Bagaimana reaksi Muslim dan Yahudi di AS terhadap terpilihnya Donald Trump sebagai presiden
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Umat Islam dan Yahudi akan saling melakukan kunjungan antar masjid dan sinagoga untuk meningkatkan solidaritas
WASHINGTON DC, Amerika Serikat – Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat ke-45 membuat umat Islam di seluruh dunia was-was. Mereka khawatir menerima perlakuan diskriminatif dari pendukung Trump.
Seperti diketahui, saat kampanye pemilu presiden Negeri Paman Sam, kandidat Partai Republik kerap melontarkan retorika kampanye anti-Muslim, seperti melarang pendatang dari negara yang punya sejarah terorisme dan meningkatkan pengawasan terhadap masjid.
Retorika Trump diyakini akan memicu bangkitnya sikap anti-Islam (Islamofobia) di Amerika Serikat dan penyebab kejahatan dan kekerasan agama (hate crime). Komunitas imigran seperti kelompok Hispanik atau Latin juga merasakan hal serupa. Retorika sang maestro real estate juga tidak bersahabat dengan kelompok imigran dan komunitas Yahudi.
Hal inilah yang mendorong komunitas Muslim dan Yahudi berkumpul pada hari Minggu 11 Desember. Sejumlah imam dan rabi dari berbagai negara bagian berkumpul di Washington DC untuk menghadiri KTT Ketiga tahun 2016.
Bertajuk “2016 Summit of Greater Washington Imams and Rabbis”, kedua komunitas tersebut membahas bagaimana menyikapi perubahan iklim sosial dan politik dalam pemilihan presiden AS. Sejumlah ide dan rencana program dibahas dalam pertemuan yang berdurasi 3 jam tersebut. Salah satunya dengan melakukan aksi konkrit berupa kunjungan antar masjid dan sinagoga untuk meningkatkan solidaritas, menghilangkan stereotipe dan prasangka masing-masing umat beragama mengenai agama lawan (Islam vs Yudaisme), dan membentuk gugus tugas dalam bentuk komunitas yang bertindak. cepat tanggap terhadap kejadian kejahatan rasial, bereaksi bersama dan saling membantu ketika terjadi kasus diskriminasi dan prasangka, serta membentuk kelompok media bersama.
Sementara itu, terkait rencana “Muslim Registry” yang diusung pada masa kampanye Trump, komunitas Yahudi menyatakan dukungannya terhadap umat Islam dalam bentuk advokasi dengan mendaftarkan diri dan menyatakan dirinya sebagai Muslim (We are Muslim). Presiden Persatuan Muslim Indonesia di Amerika (IMAAM), Amang Sukasih yang turut hadir pada KTT 2016 mengatakan, sejak Trump terpilih menjadi presiden baru, Masjid IMAAM Center sudah banyak menerima email dan panggilan telepon. bahkan kunjungan dari komunitas non-Muslim baik perorangan, rumah ibadah, gereja dan sinagoga serta organisasi keagamaan di sekitar IMAAM Center.
Mereka memberikan dukungan dan solidaritas atas ketidaknyamanan, perasaan terancam atau kondisi tidak menentu yang timbul akibat perubahan iklim sosial dan politik di Negeri Paman Sam. Lantas kapan rencana ini akan terealisasi?
“Ini akan menjadi program rutin Masjid dan Sinagoga. Program ini dilaksanakan oleh beberapa masjid dan sinagoga dengan nama program kembar. IMAAM Center akan segera melaksanakan (rencana) ini. “Kami sudah punya daftar nama beberapa sinagoga yang minta diundang dan akan kami datangi untuk melihat programnya,” kata Amang melalui surat elektronik kepada Rappler, Selasa, 13 Desember.
Umat Islam di Indonesia, kata Amang, juga dapat berperan nyata dalam menjalin dialog antar keyakinan tersebut dengan menampilkan nilai-nilai Islam yaitu perdamaian, toleransi, dan rahmatan lil alamin. – Rappler.com