Menteri Retno: Toleransi adalah kunci integritas bangsa
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Para ekstremis menggunakan agama untuk membenarkan kebijakan mereka yang tidak manusiawi
JAKARTA, Indonesia – Toleransi antar umat beragama dan antar suku menjadi salah satu kunci menjaga keutuhan suatu bangsa, kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi.
“Toleransi itulah yang mempersatukan Indonesia sebagai sebuah negara. Oleh karena itu, upaya kita dalam melindungi hak kebebasan beragama dan perdamaian harus sejalan dengan upaya kita menjaga toleransi, kata Retno dalam Simposium Tahunan Trygve Lie di sela-sela sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). di Baru. York, pada hari Kamis 21 September.
Simposium tahunan ini diselenggarakan oleh Institut Perdamaian Internasional (IPI) di UN Plaza dan menampilkan panelis seperti Pangeran Zeid Raad Al Hussein dari badan hak asasi manusia PBB, OHCHR, dan direktur eksekutif Kelompok Hak Minoritas Mark Lattimer.
ujar Retno 85 persen dari sekitar 260 juta penduduk Indonesia adalah Muslim, begitu pula masyarakat Indonesia rumah bagi umat beragama lain, antara lain Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Kong Hu Chu, dan penganut agama lain.
Mendorong toleransi dan kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan cara yang efektif untuk melawan ekstremisme atas nama agama, kata Retno.
“Para ekstremis agama telah menggunakan agama secara tidak patut untuk membenarkan kebijakan mereka yang tidak manusiawi,” kata Retno.
Masalah Rohingya
Simposium yang dihadiri beberapa komunitas internasional ini juga mengangkat isu krisis di Rakhine, Myanmar.
Menteri Luar Negeri Norwegia Borge Brende yang juga menjadi pembicara menggarisbawahi bahwa meski etnis Rohingya bukan etnis mayoritas di Myanmar, namun mereka merupakan etnis penting bagi masyarakat dunia.
PBB menyebut kelompok etnis Muslim Rohingya sebagai salah satu kelompok etnis minoritas yang paling teraniaya di dunia.
Hak asasi manusia bersifat universal dan tidak mungkin memisahkan hak kebebasan beragama atau berkeyakinan dari hak sipil dan politik yang paling dasar seperti hak untuk hidup, hak privasi, dan kebebasan berkumpul dan berekspresi, kata Brende. . .
“Kebencian kolektif agama bukanlah fenomena alam, melainkan akibat ulah manusia. “Kita tidak bisa membiarkan hal ini terus terjadi dan merupakan kewajiban moral kita untuk berupaya mencari solusinya,” kata Brende.
Dalam simposium tersebut, Presiden IPI Terje Rod-Larsen meminta Retno menceritakan perjalanan diplomatiknya ke Myanmar dan Bangladesh mengenai krisis kemanusiaan di Rakhine.
“Saya menyebutnya maraton diplomasi,” kata Retno.
Menlu Retno bertemu dengan panglima militer, penasihat negara dan sejumlah menteri Myanmar, serta perwakilan dan duta besar PBB di Yangon dan Naypyidaw pada 3-5 September.
Dalam pertemuan dengan Aung San Suu Kyi, Retno menyampaikan empat usulan untuk Myanmar, yakni. memulihkan stabilitas dan keamanan, menerapkan pengendalian diri semaksimal mungkin dan tidak menggunakan kekerasan, melindungi semua orang di Negara Bagian Rakhine tanpa memandang etnis dan agama; dan membuka akses terhadap bantuan kemanusiaan.
Untuk dunia internasional, kata Retno pentingnya rekomendasi laporan Komisi Penasihat untuk Rakhine State yang dipimpin oleh mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan untuk segera dilaksanakan.
“Yang bisa dilakukan komunitas internasional adalah memberikan bantuan kemanusiaan dan juga mengimplementasikan laporan Annan,” ujarnya.
Menteri Luar Negeri Retno juga turut berkunjung Dhaka, Bangladesh bertemu dengan UNHCR dan IOM untuk mendapatkan penjelasan mengenai perkembangan situasi pengungsi Rohingya di perbatasan Myanmar dan Bangladesh. – Rappler.com/dengan Antara