
Apakah pantas meminta tunjangan pemerintah saat berada di luar negeri?
keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Apa sebenarnya tugas perwakilan Indonesia di luar negeri? Apakah tindakan Fadli Zon dan anggota DPR lainnya yang meminta ‘fasilitas’ selama di luar negeri wajar?
JAKARTA, Indonesia – Wakil Ketua Dewan Rakyat (DPR RI) Fadli Zon jadi sorotan pengguna bersih Indonesia karena suratnya kepada Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) New York bocor ke publik.
Dalam surat itu dia bertanya “membesarkan dan menghidupi” putrinya, Shafa Sabila Fadli, yang akan mengikuti pelatihan teater Pintu Panggung Manor 2016 di Amerika Serikat.
Foto surat yang beredar sejak Senin 27 Juni itu dinilai Fadli sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang. Meski sendiri membantah meminta bantuan, politikus Partai Gerindra ini akhirnya mengirimkan uang sebesar US$100 atau setara Rp2 juta untuk ditukarkan dengan uang gas ke Kementerian Luar Negeri.
Jawaban Fadli sendiri justru menuai kritik lain karena dianggap tidak memahami akar permasalahan. Warganet menilai bukan uangnya yang jadi masalah, melainkan perlakuannya terhadap KJRI.
Penjemputan dan pendampingan anggota DPR atau pejabat lain dari kedutaan atau konsulat jenderal ini bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, permintaan serupa juga disampaikan Anggota Parlemen lainnya, Rachel Maryam, kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Paris saat berkunjung ke Prancis.
Tugas KBRI dan KJRI
KBRI dan KJRI mempunyai tugas mendampingi dan melayani kebutuhan WNI di luar negeri. Apakah itu dimatikan dan diunggah?
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan pihaknya sudah memiliki prosedur tersendiri terkait hal tersebut. Bagi pejabat aktif dan nonaktif, keluarga pejabat dan masyarakat biasa masing-masing mempunyai protokol tersendiri.
Namun yang diprioritaskan tentu saja yang mempunyai kegiatan dinas, karena suratnya ditujukan ke unit terkait, kata Arrmanatha, Rabu, 29 Juni.
Namun, apakah protokol ini bisa diketahui publik? “Aku tidak bisa,” katanya tanpa menjelaskan alasannya.
Pria yang akrab disapa Tata ini juga enggan berkomentar lebih jauh terkait persoalan permintaan fasilitas yang dilakukan pejabat pemerintah.
Tidak masalah
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia Riant Nugroho menilai terdapat kelemahan etika pada anggota dewan, yakni. pencampuran urusan pribadi dan kenegaraan.
WNI yang bepergian ke luar negeri berhak meminta bantuan KJRI, sepanjang masih dalam batas wajar. “Seluruh aset Indonesia di luar negeri adalah milik rakyat Indonesia. Jadi, kalau orang Indonesia ke luar negeri, boleh minta, asalkan tidak minta uang, kata Riant.
Ia pun menceritakan pengalamannya saat harus menghadiri pertemuan di Den Haag, Belanda. Tak mengetahui denah dan lokasi pertemuan, ia akhirnya meminta bantuan KBRI Den Haag, Belanda.
“Jadi saya surel ke KBRI Den Haag untuk meminta bantuan. Jika ada orang di kedutaan, tolong jemput saya di bandara Amsterdam. Karena waktu itu TIDAK “Ada mobil, ada yang menjemputku,” ujarnya.
Karena itu, dia tidak setuju ada orang yang akan disudutkan jika meminta bantuan perwakilan kedutaan. Riant berharap semua pihak bisa melihat persoalan ini dengan bijak.
Namun pengamat kebijakan lainnya, Agus Pambagio, punya pandangan berbeda. “Ini bukannya tidak masuk akal, tapi di luar alasan apa pun. “Mengapa dewan meminta untuk datang menjemput Anda,” ujarnya saat dihubungi Rappler.
Padahal, meski Fadli Zon meminta bantuan tanpa surat resmi DPR, itu tetap bukan haknya. “Anda sudah tahu, fasilitas itu bukan untuk anak cucu pejabat,” ujarnya. – Rappler.com
BACA JUGA: