Ada jalan Zuckerberg dan Rudiantara di Cyber Village Yogyakarta
- keren989
- 0
YOGYAKARTA, Indonesia — Kunjungan Mark Zuckerberg ke Yogyakarta tiga tahun lalu meninggalkan kesan mendalam. Sebuah desa yang dihuni oleh sekitar 40 keluarga baru-baru ini menamai sebuah jalan dengan nama pendiri Facebook.
Kampung Taman yang terletak di Desa Paten, Kecamatan Kraton, biasa juga disebut dengan Cyber Village. Selain Zuckerberg, Menteri Komunikasi dan Informatika RI saat ini, Rudiantara, juga diabadikan sebagai nama jalan di sana.
“Kedua nama ini kami abadikan sebagai nama jalan sebagai bentuk apresiasi. “Karena manfaatnya banyak, termasuk membuat desa kita lebih dikenal,” kata Ketua RT 36 sekaligus penggagas Cyber Village, Antonius Sasongko, kepada Rappler beberapa waktu lalu.
Nama Mark Zuckerberg Street dipasang sejak Agustus 2017 di jalan yang dilewati bos Facebook itu saat berkunjung ke desa tersebut pada 2014. Sedangkan Jalan Rudiantara telah diresmikan pada 9 September dan diresmikan langsung oleh Menteri Komunikasi dan Informatika sendiri.
Antonius mengenang, warga saat itu dikejutkan dengan kedatangan Zuckerberg yang tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan sebelumnya.
“Dia datang, nongkrong seperti turis lainnya dan hanya melihat-lihat,” ujarnya.
“Kedua nama ini kami abadikan sebagai nama jalan sebagai bentuk apresiasi. “Karena manfaatnya banyak sekali, termasuk membuat desa kita lebih dikenal.”
Antonius berencana mengirim email langsung ke Zuckerberg untuk memberitahukan tentang jalan baru tersebut dengan tanda bertuliskan nama bos media sosial tersebut di Cyber Village.
“Mungkin kita akan melakukannya nanti menyebutkan di Twitter dan Facebook, serta kami surel Dia. Kami memiliki akses langsung ke surel “Orang yang diberikan saat pertama kali berkunjung,” ujarnya.
Begitu pula dengan kunjungan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara beberapa waktu lalu. Warga pun dibuat heboh dalam waktu singkat karena Rudiantara memberikan kabar mendadak.
“Pak Rudi sudah sering kesini. Kemarin dia menghubungi kami pada pukul 09.00 pagi sebelum tiba di sini pada pukul 13.00 sore. Jadi itu sangat mendadak. Informasi itu kemudian menjadi milik kita ledakan Melalui SMS agar warga bersiap menyambut Pak Menteri, kata pria lulusan Desain Komunikasi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini.
Akses internet di seluruh rumah
Cyber Village berbeda dengan desa lainnya. Semua rumah di RT 36 terkoneksi internet. Menggabungkan Wifi dalam setiap rumah bisa digunakan maksimal 5 orang. Tak hanya warga sekitar, pengunjung yang datang pun bisa menikmati akses tersebut Wifi mudah selama 2 jam gratis.
“Akses masyarakat dibatasi hanya 200 pengunjung. Jadi kalau pengguna punya 200 perangkat, yang lain tidak bisa mendaftar,” kata Antonius.
Gerakan Cyber Village ini awalnya dimulai pada tahun 2008 oleh Heri Sutanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua RT, sebelum berkembang dan kini diikuti oleh seluruh warga di RT 36.
“Setiap rumah memiliki komputer yang diperoleh dari desa, yang digunakan untuk mengakses Internet,” kata sang seniman.
Warga mandiri dalam membangun jaringan internet dan komputer di setiap rumah. Sebuah perusahaan minuman kemasan menyuntikkan dana Rp 100 juta untuk mengakuisisi komputer di kota tersebut.
“Kami menyediakan komputer dan warga mencicil Rp 100 ribu setiap bulannya, tanpa bunga,” ujarnya.
Berita melalui Facebook dan ‘ledakan SMS’
Kesediaan masyarakat untuk terlibat dalam penggunaan Internet muncul karena adanya manfaat yang dirasakan. Namun jumlahnya terus bertambah seiring dengan bukti nyata yang diperoleh warga melalui internet.
“Saya memanfaatkan internet untuk menjual batik celup. “Nah kalau dicari di Google batik celup burung, yang paling atas adalah milik saya,” kata Iwan Setyawan, perajin batik dengan motif khas burung.
Pria yang kerap disapa Lek Iwon ini bercerita, pembelinya banyak berasal dari Sulawesi, Kalimantan, dan juga Bali. Produknya banyak diketahui orang dari laman Facebook yang dikelolanya sejak 2008. Menurut dia, pembelinya semakin banyak karena Iwan rajin mengunggah proses dan perkembangan lukisan batiknya.
“Jadi saya penempatan “Semua kegiatan melukis saya ada di Facebook, pembeli bisa melihatnya langsung di Facebook saya,” ujarnya.
Senada dengan Iwan, sejumlah warga seperti Parwani dan Sri Hastutik juga beraktivitas di sekitarmemperbarui halaman Facebook mereka dengan produk baru. Hal ini juga sering dilakukan oleh ibu rumah tangga memperbarui produk baru di media sosial lain, seperti Twitter dan Instagram.
“Aku sering melakukannyamemperbarui lembaran dan jahitan untuk alat dapur,” kata Hastutik. Menurutnya, permintaan yang masuk melalui media sosial terkadang membuat dirinya kewalahan. Hastutik membutuhkan waktu untuk menyelesaikan pesanan yang masuk.
“Kalau jahitanku sudah selesai, pasti sudah ada yang mengambilnya, jadi aku menjahitnya sesuai pesananku,” kata wanita paruh baya itu.
Tidak mengherankan jika semua rumah kini terhubung ke Internet. Warga kemudian menggunakan Internet untuk kepentingan publik.
“Pengumuman lesu (kabar sedih), pengabdian masyarakat, arisan, atau undangan kelahiran dan pernikahan semuanya disebar melalui WhatsApp, LINE dan Facebook. “Ada juga SMS Blast bagi warga lanjut usia yang tidak menggunakan internet seluler,” kata Parwani.
Desa juga merupakan satu-satunya RT yang melayani kebutuhan penduduk kecamatan secara individual on line.
Media sosial tidak menggantikan tatap muka
Meskipun masyarakat sudah melek internet dan percakapan dapat dilakukan melalui internet kapan saja, kecanggihan informasi tidak menggantikan kebiasaan masyarakat dalam mengumpulkan informasi. Seperti sore itu, Parwani, Sri Hastutik, dan Mujirah sedang asyik ngobrol di teras rumah warga sekitar. Tidak ada perangkat yang terlihat di tangan atau di sekitar mereka.
Di seberang rumah, sekelompok anak-anak dengan gembira berlarian dan bermain lompat tali.
“Nanti main di ponselmu, tunggu ibu datang. “Biasanya kamu bisa bermain di ponselmu selama satu jam setiap hari,” kata Fisia, seorang gadis kelas dua di sekolah dasar setempat.
“Ada hal-hal yang tidak bisa digantikan dengan WhatsApp dan media sosial lainnya. Misalnya menjenguk tetangga yang sedang sakit atau sedang melahirkan. “Rasanya tidak pantas jika mengucapkan selamat hanya lewat WA, mumpung mereka ada di sekitar kita dan bisa dihubungi,” kata Heri Sutanto, salah satu penggagas Kampung Cyber.
“Kami memberikan bimbingan kepada orang tua, namun peran orang tua sangat penting dalam membimbing penggunaan internet.”
Selain menjaga kearifan lokal, warga juga mengikuti pelatihan literasi digital untuk menghindari dampak negatif Internet. Hasilnya termasuk saluran Wifi digunakan oleh warga setempatSaring memanfaatkan internet sehat dengan baik, komputer warga yang diletakkan di ruang terbuka seperti ruang tamu, juga menjadi pedoman bagi orang tua dalam menerapkan internet sehat pada anak.
“Kami memberikan bimbingan kepada orang tua, namun peran orang tua sangat penting dalam membimbing penggunaan internet. Karena kami tidak melacaknya situs web “kunjungi karena ada privasi pengguna, tapi kami pasang internet sehat seperti yang digunakan Telkom,” kata Heri.
Selain itu, warga juga menerapkan mekanisme penyaringan hoaks jika berita bohong tersebar di Facebook milik komunitas RT 36 atau media sosial milik warga.
“Internet sangat bermanfaat dalam menghubungkan berita dengan warga lokal yang sedang berada di luar negeri, sehingga bisa tetap mengetahui berita di kampung halamannya. “Jika ada berita bohong tentang Cyber Village, bisa juga langsung diluruskan oleh warga lainnya,” imbuhnya.
Mimpi memasang kode QR untuk memandu jalan
Ke depannya, Kampung Cyber berharap dapat menambah manfaat tidak hanya bagi warga sekitar tetapi juga pengunjung. Pemrakarsa berencana memasang plang dan penjelasan mengenai desa tersebut.
Tujuannya agar wisatawan tidak tersesat di desa yang dikelilingi banyak destinasi wisata di kompleks Taman Sari, antara lain Pulau Cemeti, Sumur Gumuling dan Masjid Bawah Tanah, atau Pulau Kenanga. Kampung Cyber mencari cara agar informasi baik yang dibutuhkan pengunjung tidak memicu konflik dengan warga sekitar yang memberikan jasa sebagai pemandu wisata dan pemandu wisata.
“Saya akan membuat rencana sistem menggambar menggunakan kode QR. Nantinya akan dipasang di komplek Cyber Village, fungsinya untuk menginformasikan kepada pengunjung tentang sejarah Cyber Village dan petunjuk arah menuju kesini. “Kode QR akan mengarahkan pengunjung ke Wikipedia atau blog informatif lainnya dan sedapat mungkin tidak menimbulkan konflik dengan warga sekitar,” kata Antonius. —Rappler.com