Hasil Pertemuan SBY-Prabowo: Konsolidasi Tanpa Koalisi
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Namun, jika uji materi undang-undang pemilu ditolak di Mahkamah Konstitusi, maka Demokrat siap berkoalisi dengan Gerindra pada Pilpres 2019.
JAKARTA, Indonesia – Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra di Puri Cikeas, Jawa Barat pada Kamis malam, 28 Juli. Prabowo tiba di kediaman SBY sekitar pukul 20.30 WIB dan langsung menggelar rapat tertutup.
Percakapan berlangsung sekitar 90 menit dan kemudian diakhiri dengan siaran pers bersama. Bagi SBY, pertemuannya dengan Prabowo bukanlah peristiwa luar biasa. Sebab pertemuan tokoh politik sangat mungkin terjadi di Indonesia. Dia mencontohkan, Prabowo sudah dua kali bertemu dengan Presiden Joko “Jokowi” Widodo. SBY juga beberapa kali bertemu dengan mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
“Jadi, pertemuan antar tokoh politik itu sesuatu yang luar biasa. “Ini luar biasa karena terjadi setelah tanggal 20 Juli, ketika Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, dan PKS berada dalam satu kubu yang tidak setuju dengan pengesahan RUU Pemilu,” kata SBY dalam konferensi pers tadi malam.
Kondisi ambang batas ambang batas presiden Angka 20 persen ini dinilai mampu membatasi pergerakan partai politik untuk mengusung calon presiden pada Pilpres 2019. Baik SBY maupun Prabowo sepakat bahwa keputusan tersebut tidak tepat dan akan merugikan rakyat. Sehingga mereka sepakat untuk mengkritik dan menolak tegas keputusan tersebut.
Hal penting lainnya yang disepakati adalah kedua parpol akan meningkatkan komunikasi dan memperkuat kerja sama. Namun tidak dalam kerangka koalisi. SBY sepertinya belajar dari pengalaman koalisi masa lalu yang kurang solid dan bisa mengubah sikapnya.
“Dulu kita kenal dengan nama ‘Koalisi Besar Indonesia’ dan ‘Koalisi Merah Putih’. Akhirnya mengalami pergeseran mendasar. Namun, kami memilih untuk tidak berubah dan terus meningkatkan kerja sama,” kata presiden ke-6 itu.
SBY menjelaskan, kerja sama tersebut mencakup dua hal, yakni di bidang politik dan melakukan gerakan moral. Cara terakhir akan dilakukan jika pemerintah dinilai telah menyakiti perasaan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
“Kekuasaan tidak boleh diabaikan. Artinya kita harus memastikan bahwa penggunaan kekuasaan oleh pemegangnya tidak melebihi batas. “Karena banyak hikmah yang kita peroleh, juga di negara kita mengenai praktik penyalahgunaan kekuasaan,” ujarnya lagi.
Tolak istilah koalisi
Lalu apa maksudnya bekerja sama tanpa membentuk koalisi? Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan, Demokrat akan terus bersinergi jika ada persoalan tertentu. Misalnya, jika ada beberapa pihak yang ingin mengajukan uji materi UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.
“Saya menolak sepenuhnya istilah koalisi karena bisa menangkap pikiran kita. Tanpa koalisi pun kita bisa bersama-sama menyelesaikan permasalahan bangsa. “KMP (Koalisi Merah Putih), KIH (Koalisi Besar Indonesia), kalian juga sudah lupa apa itu,” kata Hinca.
Yang terpenting bagi menara Hinca adalah hasil kerjasama ini. Meski meminta koalisi, Demokrat yakin masih bisa berkoalisi dengan Partai Gerindra.
Namun, jika uji materiil UU Pemilu kemudian ditolak di Mahkamah Konstitusi, Gerindra dan Demokrat bisa berkoalisi pada Pilpres 2019 mendatang. Sebab, kedua partai tersebut tidak memiliki suara 20-25 persen jika ingin mengusung calon presiden.
“Karena tidak bisa mencalonkan diri sendiri, maka mau tidak mau orang-orang akan bergabung untuk memenuhi kuorum. Begitu pula di pilkada, dia tidak bisa mencalonkan diri, sehingga dia bergabung. “Keharusan duduk bersama,” ujarnya. – Rappler.com