‘ARTJOG 2018’: Pertemuan gagasan dalam seni
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
‘ARTJOG 2018’ menampilkan berbagai karya seni mulai dari lukisan, fotografi, hingga instalasi multimedia
YOGYAKARTA, Indonesia — Memasuki ajang ke-11, JUG SENI 2018 hampir berakhir pada 4 Juni 2018. Para aktivis dan penikmat seni berbaur dengan para pemburu foto memenuhi laman media sosial pribadinya. Tercatat, sejak dibuka pada 4 Mei lalu, rata-rata pengunjung per harinya bisa mencapai 800 pengunjung. Padahal, angka 1200 bisa tercatat di akhir pekan. Menampilkan ratusan karya seniman dalam dan luar negeri, JUG SENI dikenal dengan bulan Lebaran Seni.
Pencerahan: Menuju Berbagai Masa Depan
JUG SENI 2018 menawarkan sisi lain yang fenomenal. Konsep belajar dari orisinalitas dan rasionalitas. Harapannya, pengunjung mampu menangkap sinyal pesan yang disampaikan guna memperoleh pencerahan dan melepaskan diri dari aliran sesat dan pandangan sempit. Kemudian rasionalitaslah yang menang pada akhirnya. Melalui seni, setiap pengunjung diharapkan mampu menembus dimensi lain, yakni cara pandang baru yang lebih kritis terhadap permasalahan di sekitarnya.
Dengan mengedepankan rasionalitas, diharapkan daya seni pengunjung menjadi kompeten dan selalu berkembang. Hal ini terlihat dari pandangan kritis terhadap segala persoalan yang melingkupinya. Dari individu dasar dengan demikian akan lahir tokoh-tokoh besar dengan masa depan yang beragam dan cara pandang yang heterogen.
Seniman dan karya seni
Selain karya monumental lokal, JUG SENI 2018 juga melibatkan seniman dari berbagai belahan dunia. Sebanyak 54 seniman berbagi inspirasinya di Jogja National Museum, Yogyakarta. Diantaranya ada artis asal Filipina, Singapura, China, Australia, Jerman, hingga Amerika Serikat.
JUG SENI 2018 sangat kaya akan berbagai karya seni. Ada lukisan, grafik, foto, hingga instalasi multimedia, patung, mekanika-kinetika, dan lain sebagainya seni pertunjukan. Karya seni utama yang dipamerkan adalah karya seniman Mulyana Laut ingat berupa karya seni modular berupa terumbu karang warna-warni dan ikan-ikan bawah laut. Karya seni ini dibuat Mulyana dengan tujuan mengajak pengunjung menyelami sesuatu lebih dalam untuk membuka tabir pemahaman.
Berbeda dengan Fajar Abadi yang menampilkan tas transparan berisi berbagai jenis jajanan di dalam miniatur ring tinju. Fajar ingin menyampaikan gagasan bahwa perjuangan dan ketahanan kelompok kecil lebih militan dan idealis dalam menghadapi gempuran global (industrialisasi).
Menariknya, ada karya Bandu Darmawan dengan video proyeksi dan instalasi di judulnya Pernyataan tidak tertulis. Tujuan dari karya seni ini adalah untuk menyampaikan keberadaan manusia yang dapat dilihat dari bayangan.
Layak untuk Instagram
Di era media sosial, museum dan karya seni menjadi bagian dari objek yang diperhatikan Layak untuk Instagram. Tak banyak pengunjung yang singgah untuk membaca penjelasan karya seni yang dipamerkan. Alih-alih berbincang dengan penjaga, mereka justru berfoto atau selfie lalu berpindah ke instalasi seni lainnya. Mereka hanya mengejar foto dan tidak mengeksplorasi isi karya seninya.
Tak bisa dipungkiri, tren tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari era yang kita jalani saat ini. Yang bisa dilakukan oleh para pegiat seni adalah upaya yang terarah untuk mengedukasi masyarakat yang datang ke pameran seni rupa agar pengunjung selangkah lebih maju dalam mengapresiasi seni – mulai dari apresiasi visual hingga apresiasi yang lebih komprehensif, misalnya secara historis. Program edukasi ini akan memungkinkan masyarakat mengembangkan wawasan dan apresiasi seni yang lebih luas.
Pameran seni rupa diharapkan dapat kembali pada gagasan pokok sebagai wadah refleksi gagasan seni berbagai seniman dan pakar seni dengan berbagai tujuan, baik penafsiran suatu peristiwa maupun kritik sosial. Semoga pemeliharaan JUG SENI 12 tahun depan bisa lebih baik lagi.
—Rappler.com