• November 23, 2024

Benih-benih radikalisme ditanam sejak dini di bangku sekolah

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Afi Nihaya Faradisa mengatakan sistem pendidikan Indonesia yang terlalu berorientasi pada nilai menyebabkan guru memaksakan ilmu kepada siswanya

YOGYAKARTA, Indonesia – Asa Firda Inayah mengaku bingung saat akun Facebooknya diblokir tak lama setelah ia mengunggah artikel bertajuk Warisan. Namun selang 24 jam, akun Facebook dengan nama pena Afi Nihaya Faradisa bisa diakses kembali.

Akun ini ia gunakan untuk literasi keberagaman di Indonesia. Afi, sapaannya, menilai sistem pendidikan dasar di negeri ini turut andil dalam konflik antar agama dan kepercayaan yang sedang marak.

Saat menjadi pembicara dalam diskusi nasional bertajuk “Aku Indonesia, Aku Pancasila” di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin 29 Mei, Afi berbagi pandangannya mengenai agama, keberagaman, dan hubungan antar umat beragama. konflik yang terjadi di Indonesia.

“Benih-benih radikalisme ditanam dari tingkat pendidikan paling bawah, di sekolah, oleh para guru itu sendiri. Belajarlah untuk melakukan diskriminasi.”

Perempuan asal Banyuwangi, Jawa Timur, yang baru menyelesaikan pendidikan SMA ini, prihatin dengan sistem pendidikan yang berorientasi pada nilai namun melupakan ilmu pengetahuan. Dalam sistem yang menurutnya memaksakan pengetahuan pada siswa, guru terkadang terlibat dan meningkatkan konflik antar agama.

“Benih-benih radikalisme ditanam dari tingkat pendidikan paling bawah, di sekolah, oleh para guru itu sendiri. “Belajar membeda-bedakan,” kata Afi menjawab pertanyaan salah satu peserta percakapan.

Menurut perempuan yang membaca minimal tiga buku dalam seminggu ini, fenomena guru yang membudayakan anti keberagaman juga ditemukan di wilayah tempat tinggalnya. Menurutnya, sistem pendidikan yang berorientasi pada nilai menjadi salah satu alasan guru memaksakan ilmu kepada siswanya.

“Guru jangan fokus pada nilai, tapi pada pengetahuan,” kata perempuan berusia 19 tahun itu.

Salah satu tujuan Afi adalah bertemu Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan menyampaikan keinginannya untuk mengubah sistem pendidikan saat ini.

Suka narsis dan baru saja dicampakkan oleh pacarnya

Selain pertanyaan seputar keberagaman tulisan, Afi juga menjawab sejumlah pertanyaan seputar Facebook miliknya yang diblokir. Ia mengaku bingung ketika Facebook miliknya tidak bisa diakses. Yang dilakukannya adalah dengan membuat laporan di Facebook dan bertanya kepada sejumlah temannya yang lebih paham tentang teknologi informasi.

“Saya tidak mempunyai kemampuan untuk menjawab mengapa Facebook saya diblokir. Yang jelas facebook saya di blokir selama 24 jam. Nanti bisa saya buka lagi,” ujarnya.

Akun Facebooknya diblokir tak lama setelah artikel itu diberi judul Warisan diunggah. Artikel ini kini telah dibagikan lebih dari 70 ribu kali. Menurutnya, akun Facebook miliknya lebih banyak memuat tulisan dibandingkan foto dirinya. Meski begitu, ia juga mengaku narsis dan sesekali mengunggah foto dirinya.

“Saya juga narsis dan selfiesaya berkali-kali mengambil foto, sampai saat itu ada yang paling keren dan terpopulermengunggah,” dia berkata.

Menurutnya, orang tuanya bereaksi negatif terhadap hobinya bermain Facebook. Namun sikap itu kemudian memudar setelah orang tuanya mengetahui cara Afi menggunakan akun Facebook miliknya.

Pergi (panggilan bahasa jawa untuk cewek), jangan terlalu lama (bermain facebook). Tapi setelah orang tua paham bahwa itu adalah sesuatu yang ingin dibagikan, mereka kemudian mendukungnya,” kata Afi menirukan ucapan orang tuanya.

Afi bercerita tentang kehidupan pribadinya di luar Facebook. Remaja yang mengidolakan penyanyi pop Taylor Swift ini mengaku baru saja meninggalkan pacarnya pada Februari lalu.

“Saya bangga mengatakan saya diusir,” katanya sambil tertawa.

Ia mengaku tidak mengetahui penyebab pacarnya putus.

“Katanya, kamu (Afi) terlalu baik untukku. “Tidak ada alasan lain yang lebih rasional,” kata Afi disambut gelak tawa penonton.

“Dia dan saya berbeda pandangan dalam banyak hal, pandangan politik dan agama,” imbuhnya dalam sesi wawancara sesuai diskusi.

Kini Afi sedang menunggu untuk masuk perguruan tinggi pilihannya. Ia mengaku mendapat undangan dari dua universitas di Jember dan Yogyakarta. Afi ingin melanjutkan pendidikannya, salah satunya di bidang psikologi. —Rappler.com

BACA JUGA:

SDy Hari Ini