• November 26, 2024
Kisah TKI yang bekerja di “ibu kota” ISIS di Suriah

Kisah TKI yang bekerja di “ibu kota” ISIS di Suriah

JAKARTA, Indonesia – Pekerja migran Indonesia (TKI) asal Sumbawa, Sri Rahayu, mengalami pengalaman menegangkan selama berada di Timur Tengah. Pasalnya sejak setahun terakhir ia terjebak bekerja di Raqqa, kawasan yang disebut sebagai “ibu kota” wilayah Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Menurut petugas fungsi konsuler KBRI Damaskus, AM Sidqi, keberadaan Sri sebenarnya sudah diketahui sejak Juni 2015.

Namun sulit memastikan dia bekerja untuk siapa dan mengetahui di mana majikannya tinggal, kata Sidqi yang dihubungi Rappler melalui telepon, Rabu, 16 Maret.

Melalui pengacara KBRI Damaskus di Aleppo, Muhammad Akra, mereka terus memberikan tekanan kepada agen tenaga kerja yang bertanggung jawab mengirim perempuan berusia 40 tahun itu ke Raqqa. Agen tenaga kerja berdalih tidak mungkin mengeluarkan Sri di tengah kota yang dikuasai ISIS. KBRI Damaskus kemudian menyiapkan rencana bersama untuk mengevakuasi Sri.

“Setelah memperhatikan waktu yang tepat dan membuat rencana, Sri diam-diam dievakuasi siang malam melintasi negara dari Raqqa hingga Aleppo dari gunung ke gunung selama enam hari,” kata Sidqi.

Untuk mengelabui pasukan ISIS, Sri dan pegawai agen tenaga kerja mengaku sebagai suami istri. Sri pun berhasil lolos dan berhasil dibawa ke kantor konsuler cabang Aleppo pada Januari 2016. Kini Sri berada di KBRI Damaskus sejak Sabtu, 12 Maret.

Duta Besar RI untuk Suriah Djoko Harjanto mengatakan perlindungan WNI di wilayah konflik dapat tercapai berkat hubungan baik yang terus dijalin dan dibina.

“Tanpa jaringan yang kuat antara KBRI Damaskus, pemerintah Suriah, dan tokoh masyarakat, mustahil misi utama perlindungan WNI dapat dijalankan di tengah gejolak konflik Suriah,” kata Sidqi yang dikutip dari ucapan Djoko.

Lantas, adakah TKI lain yang terjebak di Kota Raqqa? Sidqi mengaku tidak mengetahuinya karena KBRI Damaskus tidak memiliki datanya.

“Kami juga mengetahui bahwa Ibu Sri awalnya berada di kota Raqqa dari rumor yang beredar dan kemudian kami telusuri hingga ke agen tenaga kerjanya,” ujarnya.

Sebelumnya, pada Januari 2016, KBRI Damaskus juga berhasil menyelamatkan satu lagi pekerja migran asal Subang bernama Casih dari kepungan ISIS di Deir Ezzor. TKI tersebut dievakuasi dengan helikopter militer Suriah.

Awal cerita ada di Suriah

Sidqi mengatakan, Sri tiba di Suriah pada 2 Februari 2011 menggunakan jasa agen tenaga kerja PT Binhasan Maju Sejahtera (Indonesia) dan Sana (Suriah). Saat itu, Suriah belum dilanda perang saudara seperti saat ini.

Sri mengaku tak berniat bekerja di Suriah. Sebelumnya, beliau bekerja di Arab Saudi selama 20 tahun. Namun kemudian dia ditipu dan malah dikirim ke Suriah.

“Sri bilang dia baru bisa menyerah ketika tahu dia dikirim bekerja di Suriah,” kata Sidqi.

Selama di Suriah, Sri bekerja di Kota Aleppo dengan masa kontrak 2,5 tahun. Setelah kontrak diputus, Sri tidak dipulangkan oleh agen tenaga kerja, melainkan dijual kembali ke majikan baru bernama Abdul Azim al-Ujaeli di Raqqa.

Saat itu, agen tenaga kerja Sana berbohong kepada Sri dengan mengatakan bahwa KBRI Suriah telah tutup dan tidak ada penerbangan ke Indonesia, katanya.

Saat itu, kota Raqqa masih dikuasai pemberontak Tentara Pembebasan Suriah (FSA). Namun, tiga bulan setelahnya, pasukan ISIS memasuki kota Raqqa dan mengklaimnya sebagai “ibu kota”.

Hampir ditangkap oleh ISIS

Selama di Raqqa, Sri bertugas menjaga majikannya yang sudah lanjut usia. Selama 2 tahun 2 bulan bekerja, Sri mendapat gaji yang lumayan. Per bulannya ia mendapat gaji sebesar US$125 atau setara Rp1,7 juta.

Anak-anak majikan meninggalkan kota Raqqa. Diketahui, Abdul sendiri bukanlah simpatisan ISIS, melainkan warga asli kota Raqqa. Dia terjebak di sana karena tidak bisa bergerak karena usia.

Sri mengaku menyaksikan langsung kekejaman ISIS. Selama tinggal di Raqqa, Sri selalu mengenakan pakaian berwarna hitam dengan kerudung. Ia pun menutup rapat wajahnya saat keluar rumah atau sekadar membersihkan halaman agar tidak tahu dirinya berasal dari Indonesia.

Salah satu peristiwa kekejaman ISIS yang ia saksikan sendiri adalah saat ia sedang berbelanja di pasar, Sri melihat kepala manusia berdiri di pinggir jalan setelah dipenggal. Sri mengurungkan niatnya untuk berbelanja dan segera berlari pulang ke rumah majikannya.

Ia pun mengaku hampir ditangkap tentara ISIS saat majikannya memintanya diam-diam membeli rokok. Dia tahu bahwa ISIS melarang rokok dan jika tertangkap, dia akan dikenakan sanksi berat.

Sebelum sampai di tempat penjual rokok, ia dihadang tentara ISIS dan ditanya hendak pergi ke mana.

“Saya akan membeli sesuatu di pasar,” kata Sidqi menirukan jawaban Sri.

Tentara ISIS menyuruhnya pulang karena keluar tanpa ditemani pria muslim.

Untung saja rokok itu tidak ada di tangan Sri, kata Sidqi.

Ia menjelaskan, kebutuhan pokok sangat sulit diperoleh pada masa kendali ISIS. Pada bulan Ramadhan 2014, ia mengaku terpaksa bermalam di toko roti hanya untuk membeli roti.

Sri juga mengatakan, berdasarkan bahasa dan logat yang diucapkan tentara ISIS, dirinya belum pernah bertemu dengan orang Indonesia. Menurutnya, tentara ISIS yang ditemuinya berasal dari Arab Saudi, Tunisia, India dan ada pula yang berkulit putih.

Menurut Sidqi, Sri akan dipulangkan ke Indonesia secepatnya setelah urusan administrasi selesai. Berdasarkan data KBRI Damaskus, sejak konflik di Suriah pecah pada tahun 2011, pemerintah telah memulangkan hampir 13 ribu warga negara Indonesia atau TKI asal Suriah ke Indonesia.

Benci ISIS

Sidqi juga menjelaskan, selama bekerja di Kota Raqqa, Sri tidak memiliki indikasi bahwa dirinya adalah simpatisan ISIS. Ia bahkan mengaku sangat membenci kelompok pimpinan Abu Bakr al-Baghdadi itu.

“Seperti TKI lainnya, Sri Rahayu hanya memikirkan dan memikirkan gaji dan pulang ke tanah air. Hal ini juga menghilangkan anggapan berbagai pihak di Indonesia bahwa banyak pekerja migran di Suriah yang cenderung memiliki pemikiran pro ISIS, kata Sidqi.

– Rappler.com

BACA JUGA:

HK Prize