• November 28, 2024

Yose Rizal, seorang pemulung pemulung

PIDIE, Indonesia — Sampah memang menjadi permasalahan pelik. Tak hanya di perkotaan, namun juga di tempat wisata seperti Alam Lingkok Kuwieng yang terletak di pedalaman hutan di Kabupaten Pidie, Aceh.

Berawal dari kekhawatiran rusaknya keindahan tempat wisata alam dan interior hutan akibat sampah plastik, traveler bernama Yose Rizal di Kabupaten Pidie kerap berwisata ke tempat wisata untuk mengumpulkan sampah lalu membawanya pulang.

Gara-gara aktivitasnya itu, teman-temannya menganggapnya ‘gila’. Meski sempat diremehkan, namun semangatnya tak pernah padam. Kegiatan tersebut tetap ia promosikan dengan mengunggah foto atau video di media sosial agar semua orang tergerak untuk mengikuti jejaknya.

*****

Yose Rizal tampak sibuk. Di tangan kirinya ia membawa kantong plastik berwarna merah. Isinya bekas bungkus jajanan plastik dan puntung rokok. Tangan kanannya tidak pernah diam. Ia pun dengan cepat menyukai sampah plastik yang berserakan di tebing batu Lingkok Kuwieng.

Satu demi satu sampah plastik itu diangkat. Sesaat kemudian, Yose Rizal memasukkannya ke dalam kantong plastik. Tak hanya satu kantong plastik, Yose Rizal berulang kali membuka tasnya untuk mengeluarkan kantong plastik lainnya.

Satu jam kemudian, lima kantong plastik terisi sampah plastik. Objek wisata alam Lingkok Kuwieng yang terletak di pedalaman Hutan Pidie, Aceh yang awalnya dipenuhi sampah plastik, kini terlihat bersih.

Kantong plastik itu diletakkan di suatu tempat. Setelah itu, Yose mengikatkan kantong plastik tersebut ke bagian belakang tasnya. Tak hanya kantong plastik berisi sampah plastik, beberapa botol bekas minuman keras juga diikatkan tali di atas tasnya.

Sampah plastik itu nantinya akan dibawa pulang oleh Yose dan dibuang. Dia tidak membakar sampah di hutan. Sebab, menurutnya, sampah plastik sekalipun dibakar tetap meninggalkan bekas yang sulit terurai oleh tanah.

Setelah selesai mengikatnya ke dalam tas, pria asal Desa Masjid Runtoh, Kecamatan Pidie, mengangkut sampah tersebut untuk dibawa pulang dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.

Tak hanya Lingkok Kuwieng, Yose pun sudah melakukan hal tersebut di sejumlah tempat wisata alam. Tempat yang Yose jelajahi sebagian besar merupakan tempat wisata yang terletak di pedalaman hutan dan sulit diakses karena buruknya infrastruktur di sana.

“Ada yang pernah tanya ke saya, kenapa tidak dibakar saja? “Saya menjawab, pembakaran sampah masih meninggalkan bekas, apalagi yang dibakar adalah plastik,” kata pria berusia 24 tahun itu kepada Rappler, akhir pekan lalu.

Selain pembakaran, warga yang melihat ulah Yose membuang sampah ke dalam tasnya untuk dibawa pulang juga menyarankan hal lain. Seperti membuang tong sampah di tempat wisata alam. Meski demikian, Yose tetap berbaik hati menanggapi usulan tersebut.

“Saya bilang, solusinya tidak salah. Boleh saja menaruh tong sampah di tempat wisata alam, namun bila sudah penuh siapa yang bertugas membawa sampah tersebut ke kota (tempat pembuangan sampah). “Kalau sampah ditimbun di tong sampah, tidak akan ada hasilnya,” lanjut mahasiswa Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala ini.

Tak hanya saran, Yose juga mendapat kritikan pedas. “Kalau teman-teman menggodaku, aku tidak pernah marah, aku santai saja. “Kalau dipikir-pikir, apa yang saya lakukan sungguh gila,” kata Yose.

Pada 10 Januari 2016, Yose mulai mengumpulkan sampah dan membawanya pulang dari tempat wisata alam pendakian gunung Burni Telong, Kabupaten Bener Meriah, Aceh.

Prihatin dengan banyaknya sampah di atas Burni Telong, Yose lalu memungut sampah yang ada di sana. Lalu masukkan sampah ke dalam tas dan bawa pulang.

“Saya sering ke tempat wisata dan setiap tempat yang saya kunjungi selalu ada sampah. “Makanya saya putuskan untuk memungut sampah sebanyak-banyaknya yang bisa saya bawa pulang,” kata pria berambut gondrong itu.

Yose sengaja memasukkan sampah yang terkumpul ke dalam tasnya agar lebih praktis saat diangkut pulang. Dari apa yang dilakukannya, Yose selalu memotret atau membuat video untuk diunggah ke media sosial.

“Saya ingin kegiatan seperti ini menjadi trend di media sosial dan dari video seperti ini masyarakat tergerak untuk peduli terhadap lingkungan. “Dengan memposting foto atau video, masyarakat akan mengetahui bahwa tempat wisata ini sangat kotor, takut kehilangan keindahannya,” kata pemilik akun Instagram @yose8rz. Akunnya pun diikuti puluhan ribu orang setelah foto-foto kumpulan sampah itu diunggah.

Yose mengaku tidak terhubung dengan komunitas atau lembaga mana pun untuk menjalankan aktivitasnya. Ini semua merupakan inisiatif yang muncul dari beliau karena keprihatinan terhadap banyaknya sampah yang berserakan di tempat wisata alam.

Namun, ia menyebut kegiatannya sebagai Gerakan Peduli Sampah (GPS). Dia menolak menyebut GPS sebagai komunitas. Yose berpikir bahwa GPS ada pada setiap orang. “Jika Anda peduli terhadap lingkungan, khususnya di tempat wisata, maka Anda adalah anggota GPS,” jelasnya.

Ia berharap semua orang tergerak untuk mengikuti jejaknya, setidaknya bukan sampah. “Kalaupun berwisata alam ke pedalaman hutan, sampah plastik yang dibawa ke lokasi harus dibawa pulang,” lanjutnya.

“Saya harap kita semua harus sadar betapa pentingnya menjaga tempat wisata alam, terutama dari segi kebersihannya. “Sebaiknya tidak hanya di tempat wisata alam saja, tapi di semua tempat harus kita jaga jangan membuang sampah sembarangan,” kata Yose.

Kantong diikat ke bagian belakang tempat sampah dan beban yang harus dibawa pulang bertambah. Namun Yose tak terlihat lelah saat kembali menyusuri jalan setapak terjal dari Lingkok Kuwieng di pedalaman Hutan Pidie. Senyuman masih terlihat di wajahnya saat sampah dibuang ke tempat sampah.

“Alam memberi kita keindahannya, apa yang bisa kita berikan pada alam,” ujarnya saat pulang. —Rappler.com

taruhan bola