Perlukah fatwa MUI melarang topi Santa yang diikuti dengan ‘vee’?
- keren989
- 0
Polda meminta masyarakat melaporkan ormas yang melakukan penyisiran sendiri.
JAKARTA, Indonesia – Kontroversi penggunaan atribut Natal – seperti topi Santa – sepertinya sudah menjadi ritual tahunan yang berlangsung di Indonesia. Namun Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun ini mengeluarkan fatwa yang melarang penggunaan fitur Natal bagi karyawan Muslim di beberapa perusahaan.
Fatwa no. 56 Tahun 2016 menyatakan bahwa penggunaan fitur Natal oleh umat Islam adalah haram, karena sudah memasuki ranah keimanan.
“Ini soal keyakinan agama seseorang, seharusnya begitu berdedikasi untuk mempraktikkan keyakinannya. “Dalam keyakinan Islam, penggunaan ciri-ciri yang digunakan pada agama lain dianggap melanggar akidah,” kata Robi Nurhadi, Sekretaris Jenderal MUI Jakarta, kepada media, Jumat, 16 Desember lalu.
Fatwa ini kemudian ditindaklanjuti dengan sidak oleh organisasi keagamaan seperti Front Pembela Islam (FPI). Di media sosial beredar foto dan cerita anggota FPI yang membobol sebuah pusat perbelanjaan di Surabaya, Jawa Timur pada Minggu, 18 Desember. Mereka dilaporkan memaksa karyawan yang memakai topi Santa untuk melepasnya.
Fitur pelaporan panggilan
Sejak 15 Desember lalu, FPI meminta laporan adanya pegawai beragama Islam yang memakai simbol Natal dengan dalih tindakan tersebut merupakan intoleransi.
“Sejak dibukanya posko yang melaporkan tindakan intoleransi terhadap pegawai beragama Islam, laporan berdatangan seperti tsunami. “Mengalir terus hingga saat ini,” ujarnya melalui akun Twitter @DPP_FPI.
FPI mengklaim jumlah laporan mencapai ratusan. Bahkan, ada juga laporan dari warga yang memaksa umat Islam memakai fitur Natal, melalui foto dan video.
Bagi FPI, pemaksaan ini merupakan tindakan intoleransi yang sudah lama diabaikan pemerintah. Mereka juga mendorong masyarakat untuk melaporkan kejadian seperti ini lagi.
“Menggunakan telepon pintar Anda mengambil foto atau toko kaset, bisnis di mana karyawan Muslim dipaksa mengenakan perlengkapan Natal. Muat di media sosial,” tulis mereka.
Saat ditanya soal hal itu, MUI mengaku belum mempertimbangkan potensi pemeriksaan semacam itu sebelum fatwa dikeluarkan.
“Hal ini kami lakukan karena banyaknya permintaan dari masyarakat. Keluhan dan dipaksa. “Iya, akhirnya keluar fatwanya,” kata Ketua MUI Ma’ruf Amin kepada media, Senin 19 Desember.
Namun, lembaga tersebut tidak menginginkan pemeriksaan seperti itu. Ma’ruf ingin aparat keamanan dan perusahaan yang merespons, bukan organisasi keagamaan.
“Iya, kami minta aparat keamanan dan pihak perusahaan menyikapinya dengan baik. Jadi tidak ada menyapu menyapu. Langsung terapkan saja,” ujarnya.
Sementara itu, Polda Metro Jaya mengimbau masyarakat melaporkan ormas yang melakukan pemeriksaan.
“Kami sampaikan untuk kegiatan ini (menyapu), jika Anda menemukannya, laporkan ke polisi. Polisi akan bertindak, kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono.
Dalam rapat gabungan antara pengurus MUI dan kepolisian, disepakati pencegahan aksi main hakim sendiri yang dilakukan oleh ormas keagamaan, ormas daerah, dan ormas kepemudaan. Polri pun akan bertindak tegas jika hal tersebut terjadi.
Kritik Fatwa
Fatwa MUI tentang Natal juga menuai kritik dari masyarakat, terutama karena difasilitasi oleh pihak kepolisian.
“Polri dengan mengacu pada Fatwa MUI sebagai pertimbangan Surat Imbauan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat merupakan kesalahan aparat penegak hukum yang berdampak serius pada melemahnya supremasi hukum di Indonesia,” kata Ketua. kata Institut SETARA Hendardi. dalam siaran pers yang diterima Rappler.
Ketika lembaga hukum justru mengakomodir keinginan ormas, maka prinsip supremasi hukum yang dijunjung Indonesia justru lumpuh. Supremasi agama yang sempit dengan interpretasi tunggal dan klaim kebenaran merajalela.
“Sosialisasi fatwa yang dilakukan FPI di Surabaya didampingi pihak kepolisian merupakan bentuk nyata intimidasi dan subjugasi institusi Polri terhadap kelompok tersebut. waspada yang beroperasi dengan cara yang melanggar hukum,” kata Hendardi.
Padahal, menurutnya, polisi seharusnya mencegah dan melarang intimidasi yang berbentuk sosialisasi fatwa.—Rappler.com