Apa yang disukai pemilih terhadap calon gubernur Jawa Barat?
- keren989
- 0
BANDUNG, Indonesia (UPDATED) – Indo Barometer merilis hasil survei bertajuk Peta dan Profil Calon Gubernur dan Wakil Gubernur 2018 di Jawa Barat pada Jumat, 3 November 2017.
Survei dilakukan pada 11-15 Oktober 2017 dan melibatkan 800 responden.
Selain tingkat elektabilitas dan pengakuan calon, Indo Barometer juga mengukur tingkat preferensi masyarakat Jabar terhadap sejumlah tokoh yang muncul.
Hasil?
Dari 800 responden tersebut, sebanyak 90,1 persen menyukai Ridwan Kamil, 83,1 persen Dedi Mulyadi, 79,6 persen Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), 76 persen Deddy Mizwar, dan 75,4 persen Dede Yusuf.
“Tingkat preferensi paling tinggi adalah Ridwan Kamil. Inilah yang menyebabkan tingkat elektabilitas Ridwan Kamil terus naik, karena popularitasnya sudah tinggi, kemudian tingkat kesukaannya juga paling tinggi dibandingkan calon lainnya, kata Hadi Suprapto Rusli, peneliti Indo Barometer, dalam sambutannya. konferensi pers di Bandung. Jumat 3 November 2017.
Indo Barometer juga mengkaji alasan responden menyukai atau tidak menyukai angka yang muncul dengan pertanyaan terbuka. Menurut Hadi, banyak temuan menarik dari jawaban responden.
Misalnya saja pada Ridwan Kamil, dari 90,1 responden yang menyukainya, 17,8 persen menyukainya karena Wali Kota Bandung itu merakyat dan 16,1 persen karena cerdas atau pintar. Sedangkan 50 persen dari 1,1 persen yang tidak suka menyatakan demikian kurang populer, dan 37,5 persen menyebutnya arogan.
Sedangkan posisi Aa Gym sebagai khatib/ulama menjadi alasan 58,9 persen responden menyukainya, namun 62,2 persen masyarakat yang tidak suka menjadikan poligami sebagai alasan.
Lucunya, penampilan juga menjadi alasan responden menyukai atau tidak menyukai kandidat tertentu. Hal serupa terjadi pada Dedi Mulyadi di mana 16,7 persen responden yang tidak menyukainya menyebut kemunculannya yang paranormal sebagai alasannya. Sementara itu, Sebanyak 19,9 persen responden yang menyukainya berpendapat Bupati Purwakarta populis.
“Temuan ini muncul dari apa yang disampaikan masyarakat dengan pertanyaan terbuka. Jadi kami tidak mengkonstruksi jawabannya, kata Hadi.
Dari aspek kepribadian, Ridwan Kamil unggul di seluruh aspek kepribadian dengan angka 93,9 persen, Deddy Mizwar 73,1 persen, dan Dedi Mulyadi 87,8 persen.
Ridwan Kamil juga dinilai unggul di seluruh aspek kemampuannya, yakni 86,2 persen, lebih tinggi dibandingkan Dedi Mulyadi 78,5 persen dan Deddy Mizwar 66,0 persen.
Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab elektabilitas Ridwan Kamil tinggi dibandingkan calon lainnya, kata Hadi.
Tidak dapat diprediksi
Politisi Partai Demokrat Irfan Suryanagara menilai pemilihan gubernur di Jawa Barat sulit diprediksi, berbeda dengan pilkada di daerah lain. Mengutip pendapat pakar politik, Irfan menilai Pilgub Jabar antitesis.Pendapat Irfan merujuk pada pengalaman partainya saat mengikuti ajang kontestasi Jabar.
“(Pemilihan Gubernur Jabar) sulit diprediksi. Para ahli bahkan menyebut Jawa Barat adalah antitesisnya. “Pengalaman ini sudah kami alami sejak tahun 2008,” kata Irfan saat menghadiri konferensi pers Indo Barometer di Bandung.
Pada tahun 2008, Partai Demokrat berkoalisi dengan Partai Golkar untuk mendukung pasangan tersebut petahana Danny Setiawan dan kadernya Iwan Sulandjana. Peserta lainnya adalah Agum Gumelar dan Nu’man Abdul Hakim yang didukung oleh PDIP, PPP, PKB, PKPB, PBB, PBR dan PDSserta pasangan Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf yang diusung PKS dan PAN.
Saat itu, pasangan Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf sama sekali tidak diunggulkan. Bahkan pasangan berjuluk HaDe itu tak terukur dalam survei tersebut. Namun keduanya justru memenangkan pemilu dengan perolehan suara 40,5 persen. Sedangkan pasangan pendukung Partai Demokrat turun ke peringkat ketiga dengan perolehan 24,95 persen suara.
Partai Demokrat kembali menelan pil pahit ketika jagoannya, Dede Yusuf, gagal menjadi gubernur pada Pilgub Jabar 2013, padahal elektabilitas Dede Yusuf lebih baik di beberapa lembaga survei dengan skor di atas 40 persen.
“Bahkan lembaga survei mengatakan (dikuda), meski dengan sandal jepit, Dede Yusuf (akan menang) saat itu, kata Wakil Ketua DPRD Jabar itu.
Namun pada pemilu, Dede Yusuf yang berpasangan dengan Lex Laksamana hanya menempati posisi ketiga dengan perolehan suara 25,24 persen, dikalahkan oleh pasangan Ahmad Heryawan-Dedy Mizwar dengan perolehan suara 32,39 persen dan pasangan Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki dengan perolehan suara 32,39 persen. 28,41 persen.
“Dua kali pemilukada pasca-konflik merupakan dua hal yang bertolak belakang. Mereka yang tidak pernah diunggulkan adalah mereka yang menang. Sebelumnya Dede Yusuf di 46 persen, Ahmad Heryawan terus terpuruk, tiba-tiba Ahmad Heryawan naik ke puncak, Dede Yusuf terjatuh, Rieke juga meninggal, keduanya. “Ini kenyataan dan ini pengalaman,” kata Irfan.
Menurut Irfan, pengalaman tersebut membuat Partai Demokrat lebih berhati-hati dalam memilih calonnya pada Pilgub Jabar 2018.
Akankah antitesis ini terjadi pada Pilgub Jabar 2018 mendatang?
Peneliti Indo Barometer Hadi Suprapto Rusli mengatakan, tidak. Alasannya, semuanya berdasarkan data. Mengutip hasil survei yang dilakukan lembaganya, Hadi menilai Ridwan Kamil, calon yang konsisten unggul di atas 40 persen, berpeluang besar memenangkan Pilgub Jabar.
Hadi berdalih Ridwan Kamil lebih unggul dalam semua aspek survei tersebut. Hal inilah yang membedakannya dengan calon yang diunggulkan pada Pilgub Jabar sebelumnya.
“Dari segi ability level dan hold levelnya Ridwan Kamil cukup tinggi. Nah itu yang bikin sulit, sepertinya akan ada antitesis seperti sebelumnya,” kata Hadi.
Pilgub Jabar masih belum tersosialisasikan
Pemilihan Gubernur Jawa Barat akan dilaksanakan pada 27 Juni 2018. Namun hampir separuh masyarakat Jabar masih belum mengetahui tentang pesta demokrasi yang akan menentukan pemimpin Jabar lima tahun ke depan.
Kondisi tersebut terungkap dari hasil survei yang dirilis Indo Barometer. Survei tersebut menghasilkan data bahwa 41,6 persen dari 800 responden menjawab tidak tahu atau belum pernah mendengar Pilgub Jabar akan digelar tahun depan. Sementara responden yang menjawab tahu hanya 57,1 persen dan tidak menjawab 1,3 persen.
“Ini menjadi catatan bagi KPU, kalau partisipasi pemilih di Jabar tinggi, akibatnya sosialisasinya harus masif. Mengapa? Sebab hingga saat ini baru 57,1 persen masyarakat yang mengetahui atau pernah mendengar tentang pemilihan gubernur, kata Hadi.
Namun tingkat partisipasi pemilih cukup tinggi. Dari 57,1 persen responden yang mengetahui, 98,7 persen menyatakan akan memilih. Sisanya sebesar 0,2 persen tidak akan memilih dan 1,1 persen tidak tahu atau tidak menjawab.
Masalahnya, sosialisasi di KPU perlu ditingkatkan, ujarnya. – Rappler.com