• November 27, 2024

Afi Nihaya Faradisa ingin tetap menulis meski suaranya senyap

Akun Facebook siswi SMA ini dilumpuhkan karena banyak netizen yang tidak menyukai salah satu postingannya yang menyinggung keberagaman di Indonesia.

JAKARTA, Indonesia – “Saya hanya berusaha melakukan apa saja yang bisa dilakukan gadis berusia 18 tahun untuk menjadikan dirinya berguna,” tulis Asa Firda Inayah dalam status di akun Facebooknya.

Kutipan tersebut ia tulis setelah akun Facebook pribadinya diblokir selama hampir 24 jam. Penangguhan akun tersebut disebabkan sejumlah warganet yang melaporkan akunnya. Pelaporan tersebut diduga dilakukan oleh pihak yang tidak menyukai salah satu artikel bertajuk yang diunggahnya Warisan.

Kini ia berhasil mendapatkan kembali akses Facebooknya dengan menggunakan nama lain, “Afi Nihaya Faradisa”, sebuah anagram dari nama lengkapnya.

(Baca artikel Afi Nihaya Faradisa yang berjudul Warisan Di Sini)

Menulis tentang kemanusiaan

Sejak tahun 2016, akun Facebook Asa mulai populer. Sejumlah status mendapat banyak tanggapan, mulai dari ratusan hingga ribuan kali.

Dia berbagi hasratnya untuk menulis di Facebook. Berbagai hal ia tulis, mulai dari kemanusiaan, masalah kenegaraan, hingga percintaan. Salah satu contoh tulisannya adalah kritik mengenai perilaku bullying (intimidasi).

“Tahukah Anda bahwa kata-kata terkecil yang terucap dari jari Anda dapat memberikan pengaruh yang begitu besar pada seseorang? Penindasan dunia virtual yang diterima anak itu telah menyebar ke dunia nyata!” tulis Asa pada Agustus 2016.

Kebetulan saya lahir di Indonesia dari pasangan muslim, jadi saya muslim. Seandainya saya dilahirkan di Swedia atau Israel dalam keluarga Kristen atau Yahudi, adakah jaminan bahwa saya akan memeluk Islam sebagai agama saya saat ini? TIDAK

Ia juga mengomentari sistem pendidikan di Tanah Air dan kaitannya dengan koruptor.

“Pejabat korup itu, yang ada di sekolah itu tidak bodoh. Beri mereka soal matematika dan mereka akan menyelesaikannya dengan sempurna. “Tetapi ketika memikirkan kebaikan kepada orang lain, tiba-tiba mereka menjadi mati rasa,” ujarnya dalam judul artikel tersebut Sekolah adalah dunia angka.

Dalam salah satu status Facebooknya, gadis kelahiran 23 Juli 1998 ini mengaku dirinya adalah salah satu grup admin pengungkap hoax. Dalam status tersebut, ia memberikan gambaran apa itu hoax dan mengajak warganet untuk bersikap skeptis menghadapi membanjirnya informasi yang menyebar melalui internet.

Remaja putri yang juga menyukai debat dalam bahasa Inggris dan berbicara di depan umum yang juga memberi pendapatnya tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.serta isu Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) serta penodaan agama yang melibatkan calon gubernur petahana Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama.

“Mata kita menjadi buta terhadap kebaikan orang lain karena ditutupi oleh secuil perselisihan. Padahal, dibandingkan segalanya, seseorang terdiri dari hal-hal yang lebih kompleks dari sekedar tim Ahok atau Pak Kiai, Islam militan atau moderat, NU atau Tarikat, tulisnya.

Tulisannya yang lain berjudul Warisandiskusikan bagaimana agama, kebangsaan dan nama diturunkan melalui keluarga.

“Saya kebetulan lahir di Indonesia dari pasangan muslim, jadi saya muslim. Seandainya saya dilahirkan di Swedia atau Israel dalam keluarga Kristen atau Yahudi, adakah jaminan bahwa saya akan memeluk Islam sebagai agama saya saat ini? Tidak,” katanya.

Ia menulisnya untuk mengkritisi sikap dan perilaku superior umat beragama yang dinilainya dapat merugikan persatuan NKRI.

“Hanya karena merasa benar, umat beragama A tidak berhak ikut campur dalam kebijakan suatu negara yang terdiri dari berbagai keyakinan,” ujarnya.

Ia juga mengkritik bagaimana sentimen mayoritas dan minoritas dapat memperburuk situasi.

Artikel yang diunggah pada 15 Mei 2017 itu, sama seperti statusnya yang lain, viral dan diiringi adu mulut warganet di kolom komentar.

Seorang netizen bernama Tenri Salamun berkata: “Terimakasih Kak Afi sudah menuliskan pendapatnya dengan runtut, baik dan prima, tidak merendahkan, tidak merasa benar dan hanya ingin menang. Semoga dapat menjadi kelegaan batin bagi seluruh warga Negara Republik Indonesia tercinta.”

Sementara warganet lainnya bernama Rendy Yusuf F berpendapat berbeda. “Tulisannya masih mentah. Tampaknya dia tidak mengerti bagaimana menafsirkan agamanya sendiri. Belajar lagi. “Kamu punya bakat menulis, tapi pemahaman agamamu sendiri masih buruk,” kata Rendy.

Usai ia mengunggah tulisannya, ternyata sejumlah warganet melaporkan akun Facebook Afi Nihaya Faradisa. Seperti disebutkan sebelumnya, akun tersebut ditangguhkan selama hampir 24 jam.

Akun yang ditangguhkan artinya tidak dapat diakses dalam jangka waktu tertentu.

Dukungan warganet terhadap Facebook untuk memulihkan akun ‘Afi Nihaya Faradisa’ pun bermunculan. Hal ini ditandai dengan maraknya penggunaan tagar #FACEBOOKbringbackAFI.

Akun yang memiliki lebih dari 300 ribu pengikut itu kini sudah bisa diakses kembali.

Wanita yang masih berstatus pelajar di SMAN 1 Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur ini dihujani apresiasi, termasuk dari Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.

“Afi adalah contoh mahasiswa yang memanfaatkan Gawai untuk hal-hal positif melalui tulisan. “Apa yang dilakukan Afi bisa menjadi inspirasi bagi mahasiswa lainnya,” kata Abdullah seperti dikutip dari pemberitaan media.

Sekaligus, ia meminta pemerintah Kabupaten Banyuwangi mencegah penyebaran paham radikal, khususnya di kalangan generasi muda.

“Saya sendiri merasakan betapa ideologi radikal sangat mempengaruhi teman-teman saya. “Pada akhirnya mereka tidak bisa menerima perbedaan yang ada di sekitar mereka, seperti perbedaan agama,” kata Abdullah.

Bagaimana dengan Anda, apakah Anda setuju dengan tulisan Afi? —Rappler.com