Setelah Ahok, pasal penodaan agama mengancam korban lainnya
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Seorang dokter di Balikpapan, Kalimantan Timur, diancam dengan pasal karet tersebut.
JAKARTA, Indonesia – Korban pasal penodaan agama terus berjatuhan. Setelah Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama yang sebelumnya nonaktif, kini giliran seorang dokter di Balikpapan, Kalimantan Timur yang terekam dalam artikel ini.
Nama dokternya adalah Otto Rajasa. Ia dilaporkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Balikpapan usai mengunggah status kritik terhadap Aksi Bela Islam 212 di akun Facebook miliknya pada akhir tahun lalu. Seperti halnya kasus Ahok, persidangan Otto pun tak lepas dari tekanan massa.
Ebin Marwi, Koordinator Gusdurian Balikpapan, menilai kasus yang menimpa Otta Rajasa mencerminkan sikap intoleransi. “Sulit menerima perbedaan pandangan dalam satu agama dan sulit berdialog untuk menemukan titik temu,” kata Ebin Marwi saat dihubungi Rappler, Selasa 23 Mei 2017.
Ia juga menyayangkan pihak-pihak yang terus menempuh jalur hukum terhadap Otto dan tidak mau menerima solusi damai.
Otto memulai persidangannya pada Rabu, 1 Mei di Pengadilan Negeri Balikpapan. Sedangkan sidang kedua baru berlangsung kemarin. Ebin yang mendampinginya selama proses hukum melihat banyak anggota ormas Islam yang memantau jalannya persidangan.
Beberapa di antaranya adalah Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). “Bukan organisasinya, hanya individunya,” ujarnya.
Ia berharap majelis hakim PN Balikpapan bisa menjaga independensinya dan tidak menyerah pada tekanan politik massa yang mengatasnamakan agama. Masyarakat setempat juga diminta menghormati sistem peradilan dengan tidak mengerahkan massa dalam jumlah besar.
Untungnya, kasus Otto tidak ditandai dengan mobilisasi gerakan secara besar-besaran seperti yang terjadi pada kasus Ahok di Jakarta. “Tidak ada protes, yang ada hanya tekanan massa. “Saya melihat bagaimana FPI masuk ke ruang sidang, dan juga di ruang Ketua PN (Balikpapan),” kata Ebin.
Menurutnya, kasus ini semakin menunjukkan perlunya revisi bahkan pencabutan pasal 156 a KUHP. Gagasan awal yang luhur, yakni semua agama tidak boleh menghina agama lain, mulai luntur. Kini lebih pada membenarkan upaya memonopoli penafsiran pasal oleh kelompok tertentu sesuai kepentingannya.
Otto ditahan di Rutan Balikpapan sejak Selasa lalu hingga 8 Juni 2017. Sebelumnya, ia hanya berstatus tahanan kota.
Persoalan ini bermula ketika Otto yang juga beragama Islam mengkritik tindakan membela Islam dengan menulis bahwa ibadah haji tidak lagi harus ke Mekkah, cukup ke Jakarta.
Dia mengatakan, Masjid Istiqlal melambangkan Masjid Raya, Sai Safa Marwa dilambangkan dengan prosesi dari Istana Kepresidenan menuju Istiqlal, dan rajam dilambangkan dengan lukisan Ahok. Ritual mencium Hajar Aswad juga disimbolkan dengan mencium mobil pimpinan FPI Rizieq Shihab. —Rappler.com