Yogya Kangen Market: Belanja sambil bernostalgia
- keren989
- 0
YOGYAKARTA, Indonesia – Pagi yang mendung tak menghalangi Agus Setiawanto (28 tahun) untuk menghadiri Pasar Kangen yang digelar di Taman Budaya Yogyakarta pada 22-29 Juli 2017.
Pasar ini diadakan setiap tahunnya. Banyak sekali yang bisa ditemukan di pasar ini, mulai dari kuliner lokal, benda-benda kuno, hingga kerajinan tangan.
“Saya berencana mengajak keluarga saya ke sini sejak kemarin,” kata Agus kepada Rappler Indonesia, Kamis, 27 Juli 2017 sore di Taman Budaya Yogyakarta.
Agus ingin mengenalkan es krim gosrok kepada anaknya yang baru berusia 4 tahun. “Dulu,” kenangnya, “itu adalah jajanan saya ketika saya masih di sekolah dasar.”
Es krim gosrok dibuat dengan cara yang sederhana. Pertama, balok es tersebut dihancurkan, biasanya dengan cara diserut, sehingga sebagian orang menyebutnya es serut, kemudian dikompres dengan cetakan.
Es krim padat kemudian dituangkan dengan sirup atau gula cair. Meski cara pembuatannya sederhana, namun hampir tidak ada lagi pedagang yang menjual jajanan ini. Padahal, dulu hampir di setiap sekolah ada pedagang yang menjualnya. “Sekarang siapa yang menjual barang seperti itu,” ujarnya.
Selain es gosrok, makanan lawas lain yang bisa ditemukan di pasar ini adalah sego tiwul (nasi tiwul), lengkap dengan donan (sayuran) ndeso, klepon, cenil, jenang grendhol, bahkan gulali.
Ada juga pedagang yang menjual limun. Lemonade, berasal dari kata limun, merupakan minuman manis dengan rasa buah-buahan. Pada saat tidak banyak minuman kemasan, limun menjadi sukses. “Sekarang sulit mencari toko yang menjual minuman ini,” kata seorang pedagang.
Di stand merchandise tersebut dipamerkan dua merek limun, yaitu Ay Hwa produksi Yogyakarta dan Oriental produksi Pekalongan. Ada beragam pilihan rasa yang ditawarkan. Ada raspberry, jeruk, lemon, kopi mocha dan nanas. Untuk mendapatkan limun tersebut, pedagang harus memesan lebih awal.
Tak hanya menawarkan produk makanan jadul, Panitia Kangen Market juga berupaya memberikan nuansa jadul di seluruh kawasan Kangen Market. Untuk melakukan hal tersebut, para pedagang diharuskan mengenakan pakaian adat. Menyenangkan, bukan?
Panitia pasar mencatat, pada tahun ini terdapat 100 pedagang makanan ringan, 15 pedagang kerajinan, dan 40 pedagang barang antik. “Kami memilihnya, tujuannya agar barang yang ditawarkan benar-benar khas jaman dulu,” kata Humas Komite Kangen Market, Eko Nuryono.
Kenangan akan kesuksesan pasar tradisional
Tahukah Anda bahwa radio dan televisi dahulu merupakan salah satu jenis objek pajak? Seperti halnya kendaraan bermotor yang dikenakan pajak tahunan saat ini, setengah abad yang lalu pemilik radio dan televisi harus membayar bulanan untuk barang elektroniknya.
“Lihat, ini bukti pajaknya,” kata Dedi Senthir (46 tahun), pedagang barang antik di Pasar Kangen Yogyakarta.
Ia menunjukkan setumpuk bukti pembayaran pajak radio dan iuran televisi. Pada tahun 1960, seorang pemilik radio diharuskan membayar pajak sebesar Rp7,50 per bulan. Sedangkan pemilik televisi dikenakan pajak sebesar Rp 500 per bulan pada tahun 1977. Kedua pajak tersebut dibayar melalui kantor pos.
Sehari-harinya Dedi bekerja sebagai abdi dalem Keraton Yogyakarta. Suatu hari, sebuah keluarga kerajaan memintanya untuk membersihkan gudang dan membuang barang-barang yang dianggapnya tidak berguna. “Saat itulah saya mendapat surat-surat ini,” katanya menceritakan asal muasal kumpulan surat pajak radio dan televisi yang ia miliki.
Berbagai benda kuno bisa Anda temukan di pasar ini. Mulai dari buku dan majalah bekas, kaset, piringan hitam dan pemutarnya, aksesoris, foto, uang kertas dan koin, hingga surat berharga seperti yang dijual Dedi. Beberapa pedagang bahkan menjual kotak bekal bekas dan rokok tertentu.
Kotak bekal bekas merek Jerman Grießbrei adalah salah satunya. Ada juga kaleng bekas Underberg yang produknya sudah tidak ada lagi di pasar Indonesia. Di sudut lain terdapat kaleng pembungkus rokok.
Djarum adalah salah satunya. Nampaknya dahulu rokok asal Kudus dikemas dalam kaleng berisi 10 batang rokok. “Barang-barang kuno ini seolah membangkitkan kenangan dan kenangan masa lalu,” kata Eko Nuryono.
Eko mengatakan, Kangen Market tidak sekadar ingin mengajak masyarakat bernostalgia dengan benda-benda masa lalu dan kulinernya. Pasar ini juga ingin mengingatkan Anda akan kejayaan pasar tradisional. “Pasar juga punya fungsi sosial,” ujarnya.
Di pasar tradisional, lanjutnya, interaksi pedagang dan pembeli tidak hanya sekedar urusan ekonomi. Berbeda dengan pasar modern yang pembelinya datang untuk membeli lalu keluar.
Tidak ada proses negosiasi harga di sana. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di pasar tradisional. Pedagang dan pembeli dapat melakukan negosiasi harga, membicarakan banyak hal dan membangun hubungan sosial.
Sayangnya, fungsi sosial pasar mulai hilang. Seiring dengan maraknya pembangunan pusat perbelanjaan dan toko modern di pelosok desa.
Bagi yang berada di Yogya bisa datang langsung ke Kangen Market melalui Kode Promo UBER Di Sini! —Rappler.com