• November 16, 2024

Meminta maaf itu baik, tapi bukan berarti damai

JAKARTA, Indonesia – Dua kuasa hukum Ivan Haz mendatangi kantor LBH APIK di Kramat Jati, Jakarta Timur pada Jumat, 4 Maret. Kedua pengacara tersebut mewakili anggota Komisi IV DPR dan meminta maaf kepada korban penganiayaan, T.

“Kami menerima permintaan maaf langsung dari Tuan. Keluarga besar Hamzah Haz tentang. Keluarga memiliki niat baik. Permintaan maaf ini juga diterima dengan baik oleh korban, kata Meta, salah satu kuasa hukum Ivan Haz.

Kuasa hukum Ivan lainnya, Indrawan, berharap proses perdamaian bisa dilanjutkan dengan permintaan maaf. Namun, mereka menyatakan belum mengajukan proses penangguhan penahanan putra mantan wakil presiden Hamzah Haz.

//

Dua pengacara Ivan Haz: Meta & Indrawan mengunjungi LBH APIK di Kramat Jati. Menurut mereka, korban (T) menerima permintaan maaf Ivan Haz. Namun belum diketahui apakah hal tersebut akan berdampak pada proses hukum.

Diposting oleh Santi Dewi pada Jumat 4 Maret 2016

“Kami adalah manusia, kami bisa membuat kesalahan. Yang penting permintaan maafnya diterima, kata Indrawan.

Lantas, apakah ini berarti kasus penganiayaan yang dilakukan T berakhir damai?

Hal tersebut ditolak keras oleh Direktur LBH APIK, Ratna Batara Munti.

“Wajar jika orang yang merasa bersalah meminta maaf. Tapi itu di luar jalur hukum. Sementara proses hukum tetap harus dijalankan, kata Ratna saat memberikan keterangan pers.

Ia mengaku telah menyampaikan kepada pihak keluarga dan kuasa hukumnya bahwa perbuatan yang dilakukan Ivan tergolong perbuatan penganiayaan biasa, bukan pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi.

“Jadi tidak bisa didamaikan begitu saja,” tegas Ratna.

Sebagai bentuk perdamaian, Ivan Haz menawarkan sejumlah uang dan biaya penggantian pengobatan. Namun menurut Ratna, tawaran tersebut disampaikan dengan cara yang arogan.

“Korban menolak tawaran perdamaian dan tetap ingin melanjutkan perkara hukumnya ke pengadilan. Apalagi biaya pengobatan sepenuhnya ditanggung oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), kata Ratna.

Keadilan harus ditegakkan

Dalam kesempatan itu, Ratna juga mengapresiasi kinerja Polda Metro Jaya yang segera menahan Ivan usai diinterogasi. Ia pun berharap polisi tidak mengabulkan penangguhan penahanan Ivan demi kepentingan korban dan tegaknya keadilan.

“Melalui kasus ini, polisi bisa membuktikan bahwa mereka tidak melakukan diskriminasi terhadap siapapun di hadapan hukum. “Khususnya bagi kelompok lemah,” ujarnya.

Ratna menjelaskan, korban T merasa bersyukur saat mengetahui mantan majikannya ditahan polisi selama 20 hari.

Ia berharap pihak Ivan Haz tidak melakukan manuver politik atau upaya merugikan proses hukum yang sedang berjalan, termasuk tidak menekan atau mengancam LBH APIK.

“Kami juga berharap Dewan Kehormatan dapat menyelenggarakan sidang panel secara adil sehingga dapat memberikan keadilan bagi korban dan pembelajaran bagi masyarakat luas,” ujarnya.

Kronologi kejadian

Ivan Haz ditahan petugas Polda Metro Jaya pada 1 Maret lalu karena diduga menganiaya seorang pembantu rumah tangga berinisial T. Ia ditemukan di dalam kereta api oleh salah satu staf LBH APIK pada 30 September 2015.

Korban histeris dan dianiaya di dalam kereta, kata salah satu staf LBH APIK, Siti Zuma.

Saat di dalam kereta, T berteriak, “Aku mau ketemu mama, aku nggak mau kembali ke sana.” Korban kemudian mengaku baru saja kabur dari kediaman Ivan di Apartemen Ascott lantai 14, Kuningan. Kepala T terlihat berdarah, sedangkan telinga kirinya bengkak karena darah kering.

T menuturkan, luka tersebut didapat karena dianiaya oleh Ivan. Dia mulai menerima kekerasan setelah Juli 2015.

“Korban dipukul dengan kabel, diinjak-injak (kakinya pakai sepatu), tangannya ditendang. Kepalanya juga sering dipukul dengan mainan anaknya hingga berdarah. Pelaku juga sering memukul telinga korban hanya karena sedang mengelap mainan anaknya dengan tisu basah, jelas Zuma.

Ivan pun beberapa kali menendang tulang belakang T karena merasa tidak bisa menenangkan tangis anaknya. Bukannya melindungi Ivan, istri Ivan malah menjadi penghasut dengan mengatakan anaknya menangis karena T tidak dirawat dengan baik.

Ivan bahkan mengancam T dengan mengatakan akan membunuh keluarganya jika berani kabur dari apartemen. Puncaknya, pada 30 September 2015, T kabur dengan melompati pagar apartemen.

Selain melakukan kekerasan, Ivan juga masih berhutang gaji kepada T. Gaji T sebesar Rp 2,2 juta per bulan yang baru dilunasi pada Juni lalu. Untuk gaji bulan Juli, Ivan masih berhutang Rp 200.000, sedangkan gaji bulan Agustus dan September belum dibayarkan.

LBH APIK melaporkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya sejak 30 September. T pun menjalani pemeriksaan visum dan masih menjalani rawat jalan di RS Polri.

Usai diperiksa, Ivan pun melakukan tindakan penganiayaan terhadap dua orang asisten rumah lainnya yakni RSN dan PND.

“RSN kabur di hari yang sama saat T meninggalkan apartemen. Hanya saja dia melarikan diri di siang hari. Sedangkan PND diambil alih oleh distributornya, kata Zuma.

Bagaimana kelanjutan kasus ini? -Rappler.com

BACA JUGA:

Keluaran HK