar 250 orang pun siap berperang. Masing-masing laki-laki dan perempuan memegang keris dan tombak.

Dengan wajah yang tegang dan sakti, rombongan pengikut raja yang saat itu sedang menghadapi Belanda diminta berhenti, namun rombongan tersebut malah semakin mendekat, dan semakin mendekat.

Akhirnya pada jarak sekitar 70 meter, tembakan Belanda mengenai I Gusti Ngurah Made Agung yang memimpin rombongan.

Dia juga tewas dalam perang heroik ini.

Ki Bagus Hadikusuma dari Yogyakarta

Inilah pahlawan perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia Lahir di Desa Kauman, Yogyakarta. Ia merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari Raden Haji Lurah Hasyim, seorang abdi agama Islam kulit putih di Keraton Yogyakarta.

Seperti keluarga santri kebanyakan, Ki Bagus mulai mendapat pelajaran agama dari orang tuanya dan berbagai Kiai di Kauman.

Ia merupakan tokoh Muhammadiyah yang berperan besar dalam penyusunan Muqadimah UUD 1945, karena ia pernah menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Peran Ki Bagus sangat besar dalam perumusan Pembukaan UUD 1945 dengan memberikan landasan ketuhanan, kemanusiaan, peradaban dan keadilan.

Pokok-pokok pemikiran dengan memberikan landasan disetujui oleh seluruh anggota PPKI.

Prinsip-prinsip pemikiran Ahmad Dahlan berhasil ia rumuskan sedemikian rupa sehingga mampu menginspirasi dan mengarahkan gerak dan perjuangan Muhammadiyah. Prinsip-prinsip itulah yang sebenarnya menjadi Muqadimah konstitusi Muhammadiyah.

Kekecewaannya kembali ia ungkapkan saat menyampaikan pidato di hadapan sidang BPUPKI atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Ki Bagus Hadikusumo menjabat Ketua Majelis Pimpinan Muhammadiyah selama 11 tahun (1942-1953) dan meninggal pada usia 64 tahun. —Rappler.com

BACA JUGA:

Sidney siang ini