Mereka yang terjerat pasal penistaan agama
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Artikel tentang penodaan agama terus menebar ancaman. Korban terbaru yang terjerat pasal ini adalah Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama.
Ahok dinyatakan bersalah melanggar Pasal 156a KUHP. Majelis Hakim memvonisnya 2 tahun penjara dalam sidang yang digelar pada Selasa, 9 Mei 2017 di Gedung Kementerian Pertanian.
Semua bermula saat Ahok menyebut Surat Al Maidah ayat 51 saat berpidato di Kepulauan Seribu, 27 September 2016. Saat itu ia berkata: “Jadi jangan percaya pada orang, bisa saja hati kecilmu tidak mampu. pilihlah aku. Berbaringlah dengan Surah Al Maidah 51.” .
Komentar ini rupanya menyinggung banyak orang. Bahkan ada yang melaporkan ke Bareskrim Mabes Polri berdasarkan pasal 156a KUHP tentang penodaan agama.
Pasal tersebut berbunyi: “Setiap orang yang dengan sengaja menyatakan perasaan atau melakukan suatu perbuatan di muka umum:
- A. yang pada hakikatnya memusuhi, menyalahgunakan atau menodai suatu agama yang dianut di Indonesia;
- B. dengan maksud agar masyarakat tidak menganut agama apapun yang diasosiasikan dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Peneliti Setara Institute, Ismail Hasani mengatakan, beberapa orang yang terlibat dalam kasus ini divonis bersalah bukan karena melanggar agama, melainkan karena mempunyai penafsiran yang berbeda dengan penafsiran mayoritas.
Ismail Hasani mencontohkan kasus yang menimpa Ustad Tajul Muluk di Sampang. “Orang yang menafsirkannya berbeda dengan MUI (Majelis Ulama Indonesia) bisa dijebloskan ke penjara,” kata Ismail Hasani seperti dikutip media.
Sifatnya yang multitafsir alias karet membuat korban pasal penodaan agama terus berjatuhan. Setara Institute mencatat, sebelum reformasi, tercatat hanya 10 kasus penodaan agama. Pasca reformasi, jumlahnya melonjak hingga 50 kasus.
Putusan terhadap Ahok dalam kasus penodaan agama tidak termasuk dalam 50 kasus tersebut. Berikut beberapa orang yang terjebak dalam penodaan agama:
Enam pengurus Gafatar
Enam pengurus Gerakan Fajar Nusantara Aceh (Gafatar) masing-masing divonis 3 dan 4 tahun penjara. Mereka dinyatakan bersalah dalam kasus penodaan agama oleh hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh pada Senin, 15 Juni 2015.
Terpidana tersebut adalah Teuku Abdul Fatah, Muhammad Althaf Mauliyul Islam, Musliadi, Fuadi Mardhatillah, Ayu Ariestiana, Ridha Hidayat.
Keenamnya didakwa melanggar Pasal 156a KUHP karena diduga menyebarkan ideologi Millata Abraham yang dilarang dan dinyatakan sesat melalui musyawarah pimpinan daerah dan ulama di Aceh.
Judulnya Muluk
Pemimpin Syiah di Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Haji Ali Murtadho alias Tajul Muluk divonis dua tahun penjara pada 12 Juli 2012 oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sampang.
Tajul Muluk didakwa melakukan penodaan agama dan penodaan agama serta menyebarkan ajaran sesat. Padahal, menurut Kontras (Komisi Orang Hilang dan Kekerasan) Jawa Timur, Tajul Muluk hanya mengajarkan ideologi Syiah, salah satu cabang Islam.
“Ustadz Tajul hanya menyampaikan dakwah Syiah, yang kebetulan merupakan minoritas di masyarakat yang mempunyai keyakinan mayoritas. “Dan negara harus melindungi kebebasan berkeyakinan meskipun itu minoritas,” katanya Koordinator Kotras Jatim Andy Irfan Junaidi.
Antonius Richmond Bawengan 2011
Antonius Richmond Bawengan didakwa penodaan agama di Pengadilan Negeri Temanggung karena menyebarkan tiga pamflet dan dua buku yang dianggap menyinggung agama tertentu.
Ketiga pamflet berukuran folio tersebut diberi judul “Bencana Kecelakaan (Selamatkan Diri dari Dajjal), “Tiga Sponsor-Tiga Agenda-Tiga Hasil” dan “Keputusan Hakim Bebas”.
Kedua buku yang dibagikan tersebut berjudul “Ya Tuhan, Aku Tertipu!” apa dan “Adikku butuh sponsor”. Dua buku dan tiga pamflet ini memicu kemarahan warga.
Pengadilan Negeri Temanggung kemudian memvonis Antonius Richmond Bawengan lima tahun penjara pada 8 Februari 2011.
Lia Eden 2006
Pemimpin Sekte Takhta Suci Kerajaan Tuhan, Syamsuriati alias Lia Eden, harus mendekam di penjara setelah dinyatakan bersalah dalam kasus penodaan agama.
Lia Eden divonis dua tahun enam bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa 2 Juni 2009. Ia dianggap mencemarkan agama setelah menyebarkan 4 risalah ke berbagai lembaga.
Lia juga dianggap sebagai ancaman terhadap kerukunan umat beragama. Sebelumnya, Lia pernah dinyatakan bersalah atas kasus yang sama pada tahun 2006.
Yusman Roy
Lelaku Yusman Roy, pengasuh Pondok Pesantren I’tikaf Ngaji, dijerat pasal 156a tentang penodaan agama karena mengajarkan salat dua bahasa.
Jaksa menuntut hukuman lima tahun penjara, namun pada tanggal 20 Agustus 2005 pengadilan memutuskan bahwa Yusman Roy tidak terbukti melakukan penodaan agama.
Meski begitu, Roy harus tetap menjalani hukuman dua tahun penjara karena terbukti bersalah atas dakwaan tambahan tersebut.
Arsewendo Atmowiloto
Pahitnya artikel penodaan agama juga dirasakan penulis Arsewendo Atmowiloto saat memimpin redaksi tabloid Monitor pada tahun 1990.
Saat itu, pada edisi 15 Oktober 1990, tabloid Monitor memuat hasil kuisioner tentang sosok yang paling dikagumi pembaca. Hasil kuisioner tersebut cukup mengejutkan.
Sebab Nabi Muhammad SAW hanya menempati peringkat kesebelas. Sedangkan Aswendo Atmowiloto berada di urutan kesepuluh, satu tingkat di atas Nabi Muhammad SAW.
Arswendo juga dianggap melakukan penodaan agama. Dia kemudian didakwa berdasarkan pasal 156a KUHP dan menghabiskan lima tahun penjara. —Rappler.com