Beberapa pengungsi Rohingya telah menghilang dari tempat penampungan
- keren989
- 0
Kebanyakan pengungsi Rohingya ingin berlayar ke Kuala Lumpur untuk berkumpul dengan keluarga mereka.
JAKARTA, Indonesia – Setengah dari pengungsi Rohingya diyakini telah meninggalkan tempat penampungan mereka di Aceh dan Sumatera Utara. Mereka diyakini berlayar kembali dan menyeberang ke Malaysia untuk bergabung dengan keluarga mereka yang lebih dulu tiba di sana.
Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri Hasan Kleib mengatakan, sebagian pengungsi Rohingya pergi tanpa sepengetahuan pemerintah Indonesia.
“Pengungsi yang masuk ke Indonesia awalnya berjumlah 1.800 orang. Jumlah etnis Rohingya sekitar 900 orang, sisanya adalah warga Bangladesh yang merupakan imigran ekonomi dan ingin kembali ke tanah air secara sukarela. “Sepertinya separuh dari mereka sudah tidak lagi berada di Aceh setelah diterima UNHCR,” jelas Hasan saat dihubungi Rappler melalui telepon, Jumat, 13 Februari.
Informasi serupa juga diterima dari pemerintah daerah Aceh. Hasan menduga para pengungsi kemungkinan besar menuju Kuala Lumpur yang letaknya dekat Aceh.
“Sebenarnya tujuan akhir mereka bukan hanya ke Australia saja, tapi ada juga yang ingin menyeberang ke Malaysia. Dari ratusan pengungsi, 31 persennya adalah anak-anak yang tidak didampingi orang tuanya. Jadi, diduga mereka menyeberang ke Malaysia untuk berkumpul kembali dengan orang tuanya, kata mantan Duta Besar Indonesia untuk PBB di New York itu.
Hal senada disampaikan perwakilan UNHCR di Indonesia, Thomas Vargas. Ia mengaku prihatin dengan keselamatan pengungsi yang memilih menyeberang ke negara tetangga.
“Pada kenyataannya, para penyelundup telah menunjukkan betapa kejamnya mereka. Mereka mampu berbuat apa saja tanpa memperhatikan unsur manusianya. “Oleh karena itu sangat jelas bahwa kami sangat prihatin ketika melihat kejadian serupa terulang kembali,” kata Vargas, seperti dikutip oleh surat kabar tersebut. berita terbaru.
Saat menyeberang dari Myanmar, pengungsi Rohingya berhasil diselamatkan dan disambut hangat oleh nelayan lokal Aceh. Menurut salah satu pendiri Geutanyoe Foundation, Lilianne Fan, para pengungsi berharap bisa secepatnya diintegrasikan ke dalam komunitas lokal.
“Masalahnya terletak pada pembatasan yang diberlakukan oleh pemerintah pusat, termasuk pembatasan pengungsi untuk bisa bekerja dan konsentrasi bahwa pengungsi hanya boleh berada di tempat penampungan,” jelas Fan.
Yayasan Geutanyoe sendiri berupaya membantu dengan menanam sayuran dan beternak bebek, sehingga bisa memberikan lapangan kerja bagi para pengungsi Rohingya. Namun hal tersebut tidak mampu mengatasi faktor penarik ekonomi yang datang dari Malaysia. Apalagi di sana juga terdapat komunitas Rohingya.
“Meskipun mereka berterima kasih kepada masyarakat Indonesia karena telah menyelamatkan nyawa mereka, mereka tidak ingin tinggal di sini,” kata Chris Lewa dari Arakan Project.
Rencana alternatif
Merujuk pada pertemuan darurat tiga Menteri Luar Negeri di Kota Kinabalu, Indonesia dan negara tetangga akan menampung pengungsi Rohingya selama satu tahun. Kemudian mereka akan ditugaskan ke negara ketiga. Kenyataannya, rencananya salah. Hal ini disebabkan adanya arus 1 juta pengungsi yang berasal dari Timur Tengah dan membanjiri benua Eropa.
“Sebelumnya direncanakan para pengungsi di Indonesia akan ditempatkan di berbagai negara. Namun, masuknya pengungsi dari Timur Tengah membuat benua Eropa kewalahan. “Ngomong-ngomong, mereka bisa menerima pengungsi dari Indonesia,” kata Hasan.
Lalu apa rencana alternatif yang dimiliki pemerintah Indonesia?
Hasan mengatakan, ada dua kemungkinan rencana yang akan mereka jalankan. Pertama, kerja sama dengan International Organization for Migration (IOM) untuk menyelenggarakan reunifikasi anak-anak yang tidak didampingi orang tuanya.
“Selanjutnya, jika orang tuanya diketahui berada di Malaysia, IOM akan berbicara dengan pemerintah Malaysia. “Kalau orang tuanya memang benar dan terdaftar di Malaysia, sedangkan anaknya di Aceh, bukankah lebih baik disatukan?” Hasan bertanya dan memberi saran.
Rencana kedua adalah menawarkan pendekatan kepada pengungsi jika mereka ingin kembali secara sukarela ke negara asalnya. Namun, meski menolak, mereka tidak akan dipaksa.
“Proses penempatannya tidak mungkin memakan waktu satu atau dua bulan, bahkan ada yang bertahun-tahun,” kata Hasan.
Isu pengungsi akan menjadi topik utama Bali Process Forum yang rencananya akan diselenggarakan pada tanggal 22 dan 23 Maret 2016. Peserta yang diundang, kata Hasan, adalah negara asal, transit, dan tujuan pengungsi.
“Indonesia akan mendorong negara asal untuk mengatasi akar permasalahannya, agar warganya tidak meninggalkan negaranya. Namun semua itu memerlukan kerja sama semua pihak, ujarnya. – Rappler.com
BACA JUGA: