• November 24, 2024
Benarkah kasus penodaan agama melemahkan elektabilitas Ahok?

Benarkah kasus penodaan agama melemahkan elektabilitas Ahok?

“Jalannya sidang tidak menurunkan elektabilitas Ahok,”

JAKARTA, Indonesia – Calon petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dijadwalkan berkampanye pada Selasa, 14 Maret 2017. Namun, alih-alih menyapa warga Jakarta, pria yang akrab disapa Ahok itu justru mendatangi auditorium gedung Kementerian Pertanian.

Sebab Ahok harus menghadiri persidangan kasus dugaan penodaan agama yang dia jadikan tersangka. Ia dituding melakukan penodaan agama lewat komentarnya pada Surat Al Maidah ayat 51 di Kepala Seribu, 27 September lalu.

Dengan status tergugat, Ahok terpaksa harus menghadiri sidang yang digelar setiap Selasa. Sebagai calon Gubernur DKI Jakarta, persidangan ini jelas sangat merugikan dirinya.

Misalnya, dia tidak bisa lagi berkampanye setiap hari Selasa karena harus menghadiri pengadilan. Selain itu, kasus ini juga disinyalir menimbulkan sentimen negatif pemilih muslim terhadap dirinya.

Namun, benarkah kasus penodaan agama mempengaruhi tingkat elektabilitas Ahok di Pilkada DKI?

Di awal kasus penodaan agama, tingkat elektabilitas Ahok-Djarot Saiful Hidayat langsung anjlok. Hal ini terungkap dalam survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada tanggal 31 Oktober-5 November 2016.

Dengan 440 responden, Ahok-Djarot hanya memperoleh 24,6 persen suara. Angka tersebut turun 6,8 persen dibandingkan Oktober 2016, saat Ahok-Djarot dipilih oleh 31,4 persen responden. Padahal, pada Maret 2016, elektabilitas Ahok-Djarot mencapai 59,3 persen.

Namun tingkat elektabilitas Ahok kembali naik pada Desember 2016. Hal ini tercatat dalam hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia. Survei tersebut digelar pada 3 – 11 Desember 2016. Hasilnya, Ahok-Djarot memperoleh suara 31,8 persen, lebih tinggi dibandingkan Agus Harimurti-Sylviana Murni (26,5 persen) dan Anies-Baswedan-Sandiaga Uno (23,9 persen).

Tingkat elektabilitas Ahok-Djarot terus meningkat pada Januari 2017. Hal itu terlihat dari hasil survei sejumlah lembaga yang menempatkan Ahok-Djarot di posisi teratas.

Saiful Mujani Research Center (SMRC) yang melakukan survei pada 14-22 Januari 2017 menyebut Ahok-Djarot mendapat 34,8 persen. Sedangkan Anies-Sandi 26,4 persen dan Agus-Sylviana 22,5 persen.

Hasil serupa juga ditunjukkan oleh indikator politik yang melakukan survei pada Januari 2017. Dalam surveinya, Ahok-Djarot memperoleh 38,2 persen suara. Disusul Agus-Sylvi 24,1 persen dan Anies-Sandi 22,7 persen.

Sementara itu, Lingkaran Survei Indonesia menyebutkan pasangan Ahok-Djarot memperoleh 32,6 persen, kalah dari Agus-Sylvi yang memperoleh 36,7 persen suara. Meski begitu, perolehan suara Ahok-Djarot dalam survei ini masih lebih besar dibandingkan Anies-Sandi yang hanya memperoleh 21,4 persen.

Hasil survei lembaga-lembaga tersebut tidak jauh berbeda. Pasalnya, pasangan Ahok-Djarot rupanya memenangi Pilkada DKI Jakarta putaran pertama. Komisi Pemilihan Umum mengumumkan pada 4 Maret lalu bahwa Ahok Djarot meraih 42,99 persen suara.

Mereka unggul atas pasangan Anies-Sandiaga yang memperoleh 39,95 persen suara dan Agus Harimurti-Sylviana Murni dengan 17,07 persen.

Kuasa hukum Ahok, Teguh Samudra mengatakan, kemenangan Ahok pada putaran pertama Pilkada DKI Jakarta menunjukkan warga Jakarta tidak menganggap Ahok melanggar agama. “Ini bukti dia tidak mempengaruhi agama,” kata Teguh, Selasa, 21 Februari.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya mengatakan elektabilitas Ahok kembali bangkit setelah sempat terpuruk pada September lalu akibat sidang kasus penodaan agama itu sendiri. Yunarto menilai, alih-alih merugikan Ahok, sidang tersebut justru meningkatkan elektabilitasnya.

“Saat persidangan berlangsung, ternyata saat diuji, serapan terhadap Ahok justru meningkat. Jalannya persidangan tidak semakin menurunkan elektabilitas Ahok, kata Yunarto, Rabu, 1 Februari, saat konferensi pers di kantor Charta Politika Indonesia.

Meski kasus penodaan agama tidak membuat Ahok terdepak dari pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Ahok tetap tak bisa bernapas lega. Sebab uji coba masih berlangsung dan Pilkada Jakarta masih berlangsung hingga April mendatang.

Hingga hari pemungutan suara putaran kedua yang rencananya akan berlangsung pada 19 April, apapun bisa terjadi. Karena politik itu ibarat kecepatan Bajaj, sulit diprediksi arahnya!

—Rappler.com

lagutogel