Banyak cara menjaga toleransi yang terus berkembang di Indonesia
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Tokoh lintas agama berbagi pandangan dalam menjaga toleransi di Indonesia
JAKARTA, Indonesia – “Siapa pun yang hidup berdampingan secara damai, dialah pemenangnya.”
Demikian putusan yang disampaikan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antar Agama dan Peradaban, Din Syamsuddin, pada acara Makan Malam Keberagaman Sabang Merauke: 5 Tahun Peduli Toleransi, Jumat, 24 November lalu.
“Bagi masyarakat Indonesia, keberagaman ini adalah kekuatan. Kita harus siap hidup berdampingan secara damai dan inklusif. Orang lain ada untuk kita. “Kita ada bukan untuk diri kita sendiri, tapi juga untuk orang lain,” lanjutnya.
Apa yang disampaikan Din Syamsuddin relevan dengan situasi Indonesia saat ini dimana isu intoleransi – terutama yang dipolitisasi – sedang marak di berbagai daerah.
Acara yang menghadirkan tokoh lintas agama ini penting diadakan sebagai pengingat bahwa tidak ada perpecahan antar umat beragama di Indonesia. Mengusung tema “Merawat Toleransi, Melewati Perbedaan Agama”, acara ini menawarkan:
- I Wayan Kantun Mandara (Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Jakarta Pusat)
- Putaran. Jose Carol (Bather Sinode Kongregasi Kristen Indonesia)
- Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja (Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia)
- Muchlis M. Hanafi (Wakil Direktur Pusat Kajian Al-Quran)
- Peter Lesmana (Sekretaris Jenderal Majelis Tinggi Khonghucu Indonesia)
- Pastor Antonius Benny Susetyo (imam, penasihat unit kerja presiden untuk pengembangan ideologi Pancasila)
Dalam diskusi tersebut, Pastor Benny memberikan masukan mengenai revitalisasi ruang publik yang memberikan contoh toleransi dan keberagaman.
“Keluarkan ikon-ikon yang patut dicontoh, mari kita bicara tentang kemanusiaan dan keadilan. “Sehingga anak dapat mengembangkan sikap kasih sayang, memberi dan berbagi,” ujarnya.
Muchlis juga memberikan pandangannya mengenai pentingnya rasa hormat dalam upaya menjaga toleransi.
“Toleransi yang saya pahami adalah sikap menghargai dan menghormati orang lain, meski kita tidak sependapat,” ujarnya.
Hal ini dinilai relevan karena seringkali konflik yang muncul bukan karena persoalan agama, sehingga diperlukan hati yang besar dan bertoleransi untuk menghindari perselisihan yang tidak perlu.
Putaran. Jose Carol berpendapat bahwa keindonesiaan kita akan mampu menjadi kekuatan untuk menjaga perdamaian.
“Bagaimana kita belajar menerima perbedaan yang ada. “Keindonesiaan kita gunakan untuk saling mengenal, untuk menyelesaikan kendala,” ujarnya.
Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja menawarkan pandangan dari sudut pandang Budha, bahwa agama bukanlah tujuan akhir, kesempurnaan sebagai manusia yaitu kebahagiaan adalah tujuan, dan kebahagiaan hanya akan tercipta dalam suasana damai.
“Anak sejak kecil harus memahami agamanya, tujuan akhirnya bukan agama yang mencapai kesempurnaan dirinya. “Kalau dia sempurna, dia bisa menghargai orang lain,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan I Wayan Kantun Mandara. Ia memberikan gambaran bahwa saudara adalah mereka yang bersaudara. Bukan hanya manusia, tapi seluruh makhluk. Oleh karena itu perlu untuk selalu berpikir, berkata dan bertindak baik untuk orang lain.
Dari aliran Konfusianisme, Peter Lesmana memberikan pendapat bahwa perdamaian bisa dimulai dari dalam.
“Jangan lakukan apa yang kamu tidak ingin orang lain lakukan padamu.” Hal ini akan menyadarkan setiap orang untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan orang lain. —Rappler.com