• November 22, 2024

Belok kiri Festival: Ground the Forgotten

Buku ‘Sejarah Gerakan Kiri untuk Pemula’ mengungkap hal-hal yang tabu untuk dibicarakan, seperti praktik pembantaian serupa yang digambarkan Joshua Oppenheimer dalam filmnya ‘Butcher’ dan ‘Senyap’.

JAKARTA, Indonesia — Apa itu Festival Belok Kiri?

Salah satu teman jurnalis saya bertanya kepada saya sesaat sebelum menghadiri konferensi pers tentang larangan Festival Belok Kiri di Taman Ismail Marzuki, Sabtu sore, 27 Februari.

Saya mencoba menjelaskan secara ringkas, termasuk menjawab pertanyaan tentang apa itu Festival Belok Kiri berdasarkan observasi di lapangan dan informasi yang saya terima dari panitia.

Intinya, kegiatan ini dilakukan dengan kesadaran bahwa meskipun Orde Baru telah runtuh sejak tahun 1998, namun praktik-praktik yang mengarah pada Orde Baru tetap tumbuh subur di Indonesia.

Praktik-praktik tersebut antara lain pelanggaran hak asasi manusia, kekerasan negara terhadap masyarakat, ketidakadilan sosial, diskriminasi, distorsi sejarah dan lain-lain.

Tujuan dari festival ini adalah untuk membuka mata masyarakat akan betapa salahnya propaganda anti sejarah Orde Baru yang memposisikan gerakan sayap kiri – komunisme dan sosialisme – sebagai momok yang menakutkan dalam arti tertentu.

Lagipula, lanjut saya, acara ini bukan pesta bedah buku biasa. Namun pengungkapan sejarah masa lalu melalui buku berjudul Sejarah Gerakan Kiri untuk Pemula apa yang perlu diketahui oleh generasi muda, generasi yang terputus dari momen bersejarah seperti pembunuhan massal tahun 1965.

Bilven Sandalista, peneliti di balik penerbitan buku tersebut Sejarah Gerakan Kiri untuk Pemula, mengatakan banyak sejarah yang ditutupi oleh Orde Baru saat itu. Tentu saja salah satunya berkaitan dengan sejarah tahun 1965.

Perbincangan mengenai sejarah tahun 1965 tidak ada habisnya dan semakin memanas setelah diadakannya Pengadilan Rakyat Internasional tahun 1965 pada bulan November lalu di Den Haag, Belanda.

Dalam persidangan terungkap keterangan para penyintas yang menyatakan bahwa korban 1965 diadili tanpa dasar hukum yang jelas.

Dan ada sekitar 500.000 hingga satu juta nyawa hilang dalam peristiwa berdarah tersebut.

Apa yang tabu untuk dibaca

Buku tersebut tidak hanya sekedar kumpulan berbagai momen sejarah, tetapi juga data-data yang belum pernah disajikan dalam buku sejarah tentang Orde Baru.

Seperti sejarah masuknya kolonialisme Eropa dan lahirnya gerakan-gerakan awal revolusi. Pada awal buku ini, penulis membahas tentang praktik kolonial ekonomi yang dilakukan oleh serikat buruh VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie).

Ada nama beken seperti Jan Pieterszoon Coen yang diangkat menjadi gubernur jenderal VOC setelah Daendels pada tahun 1619.

Buku ini menjelaskan praktik pembagian masyarakat adat dengan menciptakan strata. Orang Eropa tentu saja termasuk dalam kasta tertinggi, dan warga asli atau penduduk asli dibandingkan dengan anjing. Jadi di mana-mana Anda bisa menemukan kata-kata: “Anjing dan hewan peliharaan dilarang masuk.”

Seiring dengan diterapkannya stratifikasi tersebut, muncullah borjuasi nasional. Dan ketika situasi mulai tidak seimbang antara pedagang Eropa dan pribumi, muncullah organisasi kelas pekerja SS Bond pada tahun 1905 dan VSTP (VSTP) untuk pertama kalinya.Asosiasi Pegawai Kereta Api dan Trem) atau serikat kereta api dan trem pada tahun 1908.

Seiring dengan lahirnya organisasi buruh, sosialisme atau marxisme mulai masuk ke nusantara, tepatnya sejak ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereniging) didirikan pada tanggal 9 Mei 1914.

Sejak saat itu, perjuangan melawan penindasan kapitalisme di nusantara terus berkembang, hingga berdirinya Partai Komunis Indonesia pada tahun 1920-an.

Sepotong sejarah menarik yang terungkap dalam buku ini berkaitan dengan Islam dan komunisme. Salah satunya ditandai dengan bergabungnya tokoh intelektual muda Islam dengan kelompok komunis saat itu, Haji Datuk Batuah dan kawan-kawan.

Kutipan suci Haji Datuk Batuah antara lain, “Islam sebagai agama yang datang dari Tuhan untuk menyelamatkan umat manusia, yang sama dengan komunisme yang bertujuan untuk menyelamatkan umat manusia dari kezaliman dan penindasan.”

Datuk Batuah juga menegaskan, komunis bukanlah anti Tuhan. “Saudara-saudara, komunis masih kuat dalam Islam dan menjalankan perintah Tuhan.”

Kemudian partai tersebut berkembang hingga roda politik di nusantara berjalan. Kelompok perjuangan “kiri” ini, yang dianggap kritis, semakin terjepit.

Agenda untuk melemahkan kekuatan kelompok ini bahkan melibatkan pihak asing. Baca laporan Rappler tentang keterlibatan Australia dalam genosida tahun 1965.

Di akhir buku ini juga terungkap praktik pembantaian serupa yang digambarkan Joshua Oppenheimer dalam film tersebut, Tukang daging Dan Kesunyian. Kumpulan data untuk dipelajari lebih lanjut oleh generasi sekarang untuk mengoreksi sejarah.

Indonesia terasa seperti tahun 1920-an

//

Hal lain yang bisa dinikmati selain dari isi bukunya adalah pagelaran festival yang merupakan pertunjukan budaya ini. Untuk pertama kalinya saya mendengar Yayak Yatmaka, salah satu penggagas acara ini bernyanyi Indonesia Raya versi lama.

Yayak mengaku lelah menyanyikan lagu-lagu dengan sikap manis sambil berdiri. Ia memilih merayakan nasionalismenya dengan irama ceria. Indonesia Raya pun menggema pada Sabtu malam lalu pada acara pembukaan festival ini.

Kenapa harus versi lama? Menurut Yayak, tidak ada salahnya menyanyikan kembali lagu tersebut Indonesia Raya Versi pertama diperkenalkan pada tahun 1928 ketika Sumpah Pemuda diikrarkan.

Selain itu, ada juga penampilan Dialita, paduan suara perempuan penyintas tragedi 1965 yang kini berusia lebih dari 50 tahun.

Suasana tahun 1920-an semakin terasa dengan hadirnya generasi-generasi sebelumnya yang berbaur dengan generasi 90-an hingga 2000-an di festival ini. Lintas generasi bercampur dan siap untuk membumikan hal-hal yang terlupakan. —Rappler.com

BACA JUGA:

Keluaran Hongkong