Bagaimana solusi untuk meningkatkan kualitas pertanian Indonesia?
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Duta Petani Muda Indonesia ini meyakini generasi muda mempunyai ide-ide kreatif untuk menciptakan produk-produk inovatif yang bernilai jual tinggi
Harinya telah tiba untuk mengantarkan makanan kepada warga. Sejumlah kendaraan pintar tanpa pengemudi telah dikerahkan untuk mendistribusikan makanan ke daerah-daerah terpencil. Semua warga pada akhirnya menerima jatah makanannya masing-masing untuk persediaan konsumsi bulanannya.
Namun nampaknya yang dikonsumsi warga tersebut hanyalah pangan sintetik yang dihasilkan dari bahan-bahan kimia sebagai pangan alternatif akibat kelangkaan pangan akibat terbatasnya lahan pertanian dan sumber daya manusia di sektor tersebut. Akibatnya, angka harapan hidup manusia semakin pendek seiring dengan semakin banyaknya penyakit baru yang bermunculan dan semakin tidak layaknya pangan bagi masyarakat.
Mungkin inilah gambaran masyarakat di masa depan ketika kita tidak lagi mempunyai petani. Saat ini, 70% dari total populasi petani di Indonesia berusia di atas 45 tahun, dan didukung data Badan Pusat Statistik (BPS) pada periode 2003-2013, Indonesia kehilangan 5 juta petani. Faktanya, banyak lulusan pertanian yang tidak mau bekerja sebagai petani karena dianggap kurang sejahtera sehingga lebih memilih bekerja di ibu kota dan mendapat gaji berlipat.
“Yang dikonsumsi warga hanya pangan sintetik yang dihasilkan dari bahan-bahan kimia sebagai pangan alternatif akibat kelangkaan pangan akibat terbatasnya lahan pertanian dan sumber daya manusia di sektor ini.”
Artinya jika dibiarkan maka krisis pangan dapat terjadi di kemudian hari mengingat kebutuhan pangan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, sedangkan produksi menurun akibat banyaknya konversi lahan dan kurangnya sumber daya manusia yang terlibat di sektor pertanian. .
Kondisi ini merupakan permasalahan yang serius, namun kita juga bisa menjadikannya sebagai peluang bagi generasi muda yang ingin mencari pekerjaan di tengah terbatasnya lapangan kerja di perkotaan. Pertanian di Indonesia merupakan salah satu penyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar bagi negara. Pada tahun 2016 saja, petani kita mampu memberikan kontribusi sebesar 13,45% terhadap PDB nasional.
Mayoritas petani di Indonesia memiliki lahan kurang dari 1 hektar yang berarti mereka tergolong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dari total UMKM yang ada di Indonesia, 53% berasal dari sektor pertanian, belum termasuk industri pengolahan hasil pertanian yang mencapai 20%. Artinya sektor pertanian merupakan usaha padat karya karena mampu menyerap 26,1 juta tenaga kerja di Indonesia.
Apakah para petani sejahtera? Tentu saja tidak, karena rata-rata pendapatan petani di Indonesia berada di bawah Rp1 juta atau di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) masing-masing daerah.
Persoalannya, saat ini banyak petani yang masih mengandalkan tengkulak untuk memasarkan hasil panennya. Dalam satu rantai distribusi produk pertanian biasanya terdapat 6-7 perantara yang dapat menurunkan tingkat keuntungan petani. Kenyataannya konsumen juga dirugikan karena “terpaksa” membeli pangan dengan harga mahal, namun hal ini tidak dibarengi dengan pangan segar berkualitas akibat lamanya waktu pendistribusian pangan.
Generasi muda merupakan solusi penting dalam meningkatkan kualitas pertanian Indonesia. Selain lahirnya kembali para petani muda, generasi muda diyakini mempunyai banyak ide kreatif untuk menciptakan produk-produk inovatif yang bernilai jual tinggi. Kini saatnya meningkatkan nilai produk pertanian melalui optimalisasi rantai nilai, yaitu limpasan dari tanaman pertanian.
Misalnya saja produk kopi yang saat ini mulai meningkat setelah banyak kopi lokal yang menjadi komoditas ekspor perusahaan kopi multinasional asal Amerika Serikat di seluruh dunia. Contoh lain, jengkol yang merupakan produk asli Indonesia dengan aroma khasnya mampu bersaing dengan harga daging sapi setelah diketahui memiliki kandungan nutrisi yang mampu berperan sebagai antioksidan sebagai anti kanker.
Artinya, jika potensi pangan Indonesia bisa dimaksimalkan, bukan tidak mungkin tingkat kesejahteraan petani pun meningkat. Permasalahan petani seperti akses permodalan dan pasar kini dapat diatasi dengan hadirnya teknologi berbasis internet. Untuk modal pertanian yang belum disebutkan bankable pendanaan dapat diperoleh melalui pinjaman peer to peer disiapkan oleh rintisan berdasarkan teknologi keuangan (fintech) seperti Amartha, iGrow dan Investree.
Dalam hal akses pasar untuk menghubungkan petani dengan konsumen akhir, terdapat beberapa startup yang berbasis perdagangan elektronik seperti Sikumis.com, Limakilo.id, Tanihub, Inagri dan Paprici. Dari situ terlihat bahwa peluang generasi muda untuk terjun di bidang pertanian kini semakin mudah berkat akses teknologi berbasis internet.
Bertani tidak lagi harus sulit, yang terpenting adalah bagaimana memulainya karena yang menjadi pertanyaan sekarang bukan apakah kita bisa melakukannya tetapi apakah kita ingin mencapai kedaulatan pangan. Mari kita mantapkan pikiran bahwa pertanian adalah masa depan generasi muda Indonesia karena bertani merupakan profesi yang tidak akan pernah mati selama masyarakat membutuhkan kehidupan dan pangan.
Oleh karena itu, mari bertani untuk saat ini dan di masa depan karena bertani itu kekinian. —Rappler.com
Rici Solihin merupakan duta petani muda Indonesia