Pro dan kontra program bela negara dimasukkan dalam kurikulum PAUD
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Bela negara kini tidak hanya wajib dilakukan oleh anak sekolah, mahasiswa, atau narapidana. Kementerian Pertahanan juga berencana memasukkan kurikulum bela negara pada tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Niat tersebut disampaikan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kemhan Mayjen Hartind Asrin yang mengaku terinspirasi dari peristiwa penangkapan tokoh Partai Komunis Indonesia oleh Resimen Para Komando Angkatan Darat ( RPKAD) terlibat. .
Hartind lahir pada tanggal 23 Februari 1960, lima tahun sebelum tragedi pembantaian 500.000 hingga 1 juta orang yang dituduh anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dibantai oleh tentara dibantu organisasi masyarakat setempat.
Menurut Hartind, putra seorang Brigade Mobil (Brimob), kisah ayahnya membantu pasukan elite TNI mengalahkan tetangganya yang dituding sebagai tokoh PKI.
“Itulah inspirasi saya untuk membuat kurikulum yang benar-benar sesuai untuk anak PAUD,” kata Hartind seperti dikutip dari media.
Berbaris untuk mendengarkan lagu kebangsaan
Hartind bahkan memikirkan bagaimana kurikulum yang hampir dibicarakan itu akan diterapkan pada anak PAUD.
“Ini adalah metode yang menyenangkan untuk anak-anak. Selagi kamu bermain,” dia berkata.
Dia ingin model pertahanan negara Indonesia bisa meniru negara tetangga Singapura dan negara adidaya seperti Amerika Serikat.
Di Singapura, anak-anak diperlihatkan film yang menceritakan Singapura diserang musuh. Kemudian film tersebut memperlihatkan bagaimana alutsista dan militer Singapura mampu menghalau serangan tersebut.
Selain itu, rencananya juga akan memasukkan materi seperti berbaris dan mendengarkan lagu nasional ke dalam kurikulum.
Segala cara tersebut nantinya akan dibicarakan bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan dan jajarannya.
Bagaimana reaksi Menteri Anies Baswedan?
Anies mengaku kepada Rappler, dirinya mengetahui rencana Kementerian Pertahanan tersebut. Tapi dia harus melihat dulu. Saya akan cek dulu ke Kementerian Pertahanan, kata Anies hari ini, Jumat 8 Januari.
Ia mengatakan, yang terpenting dalam program bela negara adalah isi kurikulumnya. Isi Kurikulum Bela Negara untuk anak PAUD, jika diterapkan materinya tidak boleh disamakan dengan mereka yang duduk di bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Anies berjanji akan membicarakan hal ini dengan para ahli dan pihak yang berkecimpung di bidang PAUD.
Hati-hati dalam menyusun isi kurikulum PAUD
Terlepas siap atau tidaknya kedua kementerian yang terlibat, Psikolog Ratih Ibrahim mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam menyiapkan konten bela negara di tingkat PAUD.
“Isi acaranya harus hati-hati karena kita tidak ingin terjerumus ke dalam gerakan yang merugikan niat suci bela negara,” kata Ratih kepada Rappler, Jumat pagi.
Fokus Ratih sebagai psikolog adalah jangan sampai program bela negara menimbulkan agresivitas yang salah kaprah pada anak, karena anak masih dalam tahap membangun daya tawarnya.
“Jika kita menunjukkannya kepada anak dengan cara yang salah, maka penangkapannya salah,” ujarnya.
Menurut Ratih, kurikulum bela negara di tingkat PAUD harus dipadukan dengan kurikulum yang sudah ada.
Ratih juga mengingatkan para pengambil kurikulum dan praktisi PAUD agar tidak salah mengartikan soal bela negara. “Membela negara itu tidak memakai kostum (tentara) dan senjata. “Sama dengan syariat agama, tidak hanya kostumnya saja, tapi perwujudan niat baiknya harus benar,” ujarnya.
Misalnya kurikulum dapat menerjemahkan bela negara bagi anak PAUD dengan ajaran membuang sampah pada tempatnya, belajar antri, bertoleransi terhadap orang yang berbeda suku dan agama, membawa semangat Bhinneka Tunggal Ika.
“Banyak nilai dasar kemanusiaan yang bersifat universal. “Jadi kami tidak (hanya) menggunakan properti,” ujarnya.
Lalu bagaimana reaksi orang tua siswa tersebut?
Eka Mei Damayanti (32 tahun), warga Tangerang, mengaku tak keberatan dengan program bela negara.
Namun di saat yang sama, ia sulit membayangkan seperti apa bentuk program bela negara yang akan diterapkan kepada anak-anaknya yang kini menikmati pendidikan di PAUD.
“Kalau cinta keluarga dan agama saja tidak apa-apa, tapi kalau bela negara, bukankah negaranya luas?” ujar Eka.
Bagaimana mengenalkan bela negara pada anak menjadi pertanyaan besar bagi Eka. “Jika kamu hanya mengenakan seragam, tidak apa-apa lah. Agar dia tahu ada TNI, kalau dia membawa senjata, gurunya harus menjelaskan kegunaannya agar tidak disalahgunakan, ujarnya.
Ia berharap program ini tidak sekedar simbolis, namun ada harapan bagi anak-anaknya sejak dini untuk mengetahui cara bela negara sesuai kemampuan berpikirnya.
Sementara itu, Aksanul Inam (33), warga Kota Lumajang, Jawa Timur, yang juga memiliki anak yang akan masuk PAUD, merasa keberatan dengan program bela negara yang diterapkan pada anak balita.
“Mengapa bentuk militerisme seperti ini harus diterapkan?” kata Aksanul mengomentari pernyataan Mayjen Hartind.
“Lebih baik memainkan permainan tradisional seperti patil lele, boi bolan, bala. “Selain pelatihan pembelajaran kooperatif, ada upaya pelestarian permainan tradisional,” ujarnya.
“Dulu bela negara menolak segala sesuatu yang berbau militerisme lho, kenapa sekarang militerisme ‘dibudayakan’ lagi?” dia berkata.
Aksanul mengingatkan kedua kementerian bahwa dunia anak adalah murni permainan.
bagaimana denganmu Setujukah Anda dengan bela negara untuk anak PAUD?—Rappler.com
BACA JUGA: