• November 23, 2024
AJI mengutuk pengeroyokan yang dilakukan FPI terhadap jurnalis saat mereka sedang memberitakan

AJI mengutuk pengeroyokan yang dilakukan FPI terhadap jurnalis saat mereka sedang memberitakan

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Jika Ada Keberatan Terhadap Laporan, AJI Minta Para Pihak Gunakan Mekanisme Yang Beradab Melalui Hak Jawab

JAKARTA, Indonesia – Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta mengutuk keras pengeroyokan yang diduga dilakukan anggota Front Pembela Islam (FPI) terhadap Reja Hidayat, jurnalis Tirto.id pada Rabu, 30 November . Pengeroyokan terjadi saat Reja sedang bertugas meliput rapat persiapan aksi pada 2 Desember di markas FPI di kawasan Petamburan, Jakarta Barat.

Saat itu, Reja juga berniat mewawancarai pimpinan FPI, Rizieq Shihab. Namun, dia tidak diperbolehkan masuk, sehingga dia hanya bisa berdiri di depan gerbang sambil mencari informasi.

“Usai salat Ashar berjamaah, Reja tiba-tiba didatangi pria berseragam Laskar FPI. “Yang laki-laki menanyakan di mana Reja bekerja,” kata Koordinator Divisi Advokasi AJI Jakarta Erick Tanjung dalam keterangan tertulis, Kamis, 1 Desember.

Kemudian kepala sekolah menegur Reja agar menghapus semua hasil pelaporan. Karena Reja belum menulis apa pun, dia menjawab tidak ada yang bisa dihapus.

Jawaban itu, kata Erick, rupanya membuat geram anggota FPI tersebut. Dia kemudian memukul bahu Reja.

“Reja kemudian didorong ke salah satu rumah dekat markas FPI. “Di sana, laskar FPI memukul kepala bagian belakang Reja sambil berteriak agar dia menghapus semua laporan sampul,” ujarnya.

Reja menjawab lagi “belum ada berita tertulis”. Alhasil, Reja ditampar muka anggota FPI yang semakin marah. Dia kemudian mengusir Reja dari rumah. Reja ketakutan dan meninggalkan markas FPI.

Di ujung gang, Reja bertemu dengan dua jurnalis lain yang bekerja di media Gatra dan JPNN. Anggota FPI pun mengusir kedua jurnalis tersebut dari markas FPI.

Erick menilai perbuatan yang diduga dilakukan anggota FPI tersebut masuk dalam kategori pidana. Pelakunya harus diadili oleh pihak yang berwenang.

“Pelanggar bisa dijerat pasal 18 UU Pers. “Pasal tersebut dengan jelas menyatakan bahwa siapa pun yang melanggar hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang mengakibatkan atau menghambat kebebasan pers dan kerja jurnalistik, akan diancam hukuman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta,” kata Eric.

AJI Jakarta pun meminta polisi segera memproses kasus pemukulan tersebut.

Ini bukan kasus pertama

Pemukulan yang dilakukan FPI terhadap jurnalis bukanlah kejadian baru. Saat mengikuti aksi Bela Islam jilid 2 pada 4 November, sejumlah pengunjuk rasa memukul, mengintimidasi, menghapus, dan menyita foto milik jurnalis Kompas TV Muhammad Guntur yang sedang melakukan pemberitaan di dekat Istana Negara. Di saat yang sama, di tempat lain, seorang jurnalis perempuan kompas.com juga mendapat intimidasi saat memberitakan aksi serupa.

Kasus tersebut sudah dilaporkan ke polisi, namun hingga saat ini polisi belum menetapkan tersangka. Faktanya, tidak ada proses hukum lebih lanjut setelah pelapor diwawancara.

Sebelum aksi 2 Desember, AJI Jakarta meminta seluruh lapisan masyarakat menghormati kebebasan pers dan jurnalis.

AJI meminta kepada peserta aksi 212 untuk tidak menghalangi dan mengintimidasi wartawan media manapun yang meliput aksi besok karena kegiatan jurnalistik dilindungi undang-undang, kata Erick lagi.

Apabila ada keberatan terhadap berita yang dimuat, dapat menggunakan mekanisme yang beradab melalui hak jawab. – Rappler.com

Pengeluaran Sydney