Balas dendam yang tidak pernah gagal
keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Ingatan final Liga Champions dua tahun lalu masih sangat jelas di benak Diego Simeone. Pasukannya lebih baik dari rival beratnya Real Madrid hampir sepanjang pertandingan.
Gol Diego Godin pada menit ke-36 membuat Gabi dan kawan-kawan memperkenalkan Si Kuping Besar—julukan trofi Liga Champions.
Gol Sergio Ramos masuk waktu terluka semuanya tersebar. Pertandingan berakhir imbang 1-1. Pertandingan dilanjutkan dengan babak tambahan.
Mentalitas pasukan Simeone sudah ada menjatuhkan. Fisik para pemain juga terkuras oleh gaya permainan tekanan kaku yang sangat bergantung pada fisik.
Dia tidak bisa lagi menyimpan permainannya.
Gol Gareth Bale di menit ke-110, Marcelo di menit ke-118, dan penalti Cristiano Ronaldo di menit ke-120 terjadi pada malam terkutuk di Estadio da Luz, Lisbon.
“Sejak hari pertama setelah kejadian di Lisbon, kami mencoba membangun kembali gairahantusiasme dan kemampuan,” ujar Simeone seperti dilansir Football Espana.
Bersaing di laga-laga papan atas selalu punya tekanan tersendiri. Simeone sadar akan hal itu. Final Liga Champions—siapa pun lawannya—jelas berbeda dengan laga rutin di Divisi Primera.
Namun, dengan El Cholo—julukan Simeone—laga terakhir bukanlah hal baru. Bersama pelatih (Pelatih) Argentina, Atletico tampil dalam tiga laga terakhir. Mulai dari final Liga Europa 2012-2013, Copa del Rey 2013-2014, hingga final Liga Champions 2013-2014.
Simeone jelas jauh lebih berpengalaman dalam menghadapi pertandingan yang penuh tekanan. Begitu pula saat kembali menghadapi Real Madrid di final Liga Champions pada Minggu 29 Mei pukul 01:45 WIB.
Pertandingan dua tahun lalu terulang kembali. Namun komandan di kedua sisi berbeda.
Simeone masih di Atletico. Sementara Real menggandeng Zinedine Zidane yang sebelumnya merupakan asisten Carlo Ancelotti, pelatih yang mendampingi Sergio Ramos dan kawan-kawan tampil dua tahun lalu. Kesepuluh (Gelar Liga Champions ke-10 Real).
Zidane jelas bukan tandingan Simeone dalam hal pengalaman melatih. Dia menjadi pelatih tim utama lima bulan lalu.
Memang, di tangan legenda Prancis itu, Real bisa mendapatkan kembali kepercayaan dirinya. Saat mengambil alih jabatan dari Rafael Benitez pada Januari lalu, tak ada yang menyangka jika di tangan pria keturunan Aljazair itu, Real nyaris meraih gelar juara Divisi Primera.
Mereka hanya tertinggal satu poin dari juara musim ini, Barcelona. Dan kini mereka hanya tinggal satu pertandingan lagi untuk meraih gelar Liga Champions.
Salah satu faktornya tentu saja adalah karisma sang legenda. Sebagai pemain terbaik dunia sebanyak tiga kali plus juara Piala Dunia, Liga Champions, dan banyak gelar domestik, tidak ada satu pun pemain Real yang meragukannya.
Masalahnya, karisma saja tidak cukup. Dan karisma juga tidak bisa menyelesaikan masalah taktis dalam pertandingan 90 menit.
Apalagi, Zidane tidak pernah mendampingi pasukannya dalam pertandingan penuh tekanan seperti final.
“Bermain di final sungguh fantastis. Memenangkannya adalah sesuatu yang besar,” katanya.
“Tapi, yang paling penting adalah bagaimana sebuah tim mempersiapkan diri, memulihkan diri, dan menemukan dirinya kembali tanpa mengubah identitas dan komitmen,” ujarnya.
Performa Ronaldo diragukan
Dengan kondisi seperti itu, jelas Simeone jauh lebih berpengalaman dibandingkan Real. Apalagi, belum banyak perubahan komposisi pemain sejak final 2 tahun lalu.
Memang ada 10 pemain baru yang datang dan baru pertama kali merasakan final Liga Champions.
Tapi pilarnya Merah Putih—Nama Atletico—masih pemain yang sama seperti di final 2 tahun lalu. Mereka adalah pemain lini belakang (Filipe Luis, Diego Godin, Luis Jimenez dan Juanfran) serta gelandang (Gabi dan Koke).
Pemain utama yang benar-benar baru hanya Saul Niguez, Antoine Griezmann, dan Fernando Torres. Apalagi yang terakhir, ia sudah tidak asing lagi dengan Liga Champions.
Ini merupakan final kedua Torres. Di final pertama, ia bersama Chelsea mengalahkan Bayern Munich melalui adu penalti di final Liga Champions 2011-2012.
Situasi Real Madrid agak sulit karena Cristiano Ronaldo mungkin sedang tidak fit. Zidane menjamin pemain terbaik dunia tiga kali itu bisa dimainkan.
Namun saat berlatih bersama tim beberapa hari lalu, pemain asal Portugal itu harus dibawa keluar lapangan setelah bertabrakan dengan kiper Kiko Casilla.
Padahal, dia adalah mesin gol utama Real. Kumpulan gol sebanyak 51 gol menunjukkan ketergantungan Orang kulit putih kepada mantan pemain Manchester United itu.
Apalagi kekuatan terbesar Atletico ada di pertahanan. Mereka adalah tim yang paling sulit mencetak gol di Divisi Primera, hanya kebobolan 18 gol.
Selain itu, lini tengah Atletico termasuk salah satu yang terkuat dalam menekan lawan. Dengan Zidane hanya mengandalkan trio gelandang (Casemiro, Tonri Kroos, Luka Modric) dalam formasi 4-3-3, mereka harus siap menghadapinya. tekanan Fisik Atletico terkenal sangat tangguh.
Simeone yakin laga ini bukan hanya soal gelar. Namun hal itu sekaligus menjawab kritik banyak pihak yang menilai tak pantas meraih gelar juara karena tak punya tradisi kuat di Liga Champions.
“Ini adalah pandangan yang sangat meremehkan. Bahkan kami selalu berusaha membangun tim yang jauh lebih baik dari sebelumnya. “Kami selalu melihat ke depan dan mencari solusi,” ujarnya.—Rappler.com
BACA JUGA: