Bisnis kursus komputer door to door
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Tenaga wanita berusia 42 tahun ini seakan tak pernah habis. Banyaknya ide dan pilihan kegiatan yang berdampak sosial nampaknya menjadi sikap yang diambil Rochmatun Nisa.
Pondok Difabel merupakan kegiatan terbarunya yang ia dukung di bulan Ramadhan 2017. Pondok Difabel menawarkan pendidikan Teknologi Informasi (IT) gratis.
“Komunitas penyandang disabilitas berkembang pesat. Kebutuhan untuk memahami teknologi informasi menjadi semakin penting. “Manajemen memanfaatkan kesempatan ini untuk memberdayakan saudara-saudara kita,” kata Rochmatun Nisa kepada Rappler, Senin, 5 Juni 2017.
Pondok Penyandang Cacat dengan tagline: Mandiri dan bermanfaat bagi rakyat, memberikan pelatihan di lapangan pemrograman, multimedia, pemasaran internet, Dan jaringan siber untuk Deksa dinonaktifkan.
Tempat belajar dan asrama di kawasan Glagah Lor, Banguntapan, Bantul. Santri berusia antara 17 hingga 25 tahun dan bersedia dilatih selama satu tahun. Kebutuhan makanan dan minuman disediakan secara gratis.
Bagi yang tidak punya laptop, bisa dipinjamkan. “Saya mewakafkan tanah wakaf Mas Himawan,” kata Nisa merujuk pada mendiang suaminya, Himawan Eko Putranto Dibyoseputro.
Yang berjalan selama lima tahun adalah www.pondokprogrammer.com yang juga memanfaatkan tanah wakaf laki-laki yang mendukung Nisa untuk terjun di bidang pendidikan. Selain menimba ilmu yang bisa langsung diterapkan, pasangan suami istri ini juga memberikan fasilitas makan gratis kepada para pelajar. Kegiatan ini dilakukan berdasarkan ide dari generasi muda yang didukung oleh keluarga pria tersebut.
“Jujur saja, dua tahun terakhir sejak Mas Himawan terserang stroke, konsentrasi saya hanya mengurus suami. Alhamdulillah kegiatan yang ada menjadi lebih mandiri, kata Nisa. Keduanya sepakat bahwa: “Keluarga kita hendaknya menjadi keluarga yang berkecukupan.”
Tak berhenti sampai disitu, pria juga ingin membentuk komunitas dalam keluarga. “Saya memasak untuk 30 orang setiap hari,” kata Nisa. Bahkan ketika ada anak muda yang melakukan kerja lapangan dari Lombok dan Sumbawa Besar, dan tinggal di rumahnya selama empat bulan, Nisa memasak untuk 50 orang.
“Mas Himawan sangat senang membentuk kerumunan. “Pesantren pendidikan yang kami bangun berbasis komunitas,” kata Nisa mengenang suaminya yang meninggal dunia pada Januari 2017 lalu di Rakhmatullah.
Kursus komputer yang didirikan
Saat pertama kali memulai kegiatan, Nisa tidak memikirkan untung ruginya. Pada tahun 2010, ia mendirikan Smart Colleague yang artinya teman atau kolega yang cerdas. Usaha ini bergerak dalam bidang pelatihan pengoperasian komputer serta pelatihan programmer yang dilaksanakan secara door to door.
Nisa prihatin melihat generasi muda di Yogyakarta, kota bernama Kota Pelajar, masih memiliki tingkat pemahaman yang rendah dalam pengoperasian komputer. Rekan yang Cerdas memberikan hasil pelatihan dengan sistem door to door.
Sosialisasi Nisa kepada generasi muda di kampung halamannya melalui kursus komputer door to door membuahkan dua kemenangan dalam Lomba Kewirausahaan Wanita Femina 2015, yakni Juara II dan Juara II kategori Social Entrepreneur. Sebelumnya, ia juga pernah dianugerahi Penghargaan Wanita Inspirasional 2013 oleh Tabloid Nova.
Ia merupakan anak sulung dari enam bersaudara dan sudah terbiasa mandiri sejak masih berstatus pelajar. Ayahnya adalah seorang guru, ibunya seorang ibu rumah tangga sederhana. Jarak lahir Nisa dan saudara-saudaranya cukup dekat, sekitar satu tahun. “Saya khawatir kelima adik laki-laki saya tidak mempunyai cukup uang untuk bersekolah,” kata Nisa.
Bersama adiknya, Nisa mendirikan Handayani Catering pada tahun 1995, sekaligus toko sembako. Mereka menyasar pasar mahasiswa yang mengikuti orientasi pembelajaran di kampus-kampus di Yogyakarta.
Tanpa kemampuan berwirausaha, Nisa terus melangkah maju. “Dulu belum ada pelatihan untuk generasi muda seperti sekarang. Namun masa-masa sulit membuat kita kreatif. “Saya belajar bisnis secara otodidak,” kata Nisa.
Nisa mencoba menjadi karyawan di salah satu stasiun televisi swasta di Jakarta, setelah lulus dengan gelar D-3 Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada. Ia hanya bertahan selama tiga bulan, dan setelah bekerja serabutan di Jakarta selama beberapa bulan, ia memilih kembali ke Yogyakarta. Ia melanjutkan studinya di jenjang pascasarjana sekaligus mendirikan usaha konveksi seragam untuk siswa TK.
Usaha konveksi seragam berjalan cukup lancar meski bersifat musiman. Omzetnya mencapai miliaran rupiah per tahun. Pelanggan datang dari Yogyakarta dan luar kota, bahkan sampai Papua dan Sumbawa.
Interaksi dengan guru TK membuat Nisa melihat adanya permasalahan pada kualitas guru dan siswa TK. Sekolah dengan biaya murah, kualitas pembelajarannya juga rendah. Bahkan di sekolah yang lebih mahal pun, kualitas pembelajaran perlu ditingkatkan.
Di sisi lain, Nisa melihat anak-anak sudah dikenalkan dengan gadget atau ponsel sejak dini. “Anak-anak suka bermain permainan Dari Gawai. “Jika kita tidak mengajarkan mereka untuk memanfaatkan teknologi untuk hal-hal positif, maka akan mengganggu perkembangan mereka,” kenang Nisa. Saat itu, suaminya juga menyarankan agar Nisa mengadakan kursus komputer agar dampak dari pelatihan tersebut lebih luas.
Di Yogyakarta, tidak sulit mencari guru komputer. Sistem pendidikan tersebut ia coba pada putranya Muhammad Zein Alfarabi yang masih berusia tiga tahun pada tahun 2009. Dampaknya bagus. Nisa dan suaminya kemudian memulai Smart Colleague dengan membeli 25 netbook, laptop kecil, seharga Rp 2,5 juta per unit. Tim pengajar terdiri dari tiga orang. Mereka tidak mempunyai banyak uang karena rumah yang mereka tinggali hancur akibat gempa tahun 2006.
“Anakmu bukan milikmu, dia milik waktu, dia akan bergegas menuju jamannya, jaman yang berbeda dengan jaman kita. Kahlil Gibran
Pelatihan komputer dilakukan dengan berkeliling mengunjungi pelanggan, harganya cukup murah Rp 5 ribu per jam. Nisa menggunakan sistem pemasaran asuransi untuk menarik pelanggan. Ke mana pun dia pergi, dia membawa pamflet. Wajar saja jika ia menghubungi seluruh taman kanak-kanak yang menjahit seragam di usaha konveksi miliknya untuk menjadi pelanggannya juga. Bisnis berkembang pesat. Pelatihan meluas ke tingkat SD, SMP, SMA, dan pelajar.
Kini tidak kurang dari 100 taman kanak-kanak di wilayah Yogyakarta telah menjalin kerja sama dengan Smart Collea. Kursus komputer ini melatih 68 kelompok Ikatan Guru Taman Kanak-kanak (IGTK), anggota Komando Distrik Militer (Kodim), pegawai rumah sakit, ibu-ibu PKK dan lain-lain.
Muridnya tersebar di berbagai kota dan jumlahnya kini mencapai puluhan ribu. Untuk formulir pelatihan anak TK dengan CD pendidikansiswa menerima pelatihan bahasa Inggris yang termasuk dalam modul pelatihan.
Ada pengalaman yang mengharukan ketika seorang “siswa” lama akhirnya bisa mengoperasikan komputer. “Dia bertekad untuk bisa mengoperasikan komputer sebelum meninggal. “Di rumah ada komputer, tapi anak tidak mau mempelajarinya,” kata Nisa.
Bisnis dampak sosial
Bisnis kursus komputernya melayani sekitar 5.000 peserta setiap bulannya, yang terbagi dalam 100 kelompok belajar, masing-masing dilengkapi 25 netbook dan tiga orang yang berfungsi sebagai guru. Untuk kelas dewasa tarifnya lebih tinggi karena gurunya juga dari luar. Biaya kursus sekarang Rp 6.500 per jam.
Lokasi latihannya bisa dimana saja, bahkan ada yang dilakukan secara sederhana dengan duduk bersila di lantai. “Banyak belajar dari dasar, dimulai dari menyalakan dan mematikan komputer. “Tapi ada guru yang minta diajari cara mengoperasikan Excel, Operasi Windows, dan sebagainya,” kata Nisa yang kini memiliki 30 karyawan, termasuk guru.
Saat bisnis kursus komputer mulai terpuruk, Nisa menyadari masih banyak masyarakat yang membutuhkannya. Nisa menawarkan pendekatan baru dengan mengajarkan cara melakukan hal tersebut jaringan sosial dan menggunakannya untuk kebutuhan pribadi dan bisnis. Hal ini sebagai upaya untuk tetap relevan dengan perkembangan teknologi informasi.
Bagi anak-anak, apa yang dilakukan Nisa dan tim sebenarnya merupakan proses literasi digital yang sangat dibutuhkan saat ini. Anak-anak bekerja dengan jutaan informasi di dunia maya setiap jam, setiap hari. Mereka harus dibekali kemampuan untuk menggunakan teknologi informasi dengan baik, dan hanya mengakses apa yang berguna bagi mereka.
“Anakmu bukan milikmu, dia milik waktu, dia akan bergegas menuju jamannya, jaman yang berbeda dengan jaman kita.” Terjemahan puisi gratis Kahlil Gibran hal ini tertuang dalam brosur pelatihan programmer junior untuk sekolah dasar. Rochmatun Nisa membuktikan bahwa sebuah bisnis bisa berkembang meski penuh dengan idealisme untuk berbagi dengan sesama. – Rappler.com