• November 28, 2024

Penggagas aksi Hari Bebas Motor ini dinodai aktivitas bernuansa politik

Mereka juga menuntut permintaan maaf dari Surya Paloh karena merasa telah meremehkan pentingnya penyelenggaraan CFD

JAKARTA, Indonesia – Aksi “Kami adalah Indonesia” yang digelar Minggu, 4 Desember oleh Partai Nasional Demokrat dan partai politik dukungan pemerintah menuai kritik tajam dari berbagai pihak, salah satunya datang dari penggagas kegiatan tersebut. Hari tanpa kendaraan bermotor (CFD). Mereka menilai ada beberapa aturan yang dilanggar pihak penyelenggara, termasuk menggelar kegiatan bernuansa politik di area yang seharusnya bisa dinikmati masyarakat untuk berolahraga.

(BACA: Parade Keberagaman: Rayakan Toleransi Atas Tumpukan Pelanggaran)

Kegiatan tersebut melanggar Peraturan Gubernur nomor 12 tahun 2016 tentang Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HKB) pasal 7 jo Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara sebagai bentuk implementasi Undang-undang nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Terdapat 9 pelanggaran yang dicatat oleh pemrakarsa CFD:

1. Penggunaan ciri-ciri partai politik menunjukkan adanya aktivitas politik praktis dan aktivitas partai politik di wilayah HBKB
2. menempatkan panggung di Bundaran Hotel Indonesia yang merupakan tempat steril jauh dari panggung.
3. Penggunaan genset sebagai sumber listrik mencemari udara
4. kelalaian dalam pengelolaan sampah sehingga sampah berserakan
5. penggunaan sound system yang melebihi standar HBKB
6. Penempatan panggung melebihi yang diperbolehkan
7. pemblokiran jalur bus Trans Jakarta
8. pengabaian terhadap taman sehingga mengakibatkan kerusakan pada tanaman
9. penyebaran brosur yang ternyata berpotensi menjadi sampah di kawasan HBKB

Tidak sesuai kesepakatan dan kami sangat kecewa, kata salah satu penggagas CFD, Ahmad Safrudin, saat memberikan siaran pers di Sarinah, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 5 Desember.

Safrudin mengatakan, sejak pertama kali diselenggarakan pada Mei 2002, CFD menjadi ajang silaturahmi dan bertukar pikiran antar warga.

“Ini bahkan bukan tempat untuk saling menghasut dan menyebarkan pidato. “CFD merupakan ruang publik yang kondusif bagi masyarakat untuk bersosialisasi,” ujarnya.

Kegiatan yang diadakan setiap hari Minggu ini diharapkan dapat mengedukasi masyarakat untuk beralih ke transportasi umum.

“Dengan cara ini kualitas udara akan pulih. “Warga juga dapat memiliki ruang publik untuk beraktivitas yang kondusif dan netral dari unsur SARA dan kepentingan politik,” kata Safrudin.

Sementara itu, aksi “Kami adalah Indonesia” justru menghancurkan nilai-nilai yang telah dibangun sekitar 16 tahun lalu. Acara yang dirancang untuk hal positif ini dirusak oleh protes yang dikabarkan menyaingi aksi perdamaian 212.

“Kami menuntut CFD dikembalikan ke fungsi semula sebagai ruang publik untuk meningkatkan kualitas udara dan mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan bermotor. “Dengan begitu, masyarakat akan berkontribusi dan membantu mengurangi kemacetan lalu lintas,” ujarnya.

Surya Paloh meminta maaf

Penggagas CFD lainnya, Karya Ersada, juga menuntut permintaan maaf dari Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh. Sebab, pernyataan Surya, Minggu pekan lalu, dinilai meremehkan pentingnya CFD atas nama aksi keberagaman.

“Saat itu Surya Paloh menyampaikan apa arti CFD dibandingkan dengan persatuan bangsa. Bahkan, berkat CFD, keberagaman terwujud. “Setiap minggunya, setiap kota menyelenggarakan CFD,” kata Karya.

Padahal, lanjut Karya, adanya demonstrasi bernuansa politik justru menimbulkan rasa tidak nyaman bagi pengguna CFD. Mereka menilai para pengunjuk rasa memakai lambang parpol seolah memberi kesan perpecahan.

“Dan Surya Paloh mengambilnya. Padahal, 13 tahun lalu Metro TV memberi kami (CFD) penghargaan. “Kami mendapat piagam dan hari ini kami tidak mau,” kata pria yang juga aktivis lingkungan hidup dan aktivis jalan kaki itu.

Sebagai bentuk penolakan, mereka kemudian merekam piagam yang diberikan stasiun televisi Metro TV.

“Kami menuntut permintaan maaf dari Surya Paloh,” ujarnya.

Pemilik stasiun televisi itu sebelumnya membantah dirinya melakukan praktik politik pada Minggu lalu. Surya menilai aksi “We are Indonesia” digelar untuk menyatukan kembali masyarakat Indonesia.

Ia mengaku siap menerima konsekuensinya jika dianggap melanggar aturan CFD.

“Mungkin jika kita melanggarnya, kita siap menerima konsekuensinya demi kebaikan yang kita rasakan. Namun, apa pentingnya CFD dibandingkan dengan persatuan bangsa ini. Sejujurnya itulah yang saya katakan. “Jadi kalau mau CFD bisa, bisa juga menari sedikit,” kata Surya.

Polisi tidak bisa bertindak

Pelanggaran yang jelas-jelas terjadi di depan mata kita pada Minggu kemarin tidak bisa dituntut oleh polisi. Kapolda Metro Jaya Irjen M. Iriawan menegaskan, ciri-ciri partai politik tidak boleh hadir dalam kegiatan CFD di Bundaran Hotel Indonesia. Diakuinya, sebelum aksi unjuk rasa dimulai, polisi sudah mengingatkan koordinator lapangan mengenai hal tersebut.

Namun kenyataannya, larangan tersebut masih dilanggar. Polisi, kata Iriawan, tak bisa berbuat banyak terhadap pelanggaran tersebut. Alhasil, polisi hanya bisa mengawal acara tersebut hingga selesai pada pukul 11.00 WIB.

Polda Metro Jaya menyerahkan pelanggaran tersebut untuk ditindaklanjuti oleh Panitia Pengawas (Panwas) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Tolong panitia pengawas dan Bawaslu yang menilai sendiri. Tapi yang jelas tidak ada kampanye di sini. “Saya yang meneruskannya,” kata Iriawan.

Ia mengaku mengeluarkan izin aksi pada Minggu lalu karena menilai tidak ada yang aneh. Tugasnya pada Minggu kemarin hanya memantau perkembangan aksi.

“Pj Gubernur (Sumarsono) memberi izin. Sementara tugas saya hanya memberikan pengamanan kepada Pangdam, ujarnya. – Rappler.com

lagutogel