Dirjen Perhubungan Laut membantah adanya aliran suap kepada Menteri Perhubungan
- keren989
- 0
Tonny mengaku siap dengan konsekuensi pemecatan tidak hormat dari Kementerian Perhubungan
JAKARTA, Indonesia – Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono memastikan uang gratifikasi yang diterimanya tidak mengalir ke lembaga tempatnya bekerja di Kementerian Perhubungan. Ia pun membantah Menteri Perhubungan Budi Karya ikut menikmati suap tersebut.
Tony mengaku hanya menikmati suap saja. Total suap yang diterima Tony dari berbagai proyek berjumlah Rp 20,74 miliar. Uang tersebut ditemukan dalam 33 tas kecil dan disimpan di berbagai rekening.
Sejauh ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru membeberkan jumlah nominal di satu rekening yakni Bank Mandiri yang bersaldo Rp 1,174 miliar. Sedangkan uang di tiga rekening lainnya masih ditelusuri.
Di setiap rekening, pemberi suap menyediakan kartu anjungan tunai mandiri (ATM) sehingga Tony bisa mengakses uangnya kapan saja.
“TIDAK ada (uang untuk Menteri). Itu fitnah. (Saya melakukannya) tanpa sepengetahuan Menteri. “Tanggung jawab pribadi,” kata Tonny yang tiba di Gedung KPK Jumat 25 Agustus dini hari dengan mengenakan jaket penjara berwarna oranye.
Tony mengaku kepada media menerima gratifikasi. Hadiah tersebut diterima sebagai ucapan terima kasih atas tindakannya mencegah mafia Kementerian Perhubungan.
“Jadi begini, selama ini di Hubla (Hubungan Maritim) banyak mafia yang memanipulasi evaluasi, hingga Dirjen. Saya akan mencoba menghilangkan rekayasa ini. Yah, mungkin karena suasana baru mereka berterima kasih padaku. Ayo, lalu beri aku sesuatu. “Tapi itu melanggar hukum karena itu gratifikasi,” ujarnya.
Salah satu praktik mafia yang sering ditemui di lapangan, kata Tonny, adalah proses pengurusan izin yang seharusnya cepat, justru sengaja memakan waktu lama, bahkan berbulan-bulan. Tony mengaku akan bertindak tegas dengan memberikan hukuman kepada anak buahnya jika ada yang terbukti melakukan praktik mafia.
“Saya berusaha menghilangkan budaya berkirim pesan, senang melihat orang dalam kesulitan, sulit melihat orang bahagia. “Kalau ada anak buah saya yang suka mempersulit pelanggan, pasti saya ganti,” ujarnya.
Atas perbuatannya, Tony meminta maaf karena telah melakukan kesalahan. Dengan menerima gratifikasi, Tonny justru memberikan contoh kepemimpinan yang buruk. Bahkan, ia pernah menerima Penghargaan Satyalancana Karya Satya pada tahun 2000 dan 2010.
Penghargaan ini diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah mengabdi secara terus menerus selama 10 atau 20 atau 30 tahun dengan menunjukkan kedisiplinan, loyalitas, keterampilan dan dedikasi sehingga dapat menjadi teladan bagi setiap pegawai lainnya.
“Jadi, atas nama saya sendiri, saya meminta maaf kepada masyarakat. “Mudah-mudahan hal ini tidak terjadi lagi pada penerus saya,” ujarnya.
Siap dipecat
Atas perbuatannya, Tony mengaku sudah mengetahui akibat yang akan dihadapinya. Salah satunya diberhentikan secara tidak hormat dari status PNS. Ada pula kemungkinan penghargaan Satya Lancana Karya yang diterimanya akan dicabut.
Meski demikian, Tony mengaku tak terlalu ambil pusing jika penghargaannya dicabut. Menurut Tony, hukuman yang paling berat adalah diberhentikan dengan tidak hormat dari status PNS.
“Saya secara otomatis diberhentikan dengan tidak hormat. Kalau Satya Lancana dikembalikan, itu tidak ada dalam cerita. “Tetapi kalau dipecat secara tidak hormat, itu hukuman yang paling berat,” kata Tonny.
Menteri Perhubungan Budi Karya akhirnya menunjuk pejabat sementara pengganti Tonny, yakni Bay Mokhammad Hasani. Penunjukan Bay melalui surat Keputusan Menteri Perhubungan KP No. 1106 Tahun 2017 ditandatangani langsung oleh Budi. Sebelumnya, Bay diketahui menjabat sebagai Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut.
Kegiatan sosial
Lalu untuk apa suap sepuluh miliar yang diterima Tony? Diakuinya, suap tersebut antara lain untuk kegiatan sosial seperti kebutuhan anak yatim dan pembangunan sekolah rusak. Lainnya tentu saja digunakan untuk kepentingan pribadi.
“TIDAK (bukan untuk pensiun). Saya (menggunakan uang) untuk keperluan operasional. Saya kadang kalau ada, kadang kebutuhan anak-anak yatim ketika ada acara, saya ikut menyumbang. Lalu ada gereja yang rusak, saya sumbangkan. “Ada juga sekolah yang rusak, saya juga berkontribusi,” ujarnya.
Suap yang diterima Tonny terdiri dari berbagai mata uang yakni Poundsterling, Dolar AS, dan Ringgit Malaysia. Sebanyak 33 tas kecil ditemukan uang tunai senilai Rp 18,9 miliar.
“Saya pasti mengumpulkan tas-tas itu dari tahun 2016,” katanya.
Namun saat Tony ditanya dari mana uang sepuluh miliar itu berasal, Tony mengaku lupa.
“Saya tidak menghitung proyek secara detail,” ujarnya.
Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menangkap Tonny dan Komisaris PT Adhiguna Keruktama, Adiputra Kurniawan, dalam kasus suap. Tonny ditahan di Rutan Guntur selama 20 hari, sedangkan Adiputra ditahan di Polres Jakarta Timur. – Rappler.com
BACA JUGA: