Kelahiran kembali sang maestro puisi
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Penyair Sapardi Djoko Damono merayakan ulang tahunnya yang ke-77 dengan meluncurkan tujuh buku
JAKARTA, Indonesia – Senin, 20 Maret, maestro puisi Tanah Air, Sapardi Djoko Damono merayakan ulang tahunnya yang ke-77. Keesokan harinya, dunia memperingati Hari Puisi. Suatu kebetulan yang membahagiakan.
Di usia senjanya, belum ada tanda-tanda pensiun bagi Sapardi. Di saat banyak orang seusianya menikmati masa tua dengan berlibur atau menghabiskan waktu bersama keluarga, Sapardi masih bergelut dengan puisi dan kata-kata.
(BACA JUGA: 5 Puisi Sapardi Djoko Damono yang Paling Mengharukan)
Selain itu, ia masih aktif di dunia pendidikan. Saat ini beliau masih tercatat sebagai salah satu pembimbing program PhD di Universitas Indonesia dan Universitas Diponegoro Semaran serta aktif di sekolah pascasarjana Institut Kesenian Jakarta.
Di usianya yang ke-77, pria kelahiran 20 Maret 1940 ini meluncurkan 7 buku secara bersamaan. Acara peluncuran ketujuh buku produksi Gramedia Pustaka Utama ini dilaksanakan pada Rabu 22 Maret di Bentara Budaya, Palmerah, Jakarta Pusat. Bukti sang maestro masih produktif di usia senjanya.
Ketujuh kitab tersebut terdiri dari enam kitab puisi yaitu Apa kabar hari ini Den Sastro?, Ayat api, Kesedihanmu abadi, Kolam, Namaku Sita, Sutradara menghapus dialog kita dan sebuah novel Pingkan melipat jarak yang merupakan novel kedua dari trilogi Hujan di bulan Juni.
Selain peluncuran ketujuh buku tersebut, pengunjung dan Sapardi malam itu juga dihibur dengan pertunjukan musikal dan pembacaan puisinya yang dibawakan oleh Joko Pinurbo, Tina Talisa, Iwan Setyawan, Ni Made Purnama Sari, Tatiana Soebianto, M. Umar Muslim dan Cyntha Hariadi.
Goenawan Mohamad yang turut hadir dalam acara tersebut mengatakan, hari tersebut bukanlah perayaan hari lahir Sapardi Djoko Damono, melainkan hari kelahiran kembali sang penyair. Pendapat ini dibagikan dengan tepuk tangan dari seluruh pengunjung.
Sapardi tak banyak bicara di malam istimewa itu. Namun ia masih bisa bercanda dengan banyaknya orang yang hadir untuk merayakan pencapaiannya. Saat ditanya puisi mana yang menurutnya terbaik, ia hanya menjawab: “Yang terbaik adalah yang belum diterbitkan,” ujarnya yang langsung disambut gelak tawa dan tepuk tangan penonton.
Pada acara itu, Sapardi juga mengumumkan rencana pembuatan film adaptasi cerita tersebut Hujan di bulan Juni yang rencananya akan dirilis pada tahun ini. Film ini rencananya akan disutradarai oleh Hestu Saputra dan menarik perhatian penulis skenario Titin Watimena. Dengan film ini diharapkan karya-karya Sapardi bisa dinikmati lebih banyak orang.
Di usianya yang sudah lanjut, para pecinta puisi hanya bisa memanjatkan doa dan harapan kepada sang maestro agar bisa terus berkiprah di dunia sastra Indonesia.
Mengutip salah satu puisinya yang paling terkenal berjudul Apa itu Fana adalah Waktu:
Yang fana adalah waktu
Kami abadi
Jemput detik-detiknya, susun seperti bunga
Hingga suatu saat kita lupa untuk apa
“Tapi yang cepat berlalu adalah waktu, bukan?” Anda bertanya
Kami abadi.
Selamat “kelahiran kembali”, Sapardi! -Rappler.com