Aung San Suu Kyi telah membatalkan kehadirannya di Majelis Umum PBB
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Absennya Suu Kyi bertepatan dengan dirinya yang menjadi sorotan terkait isu Rohingya
JAKARTA, Indonesia – Menteri Luar Negeri dan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi tiba-tiba membatalkan rencana kunjungannya ke New York untuk menghadiri Sidang Umum PBB ke-72. Keputusan ini diambil Suu Kyi setelah perempuan berusia 72 tahun itu mendapat tekanan internasional akibat isu Rohingya.
“Penasihat negara tidak akan menghadiri pertemuan Majelis Umum PBB,” kata juru bicara pemerintah Zaw Htay, yang menggunakan nama resmi Suu Kyi.
Dia tidak menjelaskan alasan Suu Kyi batal hadir di New York. Zaw hanya menjelaskan Wakil Presiden Henry Van Thio akan menghadiri pertemuan tingkat tinggi tersebut.
Pengumuman tersebut disampaikan setelah Ketua Hak Asasi Manusia PBB Zeid Ra’ad Al Hussein menuduh Myanmar melakukan serangan sistematis terhadap warga sipil Rohingya. Zeid juga memperingatkan bahwa militer Myanmar melakukan pembersihan etnis yang masih berlangsung hingga saat ini.
Anggota Dewan Keamanan PBB juga akan bertemu hari ini. Pasalnya, krisis di Rakhine State kembali memanas dan menyebabkan hampir 400 ribu warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh.
Mereka mulai melarikan diri pada 25 Agustus. Saat itu, kelompok militan etnis Rohingya menyerang sebuah pos polisi dan memicu pemeriksaan oleh personel militer.
Faktanya, Suu Kyi pertama kali memulai debutnya di Majelis Umum PBB pada September 2016. Saat itu, Suu Kyi bangga negaranya berhasil memasuki tahap demokrasi dan pertama kali dipimpin oleh warga sipil.
Ia berjanji akan menemukan solusi atas kebencian etnis dan agama di Rakhine yang akan mengarah pada perdamaian dan stabilitas. Peraih Nobel tahun 1991 itu juga berjanji akan melakukan pembangunan untuk seluruh masyarakat di Rakhine State.
Didukung oleh Tiongkok dan India
Saat dunia internasional ramai mengkritik Myanmar, tidak demikian halnya dengan Tiongkok dan India. Keduanya sejatinya mendukung upaya pemerintah Myanmar dalam memberantas aksi ekstremisme yang dilakukan kelompok bernama ARSA.
Juru bicara Tiongkok Geng Shuang justru mendesak masyarakat internasional untuk mendukung upaya Myanmar memulihkan stabilitas dan keamanan di negaranya.
“Kami berpendapat komunitas internasional harus mendukung upaya Myanmar menjaga stabilitas pembangunan nasionalnya,” kata Geng. media.
Tiongkok juga mengutuk kekerasan yang terjadi di negara bagian Rakhine.
Begitu pula respon yang diberikan India. Mereka lebih fokus pada penyerangan yang dilakukan kelompok ARSA dan respon pemerintah Myanmar untuk mengamankan negaranya dari serangan kelompok militan.
Pernyataan tersebut disampaikan Perdana Menteri Narendra Modi saat berkunjung ke Myanmar baru-baru ini. Dia menyatakan solidaritasnya dengan pemerintah Myanmar yang menghadapi kekerasan ekstremis di negara bagian Rakhine. – dengan pelaporan AFP/Rappler.com