Antriannya sangat panjang sehingga para dokter dan perawat marah
- keren989
- 0
Kenaikan iuran bulanan tetap dilakukan untuk mengurangi defisit yang ditanggung BPJS selama dua tahun terakhir
Jakarta, Indonesia – Keputusan pemerintah menaikkan iuran jaminan kesehatan bagi peserta mandiri menuai banyak reaksi, termasuk dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang meminta kenaikan iuran tersebut ditunda dengan alasan fasilitas kesehatan yang disediakan masih kurang memadai. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berpendapat bahwa kenaikan biaya akan berjalan seiring dengan perbaikan fasilitas kesehatan.
Bagaimana dengan mereka yang menggunakan layanan asuransi kesehatan pemerintah secara langsung? Yully Triyanti, salah satu peserta BPJS kelas I yang tinggal di Jakarta Timur, mengaku keberatan dengan kenaikan tersebut.
“Terlalu besar, untuk kelas I saja selisihnya bisa sampai Rp 20 ribu,” kata Yully kepada Rappler di salah satu rumah sakit swasta. Padahal, menurutnya, proses memperoleh pelayanan kesehatan melalui BPJS masih berbelit-belit.
Wanita berusia 63 tahun ini membutuhkan waktu hingga dua hari untuk mendapatkan perawatan yang dibutuhkannya. Hari pertama ia habiskan di Puskesmas dekat tempat tinggalnya untuk mendapatkan rujukan. Keesokan harinya dia pergi ke rumah sakit. Untuk menemui dokter, ia harus tiba di rumah sakit pada pukul 07.30 untuk mendapatkan nomor antrian.
“Jangan tanya berapa panjang antreannya,” ucapnya sambil tertawa. Terkadang dia baru bisa menemui dokter setelah makan siang. Hal itu ia maklumi karena pasien BPJS di rumah sakit tempat ia bekerja sangat sibuk.
Menurut Yully, banyak temannya yang memutuskan menggunakan asuransi swasta untuk mengatasi antrian panjang tersebut. Selain prosesnya lebih sederhana, antriannya pun tidak panjang.
Sedangkan untuk pelayanan dokter dan rumah sakit sendiri, dia mengaku tidak menemukan keluhan. “Sama seperti saat saya tidak menggunakan BPJS, pelayanannya baik-baik saja,” ujarnya.
Dokter dan perawat marah pada pasien BPJS
Lain cerita dari Ryan Armindya, salah satu peserta yang berdomisili di Bekasi, Jawa Barat. Diakuinya, ada perubahan sikap dokter langganannya saat mencoba berobat lewat jalur BPJS.
Sekitar setahun lalu, gadis yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) ini mengalami gangguan asam lambung. Karena baru mendaftar sebagai peserta, ia mencoba berobat ke BPJS. Perlakuan yang diterimanya berbeda dengan saat ia berobat melalui jalur biasa.
“Rujukan dari klinik berjalan lancar. Tapi sesampainya di RS, begitu tahu saya pasien BPJS, perawatnya langsung tidak ramah,’ katanya kepada Rappler.
Dokter langganannya juga berperilaku sama. Biasanya, menurut Ryan, dokter kerap berbicara lama dengannya untuk berkonsultasi dan memberi nasehat. Namun jika digunakan BPJS, rapatnya hanya berlangsung beberapa menit saja. “Setelah itu saya diminta keluar,” ujarnya.
Perawatan berbeda pada pasien BPJS bukanlah cerita langka. Sejak awal, media massa memberitakan adanya antrean panjang, perlakuan tidak menyenangkan petugas, hingga penutupan akses fasilitas. Bahkan tak jarang masyarakat secara halus diminta ‘pindah’ ke rumah sakit lain.
Penolakan keras dari masyarakat dan DPR
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengatakan, gagasan kenaikan retribusi sudah lama ditentang masyarakat. Sejak Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 ditandatangani pada 1 Januari 2016, suara penolakan terdengar keras.
“Kenaikan premi mungkin tertunda setelah layanan membaik,” ujarnya saat dihubungi Rappler, Kamis, 17 Maret. Terkait kenaikan tersebut, suara masyarakat juga mengarah ke sana saat rapat kerja dengan BPJS, Kementerian Kesehatan, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
Dede mengaku telah mengirimkan surat kepada pimpinan DPR yang akan dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo mengenai kenaikan tersebut. Jika kebijakan pemerintah justru membebani masyarakat, DPR akan menggunakan hak konstitusionalnya.
Melalui Perpres nomor 19 tahun 2016, pemerintah menaikkan retribusi Peserta PBPU dan BP kelas I menjadi Rp80 ribu dari Rp59.500 per orang, kelas II menjadi Rp51.000 dari Rp42.500 per orang, dan kelas III menjadi Rp30.000 dari Rp25.500 per orang. Kenaikan iuran ini sudah disosialisasikan sejak Maret lalu.
Irfan Humaidi, Kepala Humas BPJS, mengatakan iuran BPJS akan tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Atau akan disesuaikan setelah tanggal 1 April. Penting untuk dijaga ketidakcocokan yang terjadi dua tahun lalu. Tercatat pada tahun 2014 terdapat ketidakcocokan sebesar Rp3,3 triliun; dan Rp 3,1 triliun pada tahun 2015.
“Bahkan dengan tarif yang disesuaikan, masih ada kemungkinan di tahun 2016 ketidakcocokan. “Tetapi pemerintah berkomitmen untuk mengalokasikan anggaran untuk menutupinya,” katanya.– Rappler.com
BACA JUGA: