• November 23, 2024

Aspirasi Mahasiswa Papua ke Pemerintah: Segera Tutup PT Freeport!

DENPASAR, Indonesia – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua di Bali menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Konsulat AS, Denpasar, pada Senin, 20 Maret. Mereka menuntut penutupan PT Freeport yang sudah beroperasi lebih dari 50 tahun.

Sebelumnya, mereka melakukan long march dari area parkir timur Lapangan Niti Mandala, Renon, Denpasar. Personil polisi terlihat menjaga ketat para pengunjuk rasa selama demonstrasi.

Dalam orasinya, para pengunjuk rasa sepakat bahwa keberadaan PT Freeport menghancurkan budaya dan alam di Papua. Oleh karena itu, mereka ingin PT Freeport segera ditutup.

“Tutup Freeport. “Masyarakat di Papua sedang mengalami genosida, perlahan-lahan kita dibunuh oleh perusahaan asing,” kata salah satu perwakilan massa yang memberikan pidato di depan gedung konsulat AS.

Selama 51 tahun berada di Papua, PT Freeport dinilai banyak menimbulkan kerusakan lingkungan. Salah satu aktivis Aliansi Mahasiswa Papua Natalis Bukega mengatakan kehadiran PT Freeport merusak keberlangsungan generasi masyarakat Papua.

“Kerusakan lingkungan disebabkan oleh sampah, kemiskinan merajalela dan masyarakat Papua tidak pernah terlibat. Freeport mempermainkan kami. Sementara yang penting bagi negara hanyalah investor, kata Natalis.

Dia menjelaskan, alasan mereka memilih berdemonstrasi di depan gedung Konsulat AS karena PT Freeport merupakan perusahaan asal Negeri Paman Sam.

“Kami ingin menyampaikan kabar Amerika ke konsulat bahwa PT Freeport akan ditutup. “Kami masyarakat Papua merasakan intimidasi dan kekerasan,” ujarnya.

Natalis juga mengatakan, PT Freeport tidak pernah mengelola limbah dalam aktivitas penambangannya. Hal inilah, kata dia, yang menyebabkan Papua menderita pencemaran lingkungan.

Aspirasi pun disampaikan kepada pemerintah Indonesia. Mereka meminta Indonesia sebagai negara besar harus menghormati aspirasi masyarakat dan peraturan dasar negara. Pemerintah harus memberikan hak menentukan nasib sendiri kepada masyarakat Papua.

Tidak hanya di Bali

Protes serupa juga terjadi di beberapa kota lain di Indonesia, antara lain Timika, Palu, Jayapura, Yogyakarta, Jakarta, dan Bekasi. Massa juga menuntut hal serupa, yakni pemerintah segera menutup kehadiran PT Freeport di Tanah Papua.

Di Jayapura, aksi protes dilakukan oleh sekitar 500 mahasiswa dari berbagai universitas. Mereka menyampaikan pendapatnya di halaman kantor Dewan Rakyat Provinsi Papua.

Menurut Nelius Wenda, selaku koordinator Aksi Front Mahasiswa Bersatu Menutup Freeport, pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengatakan Freeport harus ditutup karena merekalah dalang kejahatan terhadap kemanusiaan di Papua.

“Pembahasan perubahan kontrak karta menjadi izin usaha tambahan khusus tanpa dibarengi dengan perubahan sistem pengakuan hak masyarakat sebagai pemilik hak ulayat,” kutip Nelius. media pada hari Senin, 20 Maret.

Selain itu, menurutnya, Freeport juga melanggar HAM karena banyak mengerahkan personel TNI dan Polri untuk menjaga wilayah pertambangan.

Harus melibatkan masyarakat Papua

Sementara itu, menurut Lembaga Kajian dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), pemerintah sebaiknya melibatkan masyarakat Papua dalam menyelesaikan perselisihan dengan PT Freeport. Sebab merekalah yang akan merasakan dampak langsung dari berbagai kebijakan yang diambil pemerintah.

“Kesepakatan pemerintah Indonesia dan PT Freeport untuk melakukan perundingan selama enam bulan mengenai penerapan PP Nomor 1 Tahun 2017 dilakukan tanpa partisipasi masyarakat Papua, khususnya masyarakat adat Amungme dan Kamoro,” kata Direktur Eksekutif ELSAM. , Wahyu Wagiman dalam keterangan tertulisnya pada 15 Maret.

Padahal, masyarakat adat Amungme dan Kamoro merupakan masyarakat yang terkena dampak langsung dari operasional PT Freeport. Menurut Wahyu, keberadaan PT Freeport sejak awal sangat ironis. Pemerintah Orde Baru yang memberikan izin Kontrak Karya (KK) tidak pernah melibatkan masyarakat adat tersebut.

Faktanya, Suku Amungme dan Kamoro berturut-turut kehilangan 100 ribu hektare tanah adatnya sejak penambangan dimulai pada tahun 1967, ujarnya.

Bahkan, luas tanah adat yang dimanfaatkan PT Freeport semakin meluas. Kini mereka menggarap lahan seluas 2,6 juta hektar. Pemerintah Indonesia, kata Wahyu, bahkan mendukung penggunaan lahan tersebut.

Belum lagi operasional PT Freeport mengorbankan beberapa sungai yang digunakan untuk membuang limbah beracun mengandung merkuri dan sianida. Beberapa sungai yang tercemar antara lain sungai Aghawagon, Otomona, Ajkwa, Minajerwi dan Aimone.

Bekerja di PT Freeport juga berarti mempertaruhkan nyawa. Berdasarkan data yang disimpan ELSAM, para pekerja Freeport terkubur di bawah puing-puing Terowongan Grasberg dan terkena peluru dari penyerang misterius.

“Pada tahun 2013, 38 pekerja terkubur di bawah reruntuhan terowongan Big Gossan. 28 di antaranya ditemukan tewas. Sedangkan pada tahun 2015 terjadi penembakan yang mengakibatkan tiga orang meninggal dunia, ujarnya.

Karena ELSAM melihat begitu banyak fakta, ELSAM berharap pemerintah Indonesia menyelesaikan perselisihan dengan PT Freeport dan tidak hanya mengandalkan pemenuhan syarat-syarat yang tertuang dalam PP nomor 1 tahun 2017.

“Mereka juga harus mempertimbangkan aspek lingkungan hidup dan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai bagian integral dari perundingan antara pemerintah Indonesia dan PT Freeport,” ujarnya. – Rappler.com


lagutogel