• November 30, 2024
Fahri Hamzah secara sepihak menyetujui usulan hak penyidikan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi

Fahri Hamzah secara sepihak menyetujui usulan hak penyidikan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi

Sejumlah anggota DPR dari sejumlah fraksi memutuskan walk out (WO) mengetahui keputusan rapat paripurna.

JAKARTA, Indonesia (UPDATED) – Setelah melalui sidang paripurna yang kontroversial, DPR akhirnya menyetujui usulan hak penyidikan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Melalui hak penyidikan tersebut, DPR meminta agar lembaga antirasuah membuka rekaman kamera CCTV saat memeriksa Miryam S. Haryani.

Kepada penyidik ​​KPK, anggota Komisi V DPR itu mengaku mendapat tekanan dari enam rekannya di DPR agar tidak “bernyanyi” soal aliran uang proyek pengadaan KTP Elektronik. Sidang tersebut disebut kontroversial karena Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengambil keputusan secara sepihak untuk menyetujui usulan tersebut. Sementara itu, anggota fraksi yang memprotes usulan hak penyidikan sekaligus diabaikan.

Jadi apa yang sebenarnya terjadi? Menurut kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, mayoritas anggota DPR yang hadir dalam paripurna menyetujui usulan hak penyidikan.

“Jadi (keputusan ini) bukan dilihat (keputusan) fraksi, tapi anggota paripurna. Karena mayoritas (anggota) setuju, maka dipukullah palu, kata Fahri yang ditemui di Gedung DPR usai memimpin sidang paripurna, Jumat 28 April.

Jadi, sesuai aturan dan ketentuan, langkah selanjutnya adalah membentuk panitia khusus (pansus) yang berhak meminta keterangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Rencananya mereka akan kembali berkumpul setelah masa reses berakhir, yakni pada 17 Mei mendatang.

“Tentu akan kami lihat lagi karena sudah ada badan musyawarah. Apabila fraksi tidak mengikutsertakan anggotanya atau tidak mengirimkan anggotanya untuk membentuk panitia khusus, maka panitia khusus tidak dapat dibentuk. Begitu pula hak angket tidak dilanjutkan,” ujarnya.

Maka Fahri meminta masyarakat menunggu pada 17 Mei. Sangat mungkin terjadi dinamika.

Sejak dimulai pukul 09.00 WIB, rapat paripurna berlangsung sengit. Perwakilan pengusul angket, Taufiqulhadi dari Partai Nasional Demokrat, meminta rapat paripurna menyetujui usulan hak angket.

“Kami mohon persetujuan rapat paripurna agar hak penyidikan dapat ditindaklanjuti sesuai hukum,” kata Taufiqulhadi saat membacakan usulan tersebut pagi tadi di ruang sidang, Senayan, Jakarta.

Setelahnya, sejumlah perwakilan fraksi menyampaikan interupsinya. Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Fraksi Partai Demokrat menjadi partai pertama yang menyampaikan interupsi awal atas ketidaksetujuan mereka terhadap hak angket tersebut.

“Saya minta kita coba melihat dengan jelas apa urgensinya. Haruskah itu benar-benar digunakan sekarang?” kata Martin Hutabarat, perwakilan Fraksi Gerindra.

Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu, menyela mendengar pernyataan tersebut. Ia mengaku kecewa dengan rekan-rekannya yang menolak usulan hak penyidikan. Di mata Masinton, rekan-rekannya menggunakan politik yang munafik.

“Saya bosan, Ketua! Saya kritik KPK karena saya tahu saya benar! Paripurna ini forum politik munafik, kata anggota Komisi III DPR itu.

Sontak Fahri selaku Wakil Ketua DPR mengambil kendali rapat. Tiba-tiba dia bertanya apakah rapat paripurna bisa menyetujui hasil rapat tersebut.

“Saya mau tanya ke forum, apakah usulan hak penyidikan ke KPK bisa disetujui?”

Ada suara dari seorang anggota dewan yang meminta izin untuk menyela. Namun, Fahri mengabaikan izin interupsi tersebut.

“Persetujuan pimpinan, persetujuan pimpinan,” kata salah satu anggota dewan.

Fahri mengatakan, jika hak angket disetujui, acara bisa dilanjutkan dengan pidato penutup Ketua DPR Setya Novanto.

“Baiklah, sepertinya kita sudah sampai pada kesimpulan bahwa kita menggunakan hak penyidikan, terima kasih teman-teman,” ucapnya sambil mengetuk palu.

Tindakan Fahri menuai protes. Alhasil, sejumlah anggota DPR dari berbagai fraksi memutuskan Walk Out (WO) dari ruang rapat paripurna.

Fahri dikenal sangat gigih dan blak-blakan meminta DPR mengajukan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurutnya, apa yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) patut dipertanyakan karena menolak membuka rekaman CCTV penyidikan Miryam dalam kasus mega korupsi pengadaan KTP Elektronik.

Miryam juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dituduh memberikan bukti palsu dalam proses persidangan kasus korupsi KTP elektronik. Dalam rekaman CCTV yang ditampilkan selama persidangan, Miryam tidak mendapat tekanan dari penyidik ​​seperti yang diakuinya di hadapan Majelis Hakim.

Bahkan, kepada penyidik ​​KPK, anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura itu mengaku mendapat tekanan dari rekan-rekannya di gedung parlemen agar tidak mengungkap kebenaran soal kasus korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu. – Rappler.com

Togel Singapore Hari Ini