Memahami mobilitas seni kontemporer pada ‘Pameran Seni Instalasi Media Korea-Indonesia’
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
‘Pameran Seni Instalasi Media Korea-Indonesia’ berlangsung di Edwin’s Gallery, Kemang, Jakarta Selatan, dan dibuka pada 7-17 September 2017
JAKARTA, Indonesia – Program seni yang didukung Pusat Kebudayaan Korea ini telah berjalan sejak tahun 2013 dan mengusung tema berbeda setiap tahunnya. Tahun ini, Pameran Seni Instalasi Media Korea-Indonesia yang ke-5 adalah tema Pelancong nomaden dan ingin menjelajahi tempat bepergian, mengembara, dan berpindah-pindah.
“Perpindahan dalam hal ini juga mencakup pergerakan ruang dan waktu, pergerakan metode berkarya seniman, dan pergerakan genre seni juga dibahas dalam pameran ini,” ujar salah satu kurator pameran, Evelyn Huang dalam temu media yang digelar. , jelasnya. di Edwin’s Gallery Kemang, Jakarta Selatan pada Kamis 7 September 2017.
Dalam mengangkat tema ini, cara hidup pengembara Yang dimaksud tidak hanya sebatas gerak fisik, pameran ini juga ingin menunjukkan bahwa para seniman peserta tidak hanya menggunakan satu medium atau prinsip dalam berkarya, melainkan melakukan gerakan-gerakan yang dinamis.
Karya seniman Korea dan Indonesia
Dalam lima tahun berturut-turut, pameran ini menarik delapan seniman dari Korea dan Indonesia yang karyanya meliput pergerakan material, wacana dan informasi di masyarakat. Artis yang berpartisipasi antara lain FX Harsono, Julia Sarisetiati, Lee Hansu, Lee Sang Hyun, Lee Wan, Moon Hyungmin, Venzha Christ dan Zico Albaiquni.
Instalasi oleh FX Harsono dengan judul Ringan di dalam tas itu menampilkan kata-kata bahasa Indonesia yang dia terjemahkan hak gadai, ukiran kayu dengan puisi atau syair terpampang di sudut-sudut pintu rumah bergaya Tionghoa pada masa lalu.
Kata-kata tersebut ia tampilkan dengan lampu neon yang menyala dari enam koper terbuka. Harsono menerjemahkan puisi Mandarin dari hak gadai bersifat kata demi kata dan harafiah, sehingga secara keseluruhan membentuk puisi yang benar-benar baru.
Instalasi ini merupakan simbol transformasi harapan para migran masa lalu terhadap kehidupan barunya di negara baru, transfer makna ke dalam hal-hal baru.
Karya Lee Hansu, seniman asal Korea, diberi judul c++ ayunan no. 201102. Seri fotografi yang digelutinya sejak 2002 ini menampilkan komposisi eksentrik melalui penjajaran antara luar angkasa dan dunia nyata.
Lee, siapa yang suka fiksi ilmiah, menggambarkan keinginan dan kebudayaan manusia bajingan diproyeksikan dalam sosok orang asing. Melalui serial ini, ia juga mempertanyakan identitas umat manusia yang berubah seiring berjalannya waktu.
Tema pertukaran budaya
Menurut Evelyn, pameran ini dimulai pada tahun 2013. Saat itu sudah banyak terjadi pertukaran budaya antara Korea dan Indonesia, namun tidak banyak yang terjadi di bidang seni rupa kontemporer.
Sejak itu, setiap tahun tim kuratorial selalu mengangkat isu atau topik terkait pertukaran budaya. Pada pameran pertama, topik yang diangkat adalah negosiasi.
“Negosiasi berbicara tentang perhatian yang diberikan kepada kedua belah pihak, dan juga niat untuk menciptakan pemahaman antara dua pihak dengan latar belakang budaya berbeda,” kata kurator pameran Jeong-ok Jeon.
Sedangkan pameran berikutnya menonjolkan tema alfabet atau bahasa yang digunakan ketika dua orang yang berbeda latar belakang budaya berinteraksi satu sama lain.
Seluruh tema yang dipilih merupakan salah satu prinsip dasar yang mendorong masyarakat untuk melakukan pertukaran budaya melalui seni kontemporer. —Rappler.com