Alasan mengapa izin presiden diperlukan untuk menyelidiki Setya Novanto tidak masuk akal
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Setya Novanto dua kali menghadiri panggilan KPK tanpa meminta izin presiden
JAKARTA, Indonesia – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarief menilai alasan ketidakhadiran Ketua DPR Setya Novanto dalam pemanggilan hari ini tidak masuk akal. Sebab, Setya sebelumnya hadir saat dipanggil lembaga antirasuah dan tidak memerlukan izin presiden seperti yang disampaikannya kini.
“Tidak ada aturan apa pun yang mengharuskan KPK mendapat izin dari presiden. Baca saja aturannya, ada putusan Mahkamah Konstitusi yang tidak memerlukan persetujuan Presiden. Alasan itu hanya dibuat-buat, kata Laode yang ditemui di Gedung KPK, Senin, 13 November. (BACA: Tanpa Izin Presiden, Setya Novanto Tetap Absen)
Ia pun mempertanyakan mengapa Setya kini membutuhkan izin presiden sebelum diperiksa KPK. Padahal, sebelumnya dia sempat tampil dua kali untuk memberikan keterangan.
Lantas, apakah KPK sudah mulai menggunakan kewenangannya untuk memanggil Setya secara paksa? Ia tak menampik, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara hukum diperbolehkan menjemput seseorang secara paksa.
“Tapi saya yakin, dia bisa hadir tanpa melalui mekanisme itu,” kata pria yang pernah menjadi pengajar di Universitas Hassanudin itu.
Reaksi serupa juga disampaikan Wakil Ketua KPK lainnya Saut Situmorang. Ia berharap pintu taubat mengetuk hati nurani Setya agar Ketua Umum Partai Golkar itu bersedia hadir saat dipanggil KPK.
“Siapa yang tahu besok lalu tiba-tiba dia, Allah bekerja sama dengannya, sadar, datang, mengaku, lebih baik begitu bukan? Jangan berasumsi (melakukan pemanggilan wajib) dulu. “Setiap orang punya pintu untuk berpindah agama,” kata Saut yang ditemui pagi ini di Universitas Indonesia, Depok.
Alasan serupa juga membuat Setya enggan memanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 6 November lalu. Alasan tersebut memicu perdebatan publik, karena untuk tindak pidana khusus seperti narkoba dan korupsi, KPK tidak perlu meminta izin kepada presiden.
Setya juga diperiksa sebagai saksi untuk dugaan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo dalam kelanjutan penyidikan kasus korupsi KTP Elektronik. Setya yang diduga mantan Ketua Fraksi Golkar di Komisi 2 diduga mengetahui peran Anang dalam proyek senilai Rp 5,9 triliun itu.
Sementara itu, Setya sendiri kini memilih memenuhi undangan HUT Partai Golkar ke-53 di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Saat ditemui awak media, Setya mengaku belum terpikir untuk membawa kasusnya kembali ke meja praperadilan.
“Saya tidak berpikir untuk pergi ke sidang pendahuluan. “Masih jauh,” kata Setya kepada media yang ditemui di Kupang hari ini.
Saat ini, ia mengaku akan terus berkonsentrasi menjalankan tugas masyarakat dan tugasnya sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
“Saya sekarang fokus menjalankan tugas kenegaraan dan partai,” ujarnya.
Ia mengaku tetap menghormati proses hukum dan mencermati perkembangan kasus tersebut ke depan.
Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkannya sebagai tersangka kasus korupsi KTP Elektronik untuk kedua kalinya pada Jumat, 10 November. Ia diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama beberapa orang yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dan tahanan, antara lain Anang Sugiana, Andi Agustinus, Irman, dan Sugiharto.
Selain itu, KPK juga meyakini telah menemukan bukti baru yang menggambarkan keterlibatan Setya dalam proyek yang merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun. KPK pun sudah mendalami putusan praperadilan pada 29 September tersebut sehingga yakin seluruh proses penggantian nama Setya sebagai tersangka telah dilakukan dengan benar. – Rappler.com