IDI meminta aparat mengusut kekerasan terhadap dokter di Sampang
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
IDI Jatim kurang puas dengan hasil mediasi yang menganggap kekerasan terhadap tenaga medis adalah hal biasa
SURABAYA, Indonesia – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan keluarga pasien terhadap seorang dokter wanita di RSUD Sampang, Madura.
Poernomo Budi, Ketua Umum IDI Jawa Timur, meminta penegak hukum segera mengusut masalah tersebut dan memproses secara hukum jika ada indikasi pelanggaran.
Tujuannya agar hal serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari, kata Poernomo saat memberikan siaran pers kepada awak media di Surabaya, Jumat, 3 November 2017.
Kasus dugaan kekerasan terhadap dokter yang dilakukan keluarga pasien terjadi pada 22 Oktober di RSUD Sampang. Saat itu, dokter berinisial S sedang merawat pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat (UGD). Seperti biasa, sebelum memberikan tindakan medis, S mewawancarai pasien untuk mengetahui keluhan apa yang dirasakannya serta rekam medis sebelum melakukan tindakan medis.
Namun saat dilakukan anamnesa atau wawancara, salah satu keluarga pasien, Abdullah Hidayat, sudah tidak sabar. Dokter S yang memberikan pelayanan dinilai terlalu panjang dan bertele-tele. Sementara itu, ayahnya yang menderita batu ginjal sedang kesakitan dan sangat membutuhkan pertolongan.
Abdullah kemudian mengadu ke Dokter S karena menurutnya terlalu lama dalam memberikan pelayanan. Dokter S menjawab, jika dia tidak puas dengan pelayanan yang diberikan, dia akan memanggil dokter lain. Tak lama kemudian, kekerasan pun terjadi.
Akibat kekerasan tersebut, dokter S saat ini mengalami trauma fisik dan psikis, kata Poernomo.
Saat kejadian, Dokter S sedang hamil 12 minggu.
Poernomo mengatakan, standar dalam dunia medis dalam melakukan anamnesis adalah tidak ada batasan waktu berapa lama sebaiknya dilakukan anamnesis. Karena menyangkut sikap kehati-hatian dokter sebelum memberikan tindakan medis. Katanya, lebih baik memakan waktu sedikit lebih lama dibandingkan cepat namun akhirnya memberikan penanganan medis yang salah.
“Apalagi pasien ini tidak masuk IGD dalam kondisi kritis. “Kita masih bisa diajak berdialog,” ujarnya.
Begitu pula dengan akses keluarga ke IGD. Berbeda dengan ruang operasi yang harus steril dari orang yang tidak berkepentingan, keluarga pasien dalam jumlah tertentu diperbolehkan mendampingi pasien. Tujuannya agar keluarga mengetahui tindakan medis yang dilakukan dokter.
Oleh karena itu, kami meminta jaminan keamanan kepada manajemen RSUD Sampang, Pemkab Sampang, dan Pemprov Jatim, kata Poernomo.
Poernomo mengatakan, tiga hari lalu telah terjadi mediasi antara Abdullah Hidayat yang juga Ketua Ikatan Kepala Desa Sampang dengan Bupati Sampang, Dinas Kesehatan Sampang, dan pengurus IDI Jatim. Meski sudah ada mediasi, Poernomo tetap meminta penegak hukum mengusut kasus ini.
“Hasil mediasinya juga sama. Kekerasan dianggap biasa. Kami tidak menginginkan itu. Apalagi, kasus serupa pernah terjadi di Bengkulu sebelumnya. “Dokter harus menjadi korban kekerasan masyarakat,” ujarnya.
Katanya, tindakan dokter S yang menawarkan keluarganya untuk berobat ke dokter lain karena tidak puas dengan pelayanannya sudah tepat. Sedangkan jika ada dokter yang melakukan malpraktik, bisa juga dilaporkan ke polisi.
“Dokter tidak kebal hukum. Silakan laporkan jika Anda tidak puas atau jika ada pelanggaran. Tapi jangan melakukan kekerasan,” ujarnya. – Rappler.com