• November 26, 2024
Korban penganiayaan terus meningkat

Korban penganiayaan terus meningkat

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Ada 87 laporan yang diterima

JAKARTA, Indonesia – Laporan perburuan terhadap individu atau kelompok tertentu atau dikenal dengan istilah penganiayaan terus meningkat. Hingga saat ini, catatan South East Freedom of Expression and Network (SAFEnet) menunjukkan 87 laporan telah diterima.

Rinciannya, 12 kasus dianggap menghina Islam, 30 kasus dianggap menghina ulama, kata Damar, Rabu, 7 Juni 2017 di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta.

Sebanyak 28 dari 30 kasus penghinaan terhadap ulama diyakini menyasar pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab. Sementara 8 di antaranya dinilai menyinggung organisasi FPI itu sendiri.

Sejak Koalisi Anti-Penuntutan membuka saluran telepon khusus untuk melaporkan penganiayaan, banyak sekali pengaduan. Damar mengatakan jumlahnya dua kali lipat dari yang tercatat.

Selain 66 kasus yang tercatat, SAFENet menemukan 12 pengaduan yang diduga kuat akan dilakukan penuntutan; 7 kasus awal penuntutan; dan 2 kasus korban terkena penganiayaan. Pemetaannya tersebar hampir ke seluruh wilayah di Indonesia.

“Ini menjadi lonceng, tidak hanya bagi Jakarta, tapi seluruh Indonesia,” kata Damar.

Tidak ada yang baru

Penganiayaan bukanlah hal baru di Indonesia. Beberapa kasus pernah terjadi, mulai dari penggeledahan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965 serta jemaah Ahmadiyah dan Syiah di Sampang, Madura.

Bedanya, perburuan kali ini tidak menyasar satu kelompok dengan identitas tertentu, melainkan individu. “Memang ada kesamaan identitas atau ciri fisik, tapi tidak dianiaya oleh kelompok, melainkan individu,” kata Alissa Wahid, perwakilan Gusdurian Network.

Lebih lanjut, putri mendiang Abdurrahman Wahid ini juga mengatakan, alasan agama menjadi motivasi terbesar melakukan penganiayaan di Indonesia. Sebagian besar korban dituduh melakukan pelecehan atau penghinaan terhadap tokoh agama atau keyakinan tertentu.

Dampak yang dirasakan korban meliputi fisik, psikis, ekonomi, dan sosial. Alissa mencontohkan PMA, remaja berusia 15 tahun yang menjadi korban penganiayaan di Cipinang Muara, Jakarta Timur, akhirnya dievakuasi ke rumah persembunyian.

Alissa yang ditemui PMA mengatakan, anak tersebut sangat tertekan karena bukan hanya dirinya yang menjadi korban, tapi juga keluarganya.

“Mereka tidak bisa diam di tempatnya dan masyarakat sekitar yang tidak ada masalah akhirnya menolak karena tidak ingin lingkungannya diganggu oleh kerumunan,” kata Alissa.

PMA, anak ke-2 dari 7 bersaudara, masih mempunyai adik-adik yang bersekolah. Ia menceritakan kepada Alissa bahwa saudara-saudaranya terpaksa berhenti belajar karena alasan keamanan. Faktanya, mereka tidak bisa mengikuti ujian kenaikan kelas.

“Karena dikelola negara, sekolah tetap mau datang dan ujian diadakan dengan aman di rumah masing-masing. Tapi bagaimana setelah ini?” kata Alissa.

Negara harus bertindak melawan penuntutan sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun, tidak cukup hanya bertindak terhadap mereka yang telah ditemukan. Alissa bersikeras agar dalang perburuan ini segera ditangkap untuk menghentikan dampak jangka panjang. —Rappler.com

judi bola terpercaya