• October 11, 2024
Visa bukan merupakan faktor penghambat WNI untuk datang ke Australia

Visa bukan merupakan faktor penghambat WNI untuk datang ke Australia

Masih sedikitnya wisatawan Indonesia yang ke Australia karena minimnya informasi mengenai tempat wisata di sana

JAKARTA, Indonesia — Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson, menilai minimnya fasilitas bebas visa yang diberikan kepada WNI bukan menjadi penghalang bagi mereka untuk berangkat ke Negeri Kanguru.

Kurangnya pengetahuan mengenai produk wisata di Australia sebenarnya menjadi faktor utama masih sedikitnya warga Indonesia yang berkunjung ke sana.

Berdasarkan data KBRI Canberra, jumlah wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Australia mencapai 150.200 orang. sepanjang tahun 2014. Jumlah tersebut jauh dibandingkan jumlah wisatawan asal Tiongkok yang berkunjung ke Australia yang mencapai lebih dari 800 ribu pada tahun yang sama.

“Kita perlu mencari produk pariwisata yang masih dipromosikan kepada masyarakat Indonesia. “Saya belum menemukan satu pun WNI yang merasa risih berkunjung ke Australia,” ujarnya Grigson saat berdialog di kantor Rappler pada Senin, 1 Februari.

Faktanya, yang saya temukan banyak WNI yang belum paham tempat mana yang harus dikunjungi selama berada di Australia, ujarnya.

Grigson tidak memungkiri, jumlah wisatawan Indonesia yang berwisata ke Australia masih lebih tinggi dibandingkan wisatawan daratan Eropa. Hal ini disebabkan oleh dua faktor.

“Pertama karena kedekatan geografis kedua negara. Kedua, jumlah anggota keluarga yang berkunjung untuk mengunjungi keluarganya belajar di Australia cukup besar. “Meski tujuannya hanya untuk berkunjung, dari sudut pandang bisnis, mereka masih merupakan ceruk pasar yang bagus,” jelas Grigson.

Salah satu cara yang dilakukan Kedutaan Besar Australia di Jakarta untuk mempromosikan sektor pariwisata adalah dengan menggunakan media sosial. Karena media sosial dianggap sebagai alat promosi yang efektif di Indonesia.

Grigson menambahkan bahwa skema visa universal telah lama menjadi kebijakan Australia. Artinya mereka tidak memberikan visa gratis kepada warga negara mana pun.

Namun sejak Desember tahun lalu, Australia telah mengumumkan kebijakan baru bagi WNI.

“Saat mereka mengajukan visa, WNI bisa mendapatkan visa kunjungan beberapa entri untuk tiga tahun. Artinya, mereka dapat melakukan perjalanan keluar masuk sesuai keinginannya selama tiga tahun berturut-turut. “Tidak banyak negara di dunia yang mendapatkan peluang sebesar ini,” ujarnya.

Bertentangan dengan kebijakan pemerintah Australia, Indonesia justru akan membebaskan visa bagi wisatawan Negeri Kanguru. Faktanya, mereka dulu mendapatkan visa kedatangan yang mudah (visa pada saat kedatangan).

Grigson mengaku sangat gembira mendengar rencana pemerintah Indonesia untuk membebaskan visa bagi warga negaranya. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah wisatawan Australia yang berwisata ke Indonesia, meski mayoritas masih memilih berlibur di Pulau Bali.

“Setiap tahun sekitar 1,1 juta wisatawan Australia mengunjungi Bali. “Tentunya kami juga mendorong mereka untuk mengunjungi daerah lain di Indonesia seperti Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, meski tidak mudah,” ujarnya.

Menurut Grigson, ada dua faktor yang menyebabkan sulitnya mendorong wisatawan Australia untuk berkunjung ke daerah lain di Indonesia.

Pertama karena image Bali sangat tertanam kuat di benak wisatawan Australia sebagai destinasi wisata murah. Kedua, karena masih sedikitnya penerbangan langsung dari Australia ke berbagai kota di Indonesia.

Singkirkan mitos tersebut

Dalam acara itu, Grigson juga menjelaskan kabar banyak wisatawan Australia yang sering tampil saat berlibur di Pulau Dewata. Berdasarkan data Konsul Jenderal Australia di Denpasar, jumlah wisatawan yang berperilaku nakal kurang dari 100 orang.

Fakta menunjukkan, kata Grigson, wisatawan Negeri Kanguru lebih lama tinggal di Indonesia dibandingkan wisatawan negara lain.

“Mereka menghabiskan rata-rata 9,5 hari untuk berlibur. Mereka juga mengeluarkan uang lebih besar per harinya, bahkan lebih banyak dibandingkan wisatawan asal Jepang, Singapura, Malaysia, dan China. “Bahkan banyak dari mereka yang jatuh cinta pada Indonesia dan memutuskan untuk kembali,” kata Grigson.

Jadi tidak adil jika menyebut turis Australia sebagai turis yang paling banyak menimbulkan masalah. Terlebih lagi, ketika mereka kembali ke Australia, mereka sering mempromosikan bahwa Indonesia adalah tempat yang indah.

“Jika menelusuri di media sosial, jelas lebih banyak fakta mengenai turis Australia yang bermasalah di Bali. Namun, saya juga menemukan turis Indonesia melakukan hal yang sama, kata diplomat senior itu. – Rappler.com

BACA JUGA:

Angka Sdy